Sinopsis Padiwarada Episode 11 - Part 1

  


Braranee sampai terbaring sakit gara-gara Bang Toyib Panit yang tak kunjung pulang. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, Rin datang dengan membawa seluruh keluarga mereka dan Arun.

Semua orang sedih dan cemas melihat keadaannya. Braranee pun sontak menghambur ke pelukan mereka dengan berlinang air mata. Bagaimana mereka bisa kemari?

Rin mengaku kalau dialah yang mengirim telegram ke mereka dan Arun yang membawa mereka semua kemari. Mereka semua sangat mengkhawatirkan Braranee. Tuan Bumrung yakin Panit tidak akan pernah kembali, jadi sebaiknya Braranee pulang bersama mereka.

 

Tapi Braranee masih saja keras kepala tidak mau pisah dari Panit. Dia tidak mengerti kenapa semua orang begini padanya. Kenapa Ayah malah menyuruhnya meninggalkan Panit padahal Ayah sendiri yang mengajari anak-anaknya untuk menjadi istri yang baik dan setia pada suami. Apa sekarang ajarannya itu sudah tidak penting?

Khun Ying langsung memeluk putrinya itu dan membiarkannya menangis dalam pelukannya. Setelah Braranee cukup tenang, Khun Ying menyuapinya makan. Dan syukurlah kali ini mood Braranee sedikit membaik hingga dia bisa makan dengan lahap.


Tapi Khun Ying langsung membahas Panit lagi dan merutuki kejahatan yang dilakukannya. Panit tahu betul kalau apa yang dilakukannya itu sangat beresiko, tapi dia tetap saja melakukannya, malah memaksa orang lain berkomplot dengannya. Orang seperti Panit itu orang egois.

Braranee masih saja membela suaminya itu dan bersikeras meyakinkan mereka bahwa Panit sudah berjanji kalau dia hanya akan meminta Saran melakukannya sekali ini saja.

"Tapi dari apa yang ayah dengar, Khun Panit bukanlah orang yang setia. Orang baik macam apa yang bersikap misterius seperti itu? Dia mungkin sudah terbiasa melakukan tindak ilegal. Dia mungkin jadi kaya dengan melakukan cara-cara ini."


Braranee ngotot kalau dia sudah menikah dengan Panit. Kalau dia pulang, maka itu artinya dia lari dari masalah dan membiarkan Panit menyelesaikan masalahnya sendiri. Orang-orang pasti akan mengatainya mencampakkan suaminya saat suaminya kesusahan dan terjerat hutang. Braranee yakin kalau Panit pasti akan kembali, pasti.

"Kalau begitu, ayo pulang dan tunggu dia di ibu kota."

Tuan Bumrung yakin jika Panit pulang dan tidak melihat Braranee, dia pasti akan mencari Braranee ke ibu kota. Biarkan Panit mengikutinya ke ibu kota agar Tuan Bumrung bisa bicara dengannya. Kalau Panit tidak mau meninggalkan pekerjaan kotornya, maka Braranee harus berpisah dengannya.

Braranee tidak terima. Waktu Saran terluka, Tuan Bumrung menyuruh Rin untuk menemani Saran. Tapi kenapa sekarang Tuan Bumrung malah menyuruhnya meninggalkan Panit saat Panit dalam kesusahan?

Tentu saja situasi mereka berbeda. Suami dan istri adalah jangka bagi satu sama lain. Tugas suami adalah menuntun istri, sedangkan istri adalah jiwanya suami dan anak-anak mereka. Suami dan istri harus saling menuntun satu sama lain ke arah yang benar.

Jika dia memiliki suami yang korup, maka hidupnya hanya akan dirundung masalah. Mereka tidak akan membiarkan putri mereka hidup seperti itu. Braranee harus mengakui kalau Saran dan Rin melakukan hal yang benar.

"Terima kasih, Ayah, Ibu. Terima kasih atas pengertian kalian." Ucap Rin.


Arun cemas. Jika mereka bercerai, maka Braranee pasti akan dipermalukan semua orang. Termasuk keluarga, kerabat dan teman-temannya.

Khun Ying sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Mereka adalah keluarga. Jika Panit berjalan di jalan yang salah dan Braranee tidak memperingatkannya atau mencegahnya, malah membiarkannya berbuat kejahatan, maka kehidupan rumah tangganya tidak akan pernah tenang. Tapi Braranee tetap saja bersikeras tidak mau pulang.


Pada saat yang bersamaan, Chalat tiba di Paktai untuk mengunjungi Saran. Saran memberitahunya kalau mertuanya datang untuk menjemput Braranee. Rin lah yang meminta mereka kemari karena mereka khawatir Braranee mungkin akan jadi gila kalau dibiarkan terus-menerus.

Mengalihkan topik, Saran penasaran apakah Chalat sudah menemukan adiknya? Belum. Dia justru harus mulai mencari dari awal. Masalahnya dia tidak tahu harus mulai dari mana, makanya dia datang kemari untuk menjernihkan pikirannya. Siapa tahu dia akan kepikiran sesuatu nantinya.

Ternyata dia cukup beruntung karena bisa bertemu Buranee di sini. Mereka berdua pasti pernah bertemu di kehidupan mereka yang sebelumnya.

"Kau pergi untuk mencari adikmu, tapi masih saja merayu cewek seperti biasanya."

"Hei, aku serius dengan yang satu ini. Bagaimana bisa aku mempermainkan wanita baik seperti dia? Apa kau tidak mau jadi iparku? Aku bisa kok mencari adikku sambil merayu Khun Bu secara bersamaan."

"Bagaimana caranya kau akan mencari adikmu kalau caranya seperti itu?"

"Aku harus menemukannya."


Karena Braranee ngotot tidak mau pulang, Arun menyarankan agar mereka tinggal saja di rumah ini. Ayah setuju-setuju saja.

"Berilah dia waktu. Aku tidak pernah melihat putri kita seperti ini sebelumnya. Sekarang ini pasti masa yang paling menyedihkan baginya." Pinta Khun Ying.

Buranee meminta Arun untuk ikut tinggal di sana bersama mereka dan tentu saja Arun setuju. Braranee sudah seperti adiknya sendiri. Dia ikut kemari karena mencemaskannya. Jadi tentu saja dia tidak akan pergi semudah itu.

"Khun Barranee marah padaku dan Khun Saran. Dia bahkan tidak mau melihat wajah kami."


Keesokan harinya saat bersiap berangkat kerja, Saran benar-benar lega mendengar kedua orang tua Rin tidak menyalahkannya sama sekali. Mereka benar-benar baik padanya.

"Kan sudah kubilang, mereka mengerti. Kecuali Braranee. Aku tidak tahu kapan Braranee akan melupakannya dan pulang ke rumah."

"Biarkan segalanya berjalan sedikit demi sedikit. Karena orang tuamu di sini, jangan lupa undang mereka ke pesta."

Saran benar-benar antusias. Ini hari pertamanya balik kerja setelah sekian lama absen. Rin memberitahu kalau kopernya Saran sudah ditaruh di mobil. Ngomong-ngomong tentang itu, Saran baru ingat kalau dia meninggalkan petanya di tasnya.


"Sudah kutaruh di koper."

"Bagaimana kau tahu kalau aku mau membawanya?"

"Beberapa bulan belakangan ini, kau begitu sibuk mencari markasnya White Tiger. Kau begitu kacau mempelajari map itu sampai kau hampir memeluknya dalam tidurmu."

"Kau memahamiku dengan baik. Tapi sekarang, aku memeluk istriku." Goda Saran lalu memeluk Rin erat-erat.


Malu, Rin cepat-cepat melepaskan diri lalu menyerahkan dompetnya Saran. Dia juga sudah mengisinya dengan beberapa lembar uang. Dompet macam apa tidak ada uangnya. Beritahu dia kalau lain kali Saran kehabisan uang. Siapa tahu terjadi sesuatu darurat, apa yang akan Saran lakukan jika dia membuka dompetnya dan tidak punya uang untuk orang?

"Aku akan menyuruh mereka untuk mendapatkan uang dari istriku di rumah. Istriku adalah dompetku, makananku, ranjangku, cintaku. Kau adalah segalanya bagiku."

Aduh, aduh, gombal banget deh. Rin tersenyum mendengarnya. Satu hal lagi. Kali ini, Saran tidak boleh lupa.


Dia lalu melepaskan kalung Buddha-nya dan mengalungkannya di leher Saran sambil saling menatap dengan penuh cinta.

"Terima kasih. Aku sekarang memiliki kalung Buddha ini dan restu darimu. Dengan semua ini, aku pasti akan selamat. Tidak akan terjadi apapun padaku sekarang. Aku pergi, yah?" Pamit Saran lalu mengec~p pipi Rin.

 

Saran masih pamit untuk yang kedua kalinya di luar sambil menggenggam mesra kedua tangan Rin. Tapi sebelum dia sempat pergi, Rin tiba-tiba menariknya kembali lalu berjinjit untuk balas mengecup pipi Saran.

Saran semakin sumringah mendapat kecupan pipi itu. "Sekarang aku punya kekuatan untuk berperang melawan White Tiger."


Tepat setelah Saran pergi, Arun mendadak muncul dari belakangnya Rin dengan wajah sedih. Dia dengar dari Nuer kalau Rin dan Saran sudah menandatangani sertifikat pernikahan.

"Rasanya seperti ada pisau menusuk wajah dan hatiku. Kau ingin aku patah hati sampai aku mati."

"Aku selalu menjadi adikmu. Sama seperti Khun Braranee dan Khun Bu. Bukankah kau pernah bilang padaku bahwa kebahagiaanku adalah kebahagiaanmu. Apa kau ingat?"

"Baiklah. Aku akan berusaha melupakan perasaanku. Selamat yah, Rin." Ucap Arun setulus hati walaupun hatinya hancur.


Naris mengajak Duang ke sebuah pesta dan berdansa bersama. Duang tampaknya lagi senang banget hari ini, Naris pun ikut senang. Dia janji akan menjaga Duang dengan baik. Dia akan bekerja keras untuk membeli istananya kembali. Dia janji akan membuat Duang menjadi wanita paling bahagia di dunia.

Di meja depan, dua orang wanita sedang heboh sendiri menggosipkan semua orang di sekitar mereka. Bahkan Duang dan Naris tak luput dari nyinyiran mereka.

Ternyata salah satu dari wanita itu adalah teman sekolahnya Duang dulu. Dia dengar kalau Naris menjual istananya untuk memulai bisnis besar. Tapi siapa juga yang percaya. Semua orang tahu kok kalau Naris itu sudah lama bangkrut.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments