Sinopsis Padiwarada Episode 8 - Part 1

  


Saran tiba di rumah dengan wajah murung, apalagi saat dia melihat bunga-bunga melati  selalu membuatnya teringat akan Rin. Semua orang pun langsung keluar menyambutnya dengan gembira. Tapi apa dia pulang sendirian?

"Rumah ini tanpa dia di dalamnya..."

"Nyonya tidak kembali bersama anda?"
 

Duang yang baru datang jelas senang bukan main mendengar Rin tidak kembali bersama Saran. Dia bahkan langsung menggelandot manja ke Saran, mengklaim kalau dia khawatir geng bandit itu melakukan sesuatu pada Saran.

Saran tak nyaman dan langsung melepaskan pegangan tangan Duang. Tapi Duang tak peduli dan dengan pedenya meminta maaf karena sudah mengeluh seperti ini. Dia tidak akan menangis, dia harus kuat karena dia adalah istri seorang sheriff.


Males banget sama Duang, Ibu langsung menyuruh Saran istirahat saja dulu dan menghadang Duang saat dia mencoba masuk rumah mengikuti Saran. Duang mengklaim kalau dia mau menyiapkan makanan dan minuman untuk Saran.

"Tidak usah. Kami punya pembantu." Tolak Ibu.

Duang masa bodo. Bagaimana bisa pembantu lebih baik daripada seorang istri. Sekarang tidak ada yang mengurus Saran. Sebagai istri lainnya Saran, Duang ngotot akan mengurus mereka sekeluarga lalu naik menyusul Saran ke kamarnya bahkan sebelum Ibu sempat protes.

Ibu benar-benar tak percaya mendengarnya. "Lihatlah cara bicaranya."

"Dia tidak tahu malu. Dia berada di daerah selatan tapi sama sekali tidak ada malu tertempel di wajahnya. Itu bisa merusak wajahnya."


Saran baru saja mencopot kalung Buddha-nya Rin dan meletakkannya sembarangan di meja saat Duang datang dan tanya kenapa Rin tidak pulang bersamanya.

"Seharusnya kau tanya itu pada dirimu sendiri." Sinis Saran.

"Braralee itu wanita yang pintar. Dia memilih hal yang benar untuk kita bertiga. Saran, lupakan saja dia."

"Kau sudah tahu apa yang terjadi di kota. Aku tidak punya waktu memikirkan hal lain. Beberapa hari ke depan aku mungkin harus tidur di kantor. Aku mau mandi sekarang." Tegas Saran lalu keluar.

Duang kesal bukan main dibuatnya dan langsung membanting barang-barangnya Saran. Tapi begitu Saran kembali gara-gara mendengar Duang membanting barang-barangnya, Duang sontak mengubah ekspresi setannya jadi sok melas dan meminta maaf. 


Dia ngotot mengklaim kalau Saran cuma butuh waktu. Karena itulah, dia akan memberi semua orang waktu untuk melupakan wanita itu. Mereka pasti akan melupakan wanita itu seiring berjalannya waktu.

Saran cuma menatapnya dengan jijik sebelum kemudian keluar lagi sambil geleng-geleng kepala. Duang jelas tidak mau menyerah begitu saja. Wanita itu sudah pergi, jadi dia harus kuat. Dia harus menjadi wanita nomor satu lagi di hati Saran.

 

Dia akhirnya memutuskan untuk tenang dulu sekarang lalu mengembalikan barang-barangnya Saran ke meja... dan saat itulah dia melihat kalung Buddha itu.

Dia tahu betul kalung itu pasti kalungnya Rin. Dia langsung punya ide licik saat itu juga lalu pergi dengan membawa kalung itu bersamanya.


Rin sedang gelisah di rumah saat Tuan Bumrung pulang dan tiba-tiba mengumumkan bahwa mereka ada masalah. Tuan Bumrung dapat kabar tentang geng White Tiger yang mengancam pemerintah dengan meletakkan benda murahan di depan kantor wilayah.

Mereka datang untuk menyebabkan kericuhan di kota dengan merampok sebuah toko emas. Rin jelas cemas mendengarnya, itu kan toko emasnya Arun.

"Lalu bagaimana dengan rumahnya Braranee?" Cemas Ibu.

"Rumahnya ada di distrik lain, Bu. White Tiger belum pernah mengganggu daerah tempat tinggalnya Khun Braranee dan Khun Panit."


Tuan Bumrung penasaran apakah Rin tidak akan pulang? Suaminya pasti sibuk dan ibu mertuanya juga ada di sana. Rin harus ingat bahwa tugasnya sebagai istri adalah mengurus ibu mertuanya sekaligus menyemangati suaminya.

"Ibu setuju dengan ayahmu, Rin."

"Aku lelah. Lelah karena harus melihat wajah wanita itu. Bahkan berpikir melihat wajahnya saja sudah membuatku lelah."

Khun Ying dan Tuan Bumrung bingung apa maksudnya. Buranee yang akhirnya menjelaskan kalau yang dimaksud Rin adalah mantannya Saran, wanita itu bahkan sengaja menyewa rumah sebelah.


Khun Ying santai saja menanggapinya. "Dia kan cuma orang ketiga. Kenapa juga kau takut padanya? Ibu pernah berurusan dengan satu (wanita) sebelumnya. Ibu menyusulnya ke Inggris dan menangani wanita itu."

Hah? Rin dan Bu sontak melongo penasaran. Tuan Bumrung mendadak canggung lalu buru-buru kabur dengan alasan mau mandi. (Pfft! Tuan Bumrung pernah selingkuh juga toh?)

"Beneran, Bu?" Tanya Buranee.


Benar. Wanita itu bernama Katherine, mantan rekan kerjanya Tuan Bumrung. Ah, Rin ingat. Khun Ying kan pernah meninggalkan mereka demi mengikuti Tuan Bumrung ke Inggris hingga mereka harus dibesarkan oleh pengasuh. Apa Bu masih ingat?

"Aku baru tahu kalau itu karena wanita itu. Apa Ibu lihat wajah Ayah barusan?"

"Ibu benar-benar meninggalkan rumah karena alasan ini? Tapi waktu itu Ibu bilang kalau Ayah sakit?"

"Perubahan adalah hal alami di dunia ini. Siapapun yang berpikir bahwa cinta itu kekal abadi bak kisah dongeng, maka pikiran mereka salah."

"Ayah benar-benar mencintai wanita bule?"

"Benar."

"Hah?"

"Kenapa? Apakah aktor utama harus selalu jadi satu-satunya? Itu cuma ada di kisah dongeng. Manusia pasti akan mengalami suatu masa di mana mereka bisa jatuh cinta pada orang lain juga."

"Apa Ibu tidak sedih?"

Tentu saja Khun Ying sedih. Sangat sedih. Waktu itu, Khun Ying berpikir bahwa kalau Tuan Bumrung mengusirnya, maka Khun Ying akan pulang ke orang tuanya dan mereka berdua akan bercerai.

Tapi ternyata Tuan Bumrung tidak mengusirnya, ia malah menjaga Khun Ying dengan baik. Dan pada akhirnya, wanita bule itulah yang mundur.


Buranee mengerti inti kisah itu. "Sama seperti Khun Saran. Jika dia menyukai wanita itu, kenapa juga dia meninggalkan pekerjaannya dan datang kemari untuk mendapatkanmu kembali."

"Rin, dengarkan Ibu. Jika kau menginginkan jawaban dari kehidupan, kau harus keluar dan jalani hidupmu. Jangan cuma menyembunyikan dirimu di rumah seperti ini. Cobalah keluar dan jalani hidupmu, Nak."


Saran baru saja ganti baju saat Nuer memanggilnya dan memintanya keluar. Dia tidak mengatakan untuk apa. Tapi setibanya di taman, Nuer dengan antusias menunjukkan bunga-bunga matahari di taman yang sekarang sudah bermekaran.

Saran jelas senang melihatnya. Tapi senyumannya memudar dengan cepat saat dia teringat pertengkaran mereka di sini dulu, saat Rin membuang biji-biji bunga matahari itu dan mengingatkannya bahwa dia tidak ingin lagi mencintai ataupun setia pada siapapun dan mereka berdua tidak akan pernah bisa menanam benih cinta dan kesetiaan pada satu sama lain.

 

Dia semakin sedih saat dia kembali masuk rumah dan melihat tirai jendela yang menyimpan kenangan akan Rin, kenangan saat dia melihat Rin menjahit tirai itu sendiri dan memasangnya sendiri di jendela itu. Bahkan seluruh isi rumah ini pun menyimpan kenangan akan Rin


Saat dia hendak masuk kamar malam harinya, dia mendadak mengurungkan niatnya dan memutuskan masuk ke kamarnya Rin. Kamar yang membuatnya teringat kembali kenangan mereka di sana, saat Rin berusaha mengusirnya pakai sapu.

Dia benar-benar merindukan Rin. Tapi tak ada yang bisa dilakukannya selain memeluk bantalnya Rin. Bantal yang membuatnya teringat saat pertama kalinya dia memeluk Rin tanpa Rin sadari sama sekali. (Poor Saran, kayaknya kesepian banget)


Tuan Bumrung baru saja selesai berdoa dan menemukan Rin sudah menunggunya di depan ruangan. Dia ingin menanyakan sesuatu pada Tuan Bumrung.

"Semua yang dikatakan ibumu tadi benar adanya." Aku Tuan Bumrung.

"Jadi, ayah benar-benar mencintai wanita bule itu? Ayah mencintai Ibu sekaligus wanita bule itu?"

Bagaimana dengan Rin sendiri? Dia kan mencintai ayah, ibu, Braranee dan Bu. Manusia hanya bisa memiliki satu cinta dan satu hati karena moralitas dan tradisi. Tapi setelah tinggal bersama cukup lama...

"Cenderung ada perubahan?" Sahut Rin.

"Benar. Itu hal yang natural. Cinta adalah sesuatu yang harus kalian ciptakan. Kalian harus saling membantu menciptakannya setiap hari."

Dulu saat Khun Ying datang padanya untuk menyadarkannya, Tuan Bumrung mulai bisa berpikir dengan baik. Ia lalu membiarkan Khun Ying tinggal untuk menciptakan kembali cinta di antara mereka.

"Cinta itu sesuatu yang harus diciptakan?"


"Orang yang menunggu datangnya cinta, akan menunggu sepanjang hidup mereka. Orang yang mengharapkan sesuatu dari cinta, justru akan kecewa. Tapi mereka yang menciptakan cinta sendiri, tidak akan menunggu dan tidak akan pernah menyerah. Mereka akan memiliki cinta di sekeliling mereka."

Tapi tetap saja Rin merasa tidak percaya diri. Wanita lain itu jauh lebih baik dan lebih cantik darinya. Dia juga punya status sosial dan bisa membantu pekerjaannya Saran.

"Bukankah lebih baik membiarkan Khun Saran memutuskan apa arti cinta untuknya? Rin, selama kau menjalankan tugas yang kuminta untuk kau laksanakan, lakukanlah yang terbaik. Jangan biarkan orang lain berkata kalau kau tidak bertanggung jawab."

"Baik."

 

Mae Sai sedang memasak saat Duang mendadak muncul bersama Jim Lim dengan membawa makanan dua rantang sambil menyindir masakannya Mae Sai tanpa tedeng aling-aling, dia bahkan dengan kasarnya menyuruh Mae Sai untuk memberikan masakannya itu pada anjing.

Kesal, Mae Sai balas menyindir Duang dengan memberitahunya kalau Pak Sheriff tidur di kantor semalam. Duang ngotot kalau dialah yang akan mengurus rumah ini dan Ibunya Saran. Satu rantang makanan ini untuk Ibu dan satunya akan dia kirim ke kantor.

"Boleh saya tanya. Siapa yang sebenarnya mengundang anda (kemari)?"


"Aku berteman dengan Saran selama lebih dari 10 tahun dan menjadi kekasihnya selama 10 tahun. Bahkan istri sahnya sudah melarikan diri ke Phranakorn. Kenapa juga aku membiarkan tongkat rendahan sepertimu berusaha mengalahkan tongkat atasan sepertiku? Makananmu menjijikkan. Kau melakukan pekerjaan rumah yang sia-sia."

"Tidak ada kata yang terlalu mulia. Orang-orang ningrat adalah orang mulia. Mereka yang mengatakan sesuatu untuk menyakiti orang lain dan segala alasan yang anda buat adalah perbuatan orang jahat."

"Dan fakta kalau mengkonfrontasiku pastilah alasan orang-orang yang membenci kecakapan dan kemampuan. Kebenaran yah kebenaran dan jika kau bekerja dengan buruk, maka itu tidak bagus."

Sekarang Mae Sai boleh terus bekerja. Tapi setelah itu, dia akan menyuruh Jim Lim mencarikan chef baru. Dia akan menilai masakannya dulu karena dia tidak akan menerima pekerja hanya karena kasihan. Dia tidak akan mengatur rumah ini asal-asalan seperti mantan nyonya-nya Mae Sai itu. Wah, Mae Sai jelas sakit hati dibuatnya.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments