Sinopsis Padiwarada episode 9 - Part 2

 


Ibu heran dengan sikap Duang. Kedua orang tuanya menunggunya untuk pulang dan dia malah keras kepala. Apa Duang sama sekali tidak memikirkan mereka?

"Kau ingin mencuri suamiku, kan?" Tuduh Duang "Kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk mencuri Saran dariku, kan?!"

Rin jelas tidak terima. "Aku tidak mencuri. Dia dulu milikmu, DULU!"

Duang malah semakin menggila, menuduh Rin bermaksud bilang kalau dia memang pantas diperlakukan seperti itu oleh White Tiger.

Rin menyangkal, dia tidak pernah berpikir seperti itu tentang Duang. Apa yang Duang alami adalah karma dari pikiran buruknya sendiri.

Kalau dia sungguh-sungguh punya pikiran baik, dia tidak akan pernah berkata seperti itu. Berapa banyak malam Duang tidur dalam penderitaan? Dia memang layak mendapatkannya.


Duang sinis. Rin pasti mengira kalau Saran mencintainya, yah? Kalau Saran benar-benar mencintainya, maka dia pasti sudah menandatangani akta pernikahan dengan Rin.

Ucapannya benar-benar menohok hati Rin, tapi dia berusaha tetap tegar dan menekankan kalau dia tinggal di sini demi memenuhi tugasnya sebagai istri, dan bukan karena emosi.

Selama Saran dalam masa penyembuhan, dia harus pakai kursi roda dan Nuer tidak mungkin bisa menjaga Saran seorang diri. Duang ngotot menolak mempercayainya dan terus menggila menuduh Rin mau mencuri Saran darinya.

Dia hampir saja mau menyerang Rin. Tapi untunglah Ibu sigap menghalanginya. Jim Lim ikutan gila, menantang siapapun untuk melawannya.

Nuer, Sherm, dan Mae Sai langsung melakukan pemanasan dengan antusias sampai membuat Jim Lim ketakutan sendiri. LOL!

 

Mae Sai tiba-tiba mengambil pisau buah yang kontan membuat Duang menjerit ketakutan, teringat saat Kao menyabet rambutnya dengan pisau.

"Kau masih trauma karena White Tiger tapi masih saja pura-pura kuat. Kembalilah ke ibu kota dan berobatlah Duangsawat."

Masih belum mau menyerah juga, Duang memperingatkan Rin bahwa Saran tidak mencintainya. Karena jika iya, maka Saran pasti sudah menyatakan perasaannya. Rin beda dengannya, Saran selalu bilang cinta padanya setiap hari.

"Kalian bahkan belum menandatangani akta pernikahan. Dia tidak mencintaimu! Dia mencintaiku! Dia mencintaiku! Kau mau mencuri Saran dariku! Dia tidak mencintaimu!" Jerit Duang. Panik, Jim Lim buru-buru menyeret pergi majikannya yang sudah sinting itu.


Jim Lim melapor ke ortu Duang bahwa Duang sekarang takut pada pisau. Kalau begitu, saat mereka kembali ke ibu kota nanti, mereka harus menyingkirkan semua pisau dari Duang. Lalu, apa Jim Lim sudah mengepak semua barang-barangnya Duang?

Iya, sudah. Jim Lim bahkan sudah membeli tiket kereta. Ibunya Saran, Arun dan Istrinya Saran juga akan naik kereta ke ibu kota nanti malam.

Sementara itu, Duang sendiri masih menggalau ria, memikirkan apakah Rin benar-benar akan pergi ke ibu kota? Pokoknya dia juga akan tetap di sini jika Rin tidak pergi.


Rin membantu Braranee membuatkan sup untuk Panit dan memberikan berbagai saran tentang cara memasak sup itu. Braranee menyesal karena tak pernah mendengarkan ibunya dan belajar jadi ibu rumah tangga yang baik, sekarang dia jadi menderita sendiri.

"Aku ingin menyenangkan suamiku, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Ah, kau akan pulang malam ini atau tidak?"

Rin mengaku kalau dia masih bimbang. Menurut Braranee, dia harus bagaimana? Kalau menurut Braranee, jika Rin tetap tinggal, maka Duang pasti akan marah dan tidak akan berhenti mengganggu Rin.

"Karena itulah, membosankan sekali. Aku merasa dia melakukan semua ini bukan karena dia mencintai Saran, tapi karena dia ingin menang dari aku. Sepertinya kebenciannya padaku sudah mengambil alih cintanya terhadap Saran."

Kalau begitu, sebaiknya Rin pulang saja ke Pharanakorn, Saran kan juga ingin pulang. Saran pasti sudah memikirkan segalanya. White Tiger bilang kalau dia akan datang untuk menyakiti semua wanita yang berhubungan dengan Saran. Dia ingin menyakiti Saran, sebagaimana dia terluka sebelumnya.

 

Ibu akhirnya berangkat keesokan harinya naik kereta seorang diri, walaupun sebenarnya ia tak tenang harus pergi meninggalkan putranya. Dalam hatinya, ia berdoa setulus hati semoga Buddha selalu melindungi anaknya.

 

Saat Nuer menjemput Saran di rumah sakit, dia melapor kalau Khun Ying tadi sudah mengirim kabar bahwa beliau sudah tiba di rumah saudara mereka. Saat Saran tanya apakah semua orang sudah pergi, Nuer cuma melapor tentang toko emasnya Arun dan Duang saja dan tidak mengatakan apapun tentang Rin.

Dia memberitahu Saran bahwa toko emasnya Arun sudah ditutup. Sementara Duang, dia nangis-nangis tak ingin pergi, tapi orang tuanya sangat keras. Mereka bahkan tidak mau bicara dengan Ibunya Saran dan membeli tiket kereta yang berbeda.

Saran tidak kaget, orang tua Duang memang sudah lama tidak mau bicara padanya dan pada ibunya. Sekarang mereka mungkin marah padanya atas apa yang terjadi pada putri mereka.


Tapi ternyata Saran tidak tinggal di rumah atasannya dan memutuskan untuk tinggal sendirian di rumah. Dia memang sengaja berbohong pada semua orang.

Jika dia tinggal bersama orang lain dan menutup rumah ini, maka White Tiger pasti akan mengira kalau dia takut sama White Tiger. Dia memperingatkan Nuer untuk tidak memberitahu ibunya kalau dia tidak tinggal di rumah atasannya.

Sementara Nuer mengeluarkan barang-barangnya dari mobil, Na Wan mendadak keluar untuk menyambutnya. Melihat Na Wan membuat Saran teringat saat pertama kali dia menggoda Rin dengan menyebut Rin sebagai Na Wan. Kenangan indah yang membuatnya jadi merindukan Rin.

Saran lalu pergi mengarahkan kursi rodanya ke kebun bunganya Rin, tempat yang penuh kenangan akan Rin dan membuatnya semakin merindukan Rin.


Baru saja dia sedih karena teringat kenangan-kenangan itu saat tiba-tiba saja dia membeku melihat sesuatu yang tak jauh dari sana... Rin tidak pergi, dia malah sedang merangkai bunga di gazebo.

Senyum Saran sontak mengembang lebar melihat pemandangan itu. Tapi saat Rin melihatnya dan tersenyum padanya, Saran cepat-cepat menghapus senyumannya dan pasang wajah jutek.

"Kau mau makan apa malam ini?" Tanya Rin.

"Kenapa kau tidak kembali ke ibu kota?"

"Kau menulis kalau kau merindukan rumah di seluruh rumah. Kata 'rumah' memiliki arti yang besar bagimu, kan?"


Saran sontak tersenyum mendengarnya, teringat saat dia mengaku bahwa setiap kali dia melihat Rin, dia merasa seolah dia berada di rumah. Tapi sedetik kemudian dia cepat-cepat menguasai diri dan langsung pasang muka cemberut lagi.

"Kau tidak menurut padaku. Aku menyuruhmu kembali ke ibu kota, tapi kau tidak melakukannya. Bagaimana bisa Arunlerk mengizinkanmu tinggal di sini?"

"Berita perampokan itu ada di semua koran. Ayahnya sangat marah, makanya dia harus bergegas pulang. Dia tidak punya waktu untuk melakukan apapun atau memikirkan hal lainnya."

"Aku marah padamu karena tidak menuruti perintahku. Aku sangat marah padamu sekarang ini!"

 

Dia terus saja cemberut saat Rin mengantarkannya ke kamar dan membantunya naik ke kasurnya. Tapi saat Rin hendak pergi untuk membuatkannya bubur, tiba-tiba saja dia mengucap terima kasih walaupun dia masih menolak menatap Rin. Rin sampai geli melihat tingkahnya.

Bahkan saat Rin berusaha menyuapinya bubur, Saran masih saja sok cemberut. Tapi saat Rin hendak membawa buburnya pergi, Saran mendadak berubah pikiran dan mau juga menerima suapannya. Malah saat Rin kelamaan menyuapinya, Saran jadi tak sabaran dan langsung memakan bubur itu sendiri dengan lahap.


Di rumah saudaranya, Ibu memberikan penghormatan pada almarhum suaminya dan memberitahu beliau bahwa menantu mereka adalah istri yang berbakti, dia tidak meninggalkan suaminya saat suaminya sedang sakit.

"Walaupun berbahaya, tapi dia tidak takut. Di mana lagi kita bisa menemukan istri yang lebih baik untuk putra kita daripada dia? Terima kasih karena kau telah menemukan menemukan istri yang baik untuk putra kita."


Saat Panit sedang keluar, Braranee menerima sebuah telepon dari seorang wanita yang menuntut apakah Panit ada di rumah. Sepertinya wanita itu sedang repot mengurusi anak-anaknya yang nakal sambil menuntut Braranee untuk menyambungkannya ke Panit sekarang juga. Nada suaranya bahkan tidak ada sopannya sama sekali. Entah siapa dia dan apa masalahnya dengan Panit.

Bingung, Braranee mencoba menanyakan namanya. Tapi wanita itu dengan kasarnya menyuruh Braranee untuk menyambungkannya saja dengan Panit sekarang. Untunglah Panit pulang saat itu juga, Braranee pun menyerahkan telepon itu padanya.


Anehnya, Panit tampak kesal dan panik mendengar suara wanita di seberang. Dia bahkan memperingatkan wanita itu untuk tidak menelepon lagi kemari dan berjanji akan mengirim uang padanya.

Pada Braranee, dia berkata kalau wanita itu adalah pegawai di perusahaannya dan dia menelepon karena anak-anaknya sedang sakit. Makanya dia menuntut gajinya dibayar lebih awal. Wanita itu benar-benar tidak punya sopan santun.

Braranee jadi prihatin mendengarnya. Seharusnya Panit mengasihaninya. Wanita itu mungkin sangat membutuhkan uang. Jadi jangan pecat dia.

Lupakan dulu masalah itu. Ada hal lebih bagus yang ingin dia tunjukkan. Panit lalu mengeluarkan kontrak kesepakatan penjualan berasnya dan harganya hampir satu juga baht. Mereka benar-benar akan jadi kaya raya. Braranee pun senang.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments