Sinopsis Padiwarada Episode 8 - Part 3

  


 

Mengikuti nasihat Braranee, Rin akhirnya memantapkan hati untuk lebih percaya diri lalu mulai berdandan cantik nan anggun bak wanita konglomerat.


Semua orang sudah berkumpul di ruang tamu sambil mendiskusikan tentang geng White Tiger. Pak Gubernur salut dengan Panit yang berani pindah kemari terlepas dari berita-berita tentang White Tiger yang membuat semua orang ketakutan. Panit pasti sangat memahami daerah ini dan tahu kalau sebagian besar daerah masih aman.

Panit mengaku kalau dia memang sering berkunjung kemari untuk mengurus bisnisnya. Dan berhubung sekarang Pak Sheriff dan istrinya tinggal di sekitar sini, makanya dia memutuskan untuk membeli rumah di sini.

"Siapa tahu aku membutuhkan sesuatu, aku mungkin akan meminta bantuan Pak Sheriff."

"Kau punya perusahaan besar. Kau mungkin tidak membutuhkan bantuanku dalam hal apapun."

"Belum tentu." Ucap Panit penuh arti. Hmm...


Mengalihkan topik, Kepala Sheriff berkomentar kalau teh dan snack-nya enak banget. Braranee memberitahu mereka kalau kakaknya - Istri Pak Sheriff, yang membuat snack itu.

Istri Gubernur langsung senang mengira kalau yang dimaksud Braranee adalah Duang, lalu kenapa dia tidak keluar dan menyapa mereka?

"Kakak saya adalah putri tertua Tan Chao Khun Bumrung Prachakit. Dia adalah istri sah-nya Khun Saran. Namanya adalah Braralee."


Pak Gubernur dan sang istri jelas bingung mendengarnya. Tepat saat itu juga, Rin akhirnya muncul dengan begitu cantiknya yang kontan membuat Ibu dan Saran sumringah.

"Maaf karena saya datang terlambat. Saya sibuk membuat snack." Sapa Rin

"Braralee... benar-benar kau ternyata."

"Apa kabar, Bu?"

Nuer pun bahagia dan lega melihat Rin kembali. "Aku seperti melihat bidadari turun dari khayangan untuk mengabulkan harapanku. Aku akan selamat sekarang!"


Rin lalu menyajikan kue-kue buatannya untuk Pak Gubernur dan sang istri yang masih kebingungan. Apa-apaan ini? Bisik Pak Gubernur pada Kepala Sheriff.

Kepala Sheriff meminta maaf karena belakangan dia sibuk dan tidak memberitahu Pak Gubernur bahwa Duang itu mantan istrinya Saran, sedangkan Braralee ini adalah istri sah-nya Saran.

"Astaga! Dia punya dua istri?" (Pfft!)

"Aku mengerti. Pak Sheriff kita memang setampan ini, wajar saja kalau dia punya dua istri."

"Pantas saja waktu itu Pak Sheriff tampak sangat stres, sekarang dia berbunga-bunga. Khun, kau sudah memihak istri yang salah." Omel Pak Gubernur.

"Ini saja aku sudah malu." Gumam Istri Gubernur.

Ibu memberitahu mereka kalau Rin ini ahli membuat jajanan tradisional Thai. Kalau mereka ingin memakan sesuatu, silahkan datang ke rumah dan memberitahu mereka.


Saran tiba-tiba menggenggam erat tangan Rin dengan senyum bahagia dan menatapnya dengan penuh cinta, tak peduli biarpun semua orang sedang menonton mereka.

Dia tidak malu, Rin yang malu dan berusaha melepaskan pegangan tangannya. Tapi Saran tidak mau, malah semakin mempereratnya.


Panit memberitahu semua orang bahwa kedua saudari ini sangat dekat. Istrinya memang menginginkan kakaknya untuk membantu mereka di rumah ini, makanya dia meminta Rin tinggal bersama mereka dua malam.

"Tapi sekarang, kami mungkin harus mengembalikannya (ke suaminya)."

"Baguslah. Aku memang sangat menginginkannya kembali sampai hatiku serasa hampir patah."

"Gitu dong, Khun Nu!" Seru Nuer antusias... sebelum akhirnya sadar kalau dia sudah mengatakannya keras-keras dan langsung meminta maaf.

"Sheriff kita ini seorang arjuna dan pejuang. Hebat sekali." Komentar Kepala Sheriff.

Nuer memberitahu kalau Saran juga seorang penyanyi. Dia bisa main gitar loh. Saran malu-malu mengakui kalau dulu dia sering memainkan gitar, tapi sejak pindah ke biara, dia sudah jarang memainkannya.

"Kalau kau bisa memainkannya sekarang, kami akan memberikannya padamu sebagai hadiah." Ujar Panit.


Saran setuju. "Dulu, para lelaki akan memainkan gitar karena para wanita. Hari ini, aku akan memainkan gitar untuk wanita-wanitaku yang paling cantik. Ibuku... sekaligus istriku."

Saran pun mulai memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu romantis sambil menatap Rin dengan penuh cinta.


Saat semua orang pindah ke ruang makan, Ibu bertemu Rin di luar dan langsung memeluknya kangen. Sejak kapan dia tiba di sini?

"2 hari yang lalu. Saya datang untuk bantu-bantu di rumahnya Braranee."

"Kau melakukan ini untuk menurunkan wibawanya Duang, bukan?"

"Ini idenya Khun Panit dan Braranee."

"Bagus. Buddha memang mengajarkan seseorang untuk menghentikan seseorang yang pantas dihentikan."

Belakangan ini Duang melakukan banyak hal yang kelewat batas. Rin harus pulang. Tanpanya, rumah tidak terasa seperti rumah sekarang ini. Segalanya kacau balau. 

Mae Sai dan Sherm bahkan bilang kalau mereka akan minggat kalau Rin tidak kembali. Dan bunga-bunga di rumah juga dihancurkan. Apa Rin tidak mengkhawatirkan bunga-bunganya?

"Dia bahkan kesal dengan bunga?"

"Dengarkan ibu baik-baik, Nak. Sejak Saran pulang, dia tidak tidur sama sekali di rumah. Dia selalu tidur di kantor wilayah."

Saran benar-benar menunjukkan ketulusannya, menunggu Rin untuk kembali dan menunjukkan pada Rin kalau Rin bisa mempercayainya. Saran keluar saat itu dan Ibu pun cepat-cepat masuk biar mereka bisa berduaan.


"Baju pengantin sangat cantik, dan gaun ini pun sangat cantik. Kau terlalu sering kelihatan cantik. Itu menyiksa hatiku, tahu tidak?" Ujar Saran sambil menggenggam tangan Rin.

"Kau lihat sendiri, kan? Saat aku di rumah, aku bahagia. Tapi di sini, aku selalu menghadapi masalah yang melelahkan hatiku. Bagaimanapun, tangan yang kita pegang ini hanya ada lima jari."

Dia menghitung kelima jari Saran yang sedang menggenggamnya, entah apa maksudnya, sebelum kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Saran.

"Gaun mahal dari mana pun tidak akan pernah sama dengan baju biasa yang dipakai di dapur. Duduk di dapur, bekerja di kebun dan menjemur pakaian. Setiap kali aku pulang di sore hari dan melihatmu, aku merasa seolah aku benar-benar pulang ke rumah yang sesungguhnya."

Maaf karena dia selalu membuat Rin lelah, tapi kehadiran Rin di rumah bisa menghapus rasa penatnya setiap kali dia pulang.


Saran sontak memeluk Rin dan berkata walaupun saat ini mereka belum punya jawaban untuk satu sama lain, tapi dia memohon agar Rin tinggal bersamanya dulu. Tinggal bersama agar dia bisa mencari tahu arti Rin baginya dan sebaliknya.


Pada saat yang bersamaan, Duang muncul di kantor wilayah dan langsung tanya ini dan itu tentang Saran pada seorang pegawai. Dia memberitahu Duang bahwa Saran biasanya tidur di lantai atas, tapi orang luar dilarang naik ke sana.

Mendengar itu, Duang dengan angkuhnya mengumumkan pada semua orang bahwa dirinya adalah istrinya Saran. Dia akan menunggu Saran di kantornya Saran, jadi bawakan dia kopi dan snack.


Saat semua orang mulai makan bersama, Istri Gubernur memuji masakan Rin. Tapi ia penasaran, katanya saat Saran berhadapan dengan Tiger Bang, dia memiliki semacam jimat. Kekuatan sihir apa yang dia miliki?

"Keyakinan. Saya tidak punya ilmu sihir apapun, hanya restu dari ibu saya."

"Sebentar, mereka menggunakan sihir hitam di daerahmu. Apa para petugas di sana punya semacam pengobar semangat?" Cemas Pak Gubernur.

"Saya sudah mengurus masalah itu." Ujar Kepala Sheriff.

Flashback.


Setelah penemuan buntelan berdarah waktu itu, Kepala Sheriff langsung memanggil biksu untuk melakukan tolak bala. Ia meyakinkan anak-anak buahnya bahwa biarpun sihir hitam itu sangat kuat, tapi segalanya tergantung bagaimana mereka menyikapinya.

Jika mereka menggunakannya untuk menusuk kebaikan, berarti mereka penjahat. Tapi jika sebaliknya, maka mereka adalah polisi dan tentara.

Saran pun meyakinkan mereka bahwa dia tidak punya sihir hitam apapun. Dia hanya percaya pada kekuatan yang paling agung, dia memiliki keyakinan.

Para bandit itu sering menyakiti warga desa dan pastinya mereka sering dikutuk orang. Bahkan sekalipun mereka sering bersemedi dan meminta kekuatan keramat, tapi para penjahat itu tidak akan bisa dibandingkan dengan mereka.

"Apapun yang mereka lakukan di sini, mereka melakukannya di bawah Garuda yang suci (lambang negara Thailand). Mereka berpikir akan terjadi hal buruk. Itu tidak akan terjadi."

"Saat kalian harus melawan mereka, jangan pernah takut. Kalian harus yakin. Itulah yang menjadikan kalian petugas hukum, keyakinan akan tuhan, keyakinan akan negara kita, keyakinan akan masyarakat. Keyakinan suci dan murni yang akan mengalahkan kejahatan. Kita harus menang!"

"Kita harus menang! Menang! Menang!"

Flashback end.


Kepala Sheriff memuji kehebatan ucapan Saran waktu itu. Dia benar-benar sukses membuat para petugas lainnya semakin bersemangat.


Tapi tanpa mereka ketahui, geng White Tiger sebenarnya mulai melakukan aksinya. Kao menyamar dan masuk ke kantor wilayah.


Di toko emasnya, Arun lagi bosan gara-gara tak ada pelanggan satu pun yang mampir ke tokonya sejak mereka mendapatkan tanda dari geng bandit itu. Padahal sudah ada seorang polisi yang berjaga, tapi tetap saja tokonya sepi. Mana sekarang hujan lagi.

Tepat saat itu juga, tiba-tiba ada seorang pria muda yang masuk. Arun langsung menyambutnya dengan senang hati. Sayangnya, dia tidak tahu kalau pria itu adalah geng White Tiger. Bahkan polisi yang bertugas pun, tidak curiga sama sekali

Arun menduga kalau dia pasti datang untuk membeli perhiasan untuk kekasihnya, yah? Tidak, dia justru datang untuk membuat perjanjian. Arun jelas bingung, memangnya mereka punya janji pada satu sama lain?

Pria itu tiba-tiba mengeluarkan pistolnya lalu menembak si polisi jaga tanpa ampun. Arun dan pegawainya pun sontak panik dan ketakutan bukan main.

Bersambung ke part 4

Post a Comment

0 Comments