Sinopsis Padiwarada Episode 9 - Part 4

  



Rin mengerti sekarang. Panit berniat memanfaatkan posisinya Saran sebagai tameng agar dia bisa mengekspor.
Saran membenarkan. Tanda tangannya bisa membuat Panit bebas mengekspor berasnya melewati perbatasan. Dan jika itu terjadi, dia akan mendapatkan uang yang sangat melimpah.

"Dia bukan orang biasa. Dia cerdik dan licik. Dia baik pada kita hanya karena dia menginginkan sesuatu dari kita."

Rin jadi cemas. Bagaimana dengan Braranee? Dia mungkin tidak tahu menahu tentang bisnis ilegalnya Panit. Saran mengaku bahwa sejak hari pernikahan, dia sudah curiga kalau Panit itu orang yang sangat misterius.

"Braranee menikahi pria korup. Entah akan jadi seperti apa hidupnya mulai sekarang?" Cemas Rin. Prihatin, Saran berusaha menyemangatinya dengan menggenggam tangan Rin.


Braranee langsung mengkonfrontasi Panit. Jadi bisnisnya Panit mengekspor beras ilegal? Panit santai berkata kalau ini cuma bisnis, semua orang juga melakukannya.

"Beras itu berharga. Kau memberikannya pada negara lain saat orang-orang di negaramu sendiri menderita. Kau merusak negeri ini. Apa kau bahkan warga negara Thai?"

"Kenapa kau marah? Aku belum pernah melihatmu semarah ini."

"Ayahku adalah pegawai negeri. Beliau selalu mengajariku untuk setia (pada negara)."

"Aku tidak membunuh siapapun."

"Menggelapkan uang negara. Setiap baht yang menghilang bisa digunakan untuk membangun jalan, rumah sakit, listrik, dan segala macam keperluan. Semua itu bisa digunakan untuk menyelamatkan ribuan nyawa. Dan kau masih berpikir kalau menggelapkan uang negara itu tidak membunuh orang? Itu pembunuhan secara tak langsung!"

Panit ngotot mengklaim itu tidak serius. Lagian apa yang pada akhirnya dimiliki oleh pegawai negeri seperti ayahnya Braranee. Asal Braranee tahu saja, hanya uang yang bisa membeli rumah dan segala kemewahan untuk Braranee nikmati.

"Benar. Uang bisa membeli semua itu. Tapi itu tidak akan bertahan lama. Apakah hidup dengan cara menyembunyikan kejahatan seperti yang kau lakukan, membuatmu bahagia?"

Dia sungguh tidak menyangka kalau Panit ternyata punya banyak rahasia. panit bahkan tidak pernah bilang dari mana dia mendapatkan uangnya. Lalu apa lagi yang Panit sembunyikan darinya? Katakan!


Braranee langsung memukuli d~~a Panit yang kontan membuat Panit makin emosi. Dia bahkan menyatakan kalau dia tidak mau tinggal bersama Braranee lagi. Braranee sontak panik berusaha mencegahnya pergi.

Panit langsung kesal memperingatkan Braranee untuk memikirkan segalanya dengan baik.

"Kau adalah istriku. Kalau kau tidak mendukung suamimu, maka aku tidak memerlukan istri sepertimu!"

Dengan kejamnya dia mendorong Braranee sampai dia tersungkur ke lantai. Braranee berusaha memohon-mohon padanya untuk tidak pergi meninggalkannya. Tapi Panit tidak peduli, dia langsung menyingkirkan tangan Braranee darinya lalu pergi meninggalkannya.


Saran dengan dibantu Nuer mengajari Rin cara menembak yang baik dan benar. Awalnya Rin bisa menirukan postur Nuer dengan baik. Tapi saat dia harus praktek menembak dengan pistol beneran, dia malah ragu-ragu dan takut.

"Kalau kau ingin menembak, bagaimana bisa kau takut dengan pistol? Kau ingin melawan tapi kau penakut, kalau begitu kau akan mati."

"Kenapa kau tidak bisa bicara baik-baik, sih? Apa harus mengomeliku?!"

"Memberikan senjata pada pengecut hanya akan menguntungkan si pencuri karena mereka pasti akan merampas senjatamu dan menggunakannya."

"Ini kan baru hari pertama belajar. Sabar sedikit lah."


Tapi Saran ngotot tidak mau mengajari Rin pakai pistol dan ganti mengajarinya untuk belajar bela diri. Dia langsung menyuruh Rin untuk pasang kuda-kuda... dan menyuruh Nuer untuk diam saja di sana jadi sasarannya Rin. Wkwkwk!

Dia memberitahu Rin bahwa wanita jauh lebih lemah secara fisik daripada pria. Karena itulah, dia harus menggunakan serangan cepat dan menarget titik-titik kelemahan pria. Contoh: Perut! Rin refleks menonjok perut Nuer sekuat tenaga sampai Nuer terbatuk-batuk dibuatnya.

"Maaf, Nuer. Maaf. Apa sakit?"

"Ngapain kau meminta maaf? Kenapa tidak sekalian saja kau mendoakannya?"

"Khun Nu benar. Anda harus marah, anda harus membenci. Ayo, lagi."


Terpaksalah Rin harus pasang kuda-kuda lagi. Saran dengan cepat menyuruhnya menyerang kaki, hidung, pelipis. Dan Rin sukses melakukan semuanya dengan ganas sampai membuat Nuer mimisan. LOL!

Tapi Nuer tetap bertahan dan terus menyemangati Rin untuk semakin meluapkan kebencian dan kemarahannya.

"Antara kedua kaki!" Perintah Saran tiba-tiba.

Rin sontak mengangkat kakinya dan hampir saja menendang itunya Nuer, tapi Nuer refleks melindungi dirinya dan langsung mundur teratur. Yang ini tidak perlu, yah. Dia sudah bisa merasakan semua kebencian dan kemarahan yang Rin pancarkan kok.


Rin akhirnya berpaling kembali ke Saran dan tanya bagaimana hasilnya? Apa sudah oke? Tidak ada pujian untuknya? Saran mendadak mengujinya dengan melayangkan tinjunya. Dan Rin sukses menghadang tinjunya dengan cepat, Saran akhirnya menyatakannya lulus.

Nuer senang melihat hubungan mereka. "Tidak ada obat yang bisa mengalahkan obat cinta. Tidak ada kata yang bisa mengalahkan kata penyemangat. Tidak ada teman yang bisa mengalahkan teman yang memiliki cinta. Aduh, merinding aku. Gombal banget. Bagaimana bisa aku mengucap kata-kata itu? Aku pasti mempelajarinya dari Khun Ying. Hihihi."


Demi membantu ayahnya mencari tahu apa yang terjadi di Kao Payung, Chalat akhirnya memutuskan pergi ke Chiang Mai (Provinsi Utara Thailand).

Sesampainya di sana, dia diantarkan seorang bapak ke sebuah gedung kosong bekas kantor perusahaan kayu mereka dulu. Bapak itu memberitahu bahwa tanah ini masih milik perusahaannya dan di sana masih ada beberapa dokumen lama yang tersisa.

Berniat mencari informasi istri kedua ayahnya dan adik tirinya, Chalat pun mulai mempelajari dokumen-dokumen yang ada di sana.

 

Braranee dengan setia menunggu Panit pulang. Tapi tak peduli seberapa lama dia menunggu, Panit tetap saja tidak kembali. Dia bahkan belum makan apapun sampai membuat pembantu rumahnya cemas.

Tiba-tiba telepon rumahnya berdering. Braranee langsung antusias mengira Panit yang menelepon, tapi ternyata tidak. Malah wanita misterius itu lagi yang menelepon.

Nada bicaranya masih sama kasar seperti dulu dan terus menerus menuntut Panit. Tapi kemudian terdengar suara anaknya yang berseru bahwa ayahnya datang... dan seketika itu pula wanita itu langsung menutup teleponnya. Braranee jelas keheranan.


Tidak tahan lagi, dia akhirnya pergi ke Rin dan curhat kalau Panit sudah beberapa hari pergi meninggalkan rumah. Itu pertama kalinya dia melihat Panit semarah itu.

"Dia mengaku padamu kalau dia menggelapkan uang?"

Braranee dengan berat hati membenarkannya. "Kau tahu kalau aku tidak bisa menerimanya. Kau tahu apa yang diajarkan Ayah pada kita. Tapi saat dia marah dan pergi meninggalkan rumah, aku serasa mau mati."

Dia bahkan tidak bisa tidur dengan tenang sejak saat itu. Setiap kali dia mendengar suara-suara, dia selalu berpikir kalau Panit pulang, tapi ternyata tidak.

"Kau sudah cukup lama bersamanya, kau sama sekali tidak pernah curiga apapun?"

"Ada beberapa. Dia sangat berhati-hati menyimpan dokumennya biar tidak ada siapapun yang melihatnya. Aku bahkan tidak tahu di mana kantornya berada."

Saat Panit sedang bekerja, kadang ada beberapa pegawai yang datang ke rumah dan beberapa ada yang menelepon. Tapi ada satu wanita yang menurut Braranee aneh. Tapi sedetik kemudian dia berubah pikiran dan menolak membicarakannya lebih jauh.


"Semua ini karena cinta membutakanku. Karena saat aku jatuh cinta, kupikir dia orang baik. Rin, aku tidak bisa hidup tanpanya. Kapan dia akan kembali? Kapan dia akan pulang?" Tangis Braranee.

Prihatin, Rin langsung memeluknya dan berusaha meyakinkannya kalau Panit tidak akan pergi ke mana-mana. Karena bagaimanapun, mereka berdua kan sudah menikah. Jadi Braranee tidak usah cemas.

Tanpa mereka sadari, Saran sebenarnya ada di ruang sebelah dan tampak prihatin setelah mendengarkan percakapan mereka.


Saat mereka berduaan di kebun bunga malam itu, Rin ngedumel kesal merutuki Panit. Dia sungguh tidak mengerti kenapa Panit bersikap sekejam ini pada Braranee.

Braranee itu cuma seorang wanita yang harus tinggal jauh dari keluarganya. Tapi Panit malah tega meninggalkannya seorang diri di rumah dengan hanya ditemani para pembantu. Dia bahkan tidak menghubungi Braranee sama sekali.

"Kenapa juga dia repot-repot memiliki suami semacam itu."

Mendengar gerutuannya itu, Saran berkomentar bahwa biarpun Rin tampak lemah dari luar, tapi sebenarnya dia orang yang punya pemikiran yang kuat. Lalu apa Rin akan menyuruh Braranee untuk cerai dari Panit?

"Iya. Aku akan meminta Braranee untuk kembali ke Bangkok bersamaku."

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments