Sinopsis Padiwarada Episode 8 - Part 2

 


Duang makin kelewatan. Kali ini dia memerintahkan Sherm untuk memotongi semua bunga-bunga mawarnya Rin. Saat Nuer melihat itu, dia jelas langsung berusaha menghentikan mereka.

Dia memberitahu Duang bahwa Rin biasanya hanya memetiki bunga-bunga yang dia perlukan. Lebih dari itu, Rin biasanya lebih suka membiarkan bunga-bunga itu di tangkainya.

Duang sinis mendengarnya. Rin suka kecantikan alami? Bagi dia sendiri, hal-hal semacam itu sama sekali tidak berharga. Bunga-bunga harus ditempatkan di vas yang cantik. Cepetan potong semuanya! Dia akan menggunakannya untuk dekorasi rumah.

"Khun Duangsawat. Kalau anda ingin bunga yang seperti itu, beli saja di pasar. Bunga-bunga ini milik Nyonya."

"Nyonyamu tidak kembali lagi. Akulah yang akan menjadi nyonya rumah ini! Dan kalian semua harus membiasakan diri denganku. Karena jika tidak, silahkan mengundurkan diri."


Para pembantu langsung ngaduh ke Ibu. Apa yang dilakukan Duang ini sama saja merendahkan Ibu.

Ibu tahu kalau Duang bersikap begitu karena mereka sangat dekat dengan Rin, Nuer tahu sendiri bagaimana Duang sejak dia kecil. Kedekatan mereka dengan Rin membuatnya sangat marah. Dia hanya ingin mengalahkan mereka.

"Mengalahkan kami dengan cara menganiaya kami? Astaga!"

"Khun Rin sangat lembut dan manis. Setiap kali kami salah, ia akan bicara dengan baik-baik pada kami. Dia ingin mengalahkan Khun Rin? Mimpi, iya kan, Bu?" Rutuk Sherm.

Mae Sai setuju. "Sama sekali tidak bisa dibandingkan."

Tapi Ibu sudah semakin menua sekarang. Ia hanya ingin hidup dengan tenang dan tinggal di biara. Ibu tidak mau bertengkar seperti ibu-ibu mertua lainnya, Ibu tidak akan sanggup melakukannya.

Trio pembantu jelas cemas mendengarnya. Jadi apakah itu maksudnya jika Rin tidak kembali, maka Duang yang akan menjadi nyonya rumah ini? Sial banget kalau begitu.

"Tidak apa-apa, Sherm. Kita akan pulang saja dan melakukan hal lain. Kita benar-benar tidak akan sanggup menerimanya. Kau harus tetap tinggal di sini, Nuer. Tinggallah bersama Khun Saran. Kau tidak boleh pergi ke mana-mana."

"Hadeh!"


Di kantor, Arun ikut rapat bersama para Sheriff untuk mendiskusikan aksi terbaru White Tiger itu. Sebelumnya geng bandit itu tidak pernah mengirimkan sinyal semacam ini setiap kali mereka mau merampok. Tapi aksi mereka kali ini, Saran yakin mereka melakukannya sebagai tanda pernyataan perang melawannya.

Jika mereka tidak bisa melindungi warga, maka masyarakat tidak akan mempercayai pemerintah lagi. Perampokan kali ini sangat penting bagi kedua belah pihak.

Saran yakin kalau kali ini, geng itu akan beraksi minggu malam. Saran sudah cukup lama mengobservasi pola perampokan mereka dan mendapati kalau geng bandit itu selalu memilih hari terbaik untuk merampok. Dan hari yang mereka pilih biasanya adalah hari liburnya para polisi yaitu hari minggu.


"Tapi, mereka cuma merampok di malam hari saja, kan?" Tanya Arun.

"Betul. Mereka tidak pernah merampok di siang hari."

"Kalau begitu, haruskah aku menutup toko atau mengelaurkan emas-emasnya dulu?"

"Mereka akan mengikuti kendaraan yang kau pakai membawa emasmu. Sekarang ini, mereka sudah mengirim seseorang untuk mengobservasi tokomu."

Perampokan kali ini sangat penting bagi geng itu karena mereka benar-benar membutuhkan emas. Karena itulah, lebih baik meninggalkan emas-emasnya di toko. Polisi bisa lebih muda melindunginya. Arun setuju.

"Kalau begitu, mari kita bersiap. Kita akan merekrut lebih banyak polisi untuk melindungi kota dan toko emas kita." Perintah Kepala Sheriff.

"Ada beberapa jalan kecil dekat toko emas. Saya akan mengirim beberapa petugas untuk menjaga tempat itu dulu. Mereka juga akan menginspeksi area sekitar sana." Ujar Pak Komandan.

 

Sementara itu, Kao sedang semedi sambil komat-kamit baca mantra saat anak buahnya masuk untuk melapor bahwa mereka sudah hampir selesai menyiapkan segala hal yang Kao perintahkan.

Para anggota mereka mendengarkan rencana mereka dengan baik dan sangat yakin bahwa takkan ada seorang pun yang bisa menangkap mereka.

Kao senang mendengarnya. "Waktu yang kupilih dan rencana yang kusiapkan akan bisa menghancurkan si Deputy Saran dan seluruh area ini!"


Rin masih galau, ragu antara harus pulang atau tidak. Bu tiba-tiba datang dan memberitahunya kalau Braranee menyuruh Rin untuk pergi ke rumah Braranee di Paktai hari ini juga.

Ini perintahnya Braranee loh, jadi Rin tidak boleh menolak. Dia bahkan langsung menyeret Rin untuk mengepak barang-barangnya saat itu juga.


Rin langsung menuju rumah mewahnya Braranee. Setibanya di sana, Braranee menyambutnya dengan hangat. Braranee mengaku kalau dia agak kesepian tinggal di rumah sebesar ini.

"Kau dan Khun Saran tidak seharusnya bertengkar. Aku suka dia. Sepertinya dia ramah." Kata Panit.

"Rumah ini kekurangan banyak hal. Hampir tak ada apapun di dapur. Besok bantu aku belanja. Hari ini, kami akan mengantarkanmu."

"Mengantarkanku ke mana?"

"Rumahmu. Rumah Pak Sheriff."

Tapi Rin tidak mau. "Apa aku boleh tidur di sini?"


Braranee jelas tidak setuju. Rin sudah menikah, jadi dia harus tidur bersama suaminya... atau jangan-jangan Rin masih takut untuk mengonfrontasi wanita itu?

"Dulu kau cuma sendirian, rasanya pasti menakutkan. Tapi sekarang, kau punya aku dan dia. Siapapun yang membulimu, kami akan membantumu."

Panit punya ide bagus. Kalau Rin siap untuk berjuang, maka mereka akan membantunya. Saat Rin masih saja ragu, Braranee meyakinkannya kalau Panit benar-benar menyukai Saran, dia tidak ingin mereka berdua pisah.

Panit menyilahkan Rin untuk istirahat di rumah ini dulu untuk sementara waktu agar mereka bisa mempersiapkan rencana mereka.


Di kantor, Pak Gubernur mengingatkan anak-anak buahnya bahwa mereka tidak boleh gagal kali ini. Mereka harus melindungi toko emas itu dengan baik.

Para bandit itu terang-terangan menantang mereka. Mereka pasti berpikir kalau pemerintah pasti tidak bisa melindungi negara dan rakyat. Tapi salah satu polisi mengingatkan Saran untuk memikirkan baik-baik tentang keamanan mereka dan jumlah pasukan mereka yang terbatas.

Pak Gubernur lalu mengakhiri rapat mereka dan mengajak mereka semua makan malam di rumahnya Panit. Mereka semua diundang ke rumahnya, mereka bisa melanjutkan diskusi mereka di sana.

Saran kaget mendengar nama itu. Pak Gubernur membenarkan kalau Panit yang dia maksud adalah saudara iparnya Saran, dia punya bisnis di Beenung. Dia pindah kemari sekarang dan berniat untuk menetap di sini.

Kemarin Panit sendiri yang datang memperkenalkan diri pada Pak Gubernur dan mengundang mereka makan bersama. Dia bahkan mengirimkan mobil untuk menjemput mereka. Apa Saran tidak tahu?


Tepat saat itu juga, Nuer datang untuk memberitahu bahwa Panit sudah menunggu di luar. Mereka semua pun bergegas keluar untuk menyapa Panit yang mengaku kalau dia memang belum memberitahu Saran, dia datang sendiri kemari untuk menjemput mereka.

Dia mengerti kalau mereka semua pasti sedang sangat sibuk. Rumor sudah menyebar dan membuat semua orang ketakutan. Lebih baik sekarang mereka pergi dan melanjutkan diskusi di rumahnya saja.


Pada saat yang bersamaan, Braranee pergi menemui Ibunya Saran untuk mengundangnya makan bersama di rumah barunya, tapi tanpa memberitahu tentang Rin. Untung saja, karena tepat di belakang semak, ada Jim Lim yang menguping percakapan mereka.

Dia langsung bergegas pulang dan gelisah menunggu Duang pulang karena dia sudah ngebet banget ingin melaporkan masalah ini ke majikannya itu.


Yang ditunggu-tunggu akhirnya pulang juga tak lama kemudian. Ternyata dia habis dari salon cuma gara-gara bosan di rumah terus. Jim Lim pun langsung melaporkan apa yang barusan di dengarnya itu.

Tapi Duang sama sekali tidak curiga. Itu kan cuma adiknya Rin, dia mungkin datang untuk sekedar berkunjung. Yang penting bukan Rin yang datang, jadi lupakan saja.

"Tapi bagaimana kalau mereka membuat janji untuk ketemuan? Bisa saja ini rencana untuk mempertemukan Braralee dengan Pak Sheriff. Jangan lupa kalau Pak Sheriff tinggal sepanjang hari di kantor. Kita tidak tahu siapa yang dia temui." (Pfft! Pembantunya lebih pinter dari majikannya)

Duang jadi cemas mendengarnya. Kalau begitu, malam ini dia akan menginap di kantornya Saran saja.


Rin sendiri sudah bersiap dan berdandan sangat cantik, penampilannya kali ini benar-benar seperti wanita kelas atas.

Flashback.


Pagi itu, Braranee memberinya sebuah gaun mewah yang masih baru. Dulu Rin selalu membantunya memilih baju dan makeup sehingga dia tidak pernah merasa malu saat menghadiri berbagai pesta. Tapi kali ini Rin harus berdandan sendiri.

"Aku tidak terbiasa."

Sembari menggenggam tangan Rin, Braranee mengingatkannya kalau sekarang keadaan Rin sudah berbeda. Sekarang dia adalah anak ayah dan ibu, dia juga membawa wajah keluarga sekarang. Karena itulah dia harus dandan.

"Apa berbuat baik tidak mewakili wajah keluarga?"

"Tentu saja berbuat baik adalah kehormatan sejati. Tapi bagi masyarakat yang penuh dengan orang pintar dan orang yang kurang pintar, orang baik dan orang jahat, penampilan luar tetaplah penting."

Pakailah baju ini dan berdandanlah agar Rin kelihatan seperti putrinya Tuan Bumrung. Rin harus menjadikan dirinya sendiri sebagai wanita paling cantik di Phranakorn.

Flashback end.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments