Ibu setuju dengan ide Rin untuk membawa Saran memulihkan diri ke Phranakorn. Tapi saat mereka memberitahukan ide itu ke Saran, dia menolak keras. Dia tidak mau membiarkan White Tiger mengira kalau dia melarikan diri karena gagal menangkapnya.
"Bu, aku harus merepotkan Ibu untuk membawa Braralee dan Duang kembali ke Phranakorn. Aku akan tinggal di sini. Jangan khawatir. Para petugas tidak akan membiarkan apapun terjadi padaku."
Sekarang ini Saran tidak bisa melindungi siapapun. Dia bahkan kesulitan melindungi dirinya sendiri sekarang. Kalau semua orang masih di sini, dia akan sangat cemas. White Tiger sudah pasti akan balas dendam. Mereka tidak akan tahu kapan dia akan datang dan menyerang kota lagi.
"Baiklah, Nak. Kalau itu bisa membuatmu merasa lebih baik, kami semua akan kembali (ke ibukota) bersama Khun Arun."
"Aku akan menjaga Khun Ying, Rin dan Duangsawat agar mereka sampai dengan selamat. Kau tidak perlu khawatir. Jaga saja dirimu dan cepatlah sembuh." Janji Arun.
"Terima kasih."
"Aku berhutang budi padamu. Terima kasih karena telah mendapatkan emasku kembali."
Ibu lalu mengajak Arun keluar dan meninggalkan Saran berduaan saja dengan Duang. Tepat saat itu juga, Rin baru saja datang. Tapi saat dia mengintip ke dalam, dia malah mendapati Duang sedang menggenggam tangan Saran.
Duang mengeluh kalau dia menangis setiap hari sejak White Tiger menyerangnya waktu itu. Apalagi waktu itu dia diserang karena dia memberitahu White Tiger kalau dia istrinya Saran.
"Kau menderita karena aku. Sebaiknya kau berhenti sekarang."
Tapi Duang malah semakin mempererat genggaman tangannya dan menuntut Saran untuk menyatakan cintanya seperti dulu. Dulu, setiap hari, Saran selalu bilang kalau Saran mencintainya. Saran bahkan belajar memainkan gitar karenanya dan menyanyikan lagu cinta untuknya.
Sekarang ini dia sangat lemah. Orang egois sepertinya tidak pernah melakukan hal sebesar ini demi seseorang sebelumnya. Karena itulah dia menuntut Saran untuk membalas jasanya dengan kata-kata cinta dan penyemangat.
Tapi Saran menolak tegas. Dia tidak sama seperti dulu lagi. Sekarang ini, cinta adalah sesuatu yang menakutkan baginya.
"Kau belum memberitahu wanita itu kalau kau mencintainya, kan?"
"Aku bahkan tidak tahu apakah aku akan bisa memberitahu seseorang kalau aku mencintainya. Termasuk kau. Tolong lepaskan aku."
Duang ngotot kalau Saran belum memberitahu Rin bahwa dia mencintai Rin, maka itu artinya Saran tidak mencintai Rin. Dia yakin usahanya dan waktu akan membuat Saran berhenti marah padanya.
Pokoknya dia tidak mau pergi ke mana-mana. Dia akan tetap tinggal di sini dan menunggu Saran memainkan lagu cinta untuknya. Dia bahkan langsung mengec~p pipi Saran. Rin patah hati melihat pemandangan itu.
Panit bicara dengan rekannya di telepon. Dari percakapan mereka, bisnis yang dimiliki Panit adalah bisnis beras dan hari ini dia mendapat pesanan baru. Dia berjanji pada orang di seberang bahwa dia pasti akan mengirim berasnya.
Dia lalu memberitahukan kabar baik itu pada Braranee. Dia mendapat order besar kali ini. Mereka pasti akan bertambah kaya. Braranee pun senang, dia beruntung menikah dengan Panit.
"Akulah yang beruntung. Aku memiliki seorang pengantin yang cantik dan mengerti apa yang kuinginkan."
"Tapi... bagaimana dengan White Tiger yang selamat. Apa itu akan menghalangi jalan kita?"
"Para petugas hukum yakin kalau semua kroninya White Tiger sudah mati dan White Tiger sendiri terluka parah. Dia pasti tidak akan bikin ulah untuk sementara waktu."
"Bagaimana kau bisa yakin? Dia bisa saja memanfaatkan kesempatan saat Khun Saran masih dalam masa penyembuhan. Rin mau kembali ke ibu kota. Haruskah kita kembali bersama mereka?"
Panit menolak. Bisnis penjualan berasnya berjalan dengan sangat baik saat ini. Malah, dia harus bicara dengan Saran karena dia membutuhkan bantuan Saran. Braranee penasaran, dia mau minta bantuan apa ke Saran? Apa hubungannya antara bisnisnya dengan Pak Sheriff?
Tapi Panit menolak menjelaskan apapun dan hanya meyakinkan Braranee untuk tidak khawatir tentang White Tiger. (Nih orang lama-lama mencurigakan)
Biarpun ada polisi berjaga di depan, Duang masih sangat amat ketakutan hingga memeluk dirinya sendiri dengan was-was. Tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu yang kontan saja membuatnya berjengit kaget dan ketakutan. Dia bahkan tidak berani membuka pintu sendiri dan ngotot menyuruh Jim Lim buka pintu.
Ternyata yang datang Ayah dan Ibunya. Duang sudah senang dan hampir saja memeluk mereka, tapi Ibu sontak menamparnya keras-keras. "
Dasar anak tak tahu diuntung! Kau berbohong pada kami berdua!"
"Apa kau begitu mencintainya? Kau sudah gila rupanya! Bagaimana bisa kau hidup di kota yang berbahaya seperti ini?!"
Duang bingung. "Ayah dan Ibu tahu masalah ini?"
Tentu saja. Ibu bisa menduga kalau koran-koran pasti belum sampai ke tempat terpencil ini. Tapi asal Duang tahu saja, fotonya sudah tersebar di seluruh koran di ibu kota. Naris juga sudah mengetahuinya dan dia sangat sedih karenanya.
Ibu tiba-tiba menarik tangan Duang dan memaksanya untuk kembali ke ibu kota sekarang juga. Tapi Duang ngotot menolak dan memberontak darinya.
"Biarpun Khun Chai Naris tidak punya apa-apa. Tapi dia lebih baik daripada Saran. Lihatlah apa yang Saran berikan padamu. Kau bahkan hampir terbunuh oleh White Tiger. Kenapa kau masih di sini? Kembalilah bersama kami sekarang juga!" Kesal Ayah. Duang diam saja, tapi jelas dia tidak mau pergi meninggalkan Saran.
Saran terbangun saat mendengar suara Rin datang dan langsung melancarkan rayuan mautnya. "Apa aku melihat malaikat?"
Tapi dengan cepat dia beralih topik untuk memastikan Rin kembali ke ibukota besok. Rin mengiyakan, Nuer juga sudah membeli tiket kereta untuk semua orang kok. Mereka semua akan pergi besok.
Baguslah. Saran meyakinkan kalau besok dia akan numpang tinggal di rumah atasannya. Istri atasannya dan Nuer yang akan mengurusnya nanti, jadi Rin tidak usah khawatir.
"Baguslah semua orang pergi, jadi aku tidak perlu cemas. White Tiger itu benar-benar bukan orang biasa."
"Dia sungguh punya sihir hitam?" Cemas Rin.
Saran yakin kalau White Tiger memang memiliki sihir hitam. Tatapan mata White Tiger penuh dengan tekad, jauh lebih kuat daripada orang biasa. Dia sangat yakin akan kekuatan sihir hitamnya. Dengan tekad dan keyakinan yang kuat itu, tubuhnya juga jadi bertambah kuat. Dia kebal dari segala macam senjata tajam.
Rin cemas karena dia memperhatikan pertarungannya dengan White Tiger kali ini tampaknya membuat Saran stres, bahkan saat dia sedang tidur.
"Aku membunuh semua anggota gengnya. Dia dan aku pasti akan menghadapi pertarungan penting. Lain kali jika dia tidak mati, maka akulah yang akan mati."
"Jangan bilang begitu. Kau pasti akan menang. Keyakinanmu akan kebaikan jauh lebih kuat daripada dia."
Benar juga. Saran hidup dengan keyakinan akan kebaikan. Whit Tiger lah yang akan mati. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan Rin. Dia harus kembali ke ibukota. Saran janji akan menjemputnya setelah segalanya usai.
"Kau bilang kalau kita harus saling menemukan arti kita bagi satu sama lain. Kau akan menemukan artimu dan aku akan menemukan artiku sendiri. Itulah tugas kita." Ujar Saran sembari menggenggam tangan erat Rin.
Tapi tentu saja ucapannya itu malah membuat Rin semakin sedih teringat ucapan Saran pada Duang kemarin bahwa dia tidak yakin apakah dia bisa mengucap kata cinta pada siapapun.
Lagi-lagi dia menghitung kelima jari Saran yang menggenggam tangannya yang jelas saja membuat Saran semakin bingung dengan maksudnya. Tapi Rin menolak menjelaskan apapun dan hanya diam membiarkan Saran menggenggam tangannya.
Malam harinya saat Rin hendak mengganti sarung bantal di kamar Saran, tiba-tiba dia menemukan sebuah kertas origami yang disembunyikan Saran di dalam sarung bantal itu.
Teringat ucapan Saran bahwa kertas dan pena selalu bisa menggantikan kata-kata yang tak bisa terucap, Rin langsung membongkar origami itu dan menemukan sebuah pesan singkat di dalamnya: Rindu rumah... bau wewangian bunga.
Dia sontak membuka lemari dan menemukan beberapa kertas origami tersusun rapi di sana. Dia membuka salah satunya dan lagi-lagi menemukan pesan yang hampir sama: Rindu rumah... kebunmu.
Rin langsung bergegas ke kebun bunga dan lagi-lagi menemukan beberapa kertas origami tertancap di atas tangkai-tangkai bunga dan di dalamnya tertulis pesan-pesan yang sama: Rindu rumah (Rindu Rin).
Keesokan harinya, Ibu dengan terpaksa memberhentikan Mae Sai dan Sherm dan menyuruh mereka pulang karena tidak akan ada orang di sini, apalagi Saran juga akan memulihkan diri di rumah atasannya.
Tapi berbagai pesan tulus Saran yang ditemukannya kemarin, membuat Rin mengaku kalau dia ingin tetap tinggal di sini untuk merawat Saran.
Belum juga Ibu sempat mengatakan sesuatu, Duang mendadak muncul dan menyatakan bahwa jika Rin tidak pergi, maka dia juga tidak akan pergi.
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam