Sinopsis Padiwarada Episode 10 - Part 1

  


Rin tak yakin bisa meyakinkan Saran. Dia orang yang berpikiran kuat, dia tidak akan menandatangani dokumen ini. Braranee ngotot kalau Rin pasti bisa membujuknya. Saran mencintai Rin. Jika Rin meminta dan memohon padanya, Saran pasti akan luluh.

"Kita saudara. Kita keluarga, Rin. Apa kau tidak akan menyayangi dan membantuku lagi?"

"Aku menyayangi semua orang di keluarga Bumrung Prachakit. Bagaimana bisa aku tidak menyayangimu?"

"Kalau kau menyayangiku, maka kau harus membantuku. Anggota keluarga saling membantu satu sama lain, Rin. Kumohon. Tolong minta Khun Saran untuk menandatangani dokumen ini. Kumohon, Rin. Kumohon."

 

Kali ini Saran dan Nuer membantu Rin latihan tinju. Tapi yah gitu deh, Rin nggak banget ninju samsaknya walaupun Nuer sudah berusaha menyemangatinya untuk meninju lebih keras dan melampiaskan semua amarahnya.

"Aduh, Nyonya. Bagaimana bisa anda melawan bandit kalau seperti itu? Lihatlah saya." Nuer dengan pedenya menunjukkan keahliannya meninju samsak tapi malah terpleset dan terjengkang ke tanah. LOL! Malu deh.

"Saya salah perhitungan sedikit." Alasan Nuer 

"Bagaimana kalau kita break sebentar. Aku haus."

Oke. Nuer setuju, dia akan mengambilkan air untuknya. Tapi waktu berbalik mau pergi, mendadak dia terpleset lagi dan tersungkur di bawah kaki Saran. Duh, malunya. Nuer beralasan kalau kakinya cuma lagi lemah aja kok.


Begitu Nuer pergi, Saran mengungkit-ungkit Braranee yang belakangan ini sering berkunjung kemari, tapi dia pura-pura tak tahu ada masalah apa. Canggung, Rin mengklaim kalau itu cuma masalah keluarga.

"Baguslah aku tidak membantunya waktu itu. Sekarang ini pemerintah sangat serius menekan ekspor beras ilegal. Sudah masuk koran malah."

Kalau waktu itu dia sampai membantu Panit, maka dia pasti akan dikira sebagai komplotan dan karirnya sebagai pegawai negeri akan tamat. Dia mungkin akan dikirim ke penjara bersama Panit. Rin jelas semakin galau mendengarnya.

"Braranee sangat mencintai Khun Panit. Dia mungkin memintamu untuk bicara denganku, bukan? Kau akan memintaku menandatangani dokumen, kan? Antara Braranee dan aku, kau mungkin lebih menyayangi Braranee. Mataharimu adalah keluargamu yang satu itu, bukan aku. Bahkan sekalipun aku dipenjara, kau mungkin tidak akan peduli."


Rin menyangkal. Dia bahkan belum meminta Saran melakukan apapun. Lagipula kalau dia ingin Saran menderita, dia pasti sudah lama pergi meninggalkan Saran alih-alih tinggal di sini menemaninya.

"Braranee harus memilih tugas antara menjadi orang baik dan tugas sebagai istri. Kau juga harus memilih antara aku dan keluargamu."

"Apa maksudmu?"

"Aku tahu kalau kau dan keluargamu menyembunyikan sesuatu dariku. Kau sangat amat mencintai keluargamu dan menganggapku sebagai orang asing, makanya kau tidak mau memberitahukan rahasia itu."

Rin jadi canggung mendengar Saran menyinggung masalah rahasianya. Melihat itu, Saran meyakinkannya kalau dia memahami Rin kok. Dia sendiri punya banyak masalah.


"Saat kita sudah bisa memandang satu sama lain sebagai keluarga, sebagai suami dan istri, dan saat kita berdua benar-benar bisa saling berbagi hati menjadi satu, maka aku akan membawamu untuk mendaftarkan pernikahan kita secara resmi."

Rin tercengang mendengarnya. Apalagi kemudian Saran berbesar hati menyuruh Rin untuk membawakan dokumennya Panit itu. Jika Rin memintanya, maka dia akan menandatanganinya demi Rin.

"Kenapa?"

"Kau sudah melakukan banyak hal untukku. Aku juga tidak enak karena kau sering dibuli Duangsawat. Aku berusaha mencari cara untuk membalasmu. Jika kau mau berjanji bahwa ini akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya, aku akan menandatanganinya."

 

Tapi dalam surat balasannya pada Chalat, Saran mengaku kalau sekarang ini dia sedang menguji hati istrinya. Jika Rin memilih keluarganya dan memintanya untuk membantu Panit, maka dia akan menandatangani dokumen itu untuk Rin. Tapi setelah itu, dia akan melepaskan Rin. Saran lebih memilih untuk hidup sendiri saja seperti yang pernah dia bilang ke Chalat dulu.

"Jika kami tidak saling mencintai, maka tidak seharusnya kami membentuk keluarga bersama." Ujar Saran dalam suratnya.

Tapi Chalat tak percaya. Dia tahu betul kalau Saran sangat menyukai Rin. Tidak mungkin akan melepaskan Rin. Setelah membaca surat itu, Chalat pun pergi melanjutkan misi pencariannya.


Di kamarnya sendiri, Rin galau menatap dokumen itu, dia benar-benar perang batin antara harus memilih suaminya atau membantu Braranee.


Keesokan harinya saat Saran masih tidur, Rin dengan ragu meletakkan dokumen itu di mejanya Saran. Tapi sedetik kemudian, sepertinya dia mulai berubah pikiran.

Saat Saran terbangun, Rin akhirnya benar-benar mengurungkan niatnya dan cepat-cepat menyembunyikan dokumen itu di dalam keranjang pakaian kotor.

Sambil beralasan kalau dia datang cuma untuk mengambil pakaian kotor, Rin pun pergi membawa dokumen itu pergi. Tapi Saran sempat melihat dokumen itu dan senyum pun langsung tersungging di wajahnya.


Di Chiang Mai, Chalat akhirnya menyadari kehadiran si penguntit itu. Dengan sengaja dia bersembunyi untuk menangkapnya dan menuntut siapa dia dan alasannya mengikutinya.

Bibi itu berusaha menyangkal dan beralasan kalau dia cuma mau mencari rebung. Chalat tak percaya, jelas-jelas Bibi mengikutinya sejak dia keluar dari gedung kantor itu kemarin. Kalau Bibi tidak mau bilang, dia akan melaporkannya ke polisi.

"Jangan tahan aku. Aku cuma ingin tahu siapa kau dan kenapa kau berusaha mencari orang-orang yang pernah bekerja di pabrik kayu. Itu saja."

"Apa kau bekerja di sana dulu?"

"Betul. Aku dulu bekerja dia kantor ayahmu. Lepaskan aku."

"Kau kenal ayahku juga?"

"Aku cuma tahu dia siapa. Aku tidak tahu apa-apa. Aku pergi." Kata Bibi itu lalu buru-buru kabur.


Malam harinya, Rin tidak bisa tidur dan terus bergulingan ke kanan dan ke kiri sampai membuat Saran tidak bisa tidur juga.

"Aku tidak pernah tidur seranjang dengan seseorang sebelumnya. Aku baru tahu kalau tidur seranjang dengan seseorang itu tidak enak. Jika yang satu bergerak, maka yang lain akan terbangun juga."

"Maaf. Aku tidak bisa tidur."

Mendengar itu, Saran tiba-tiba menyingkirkan bantal penghalang mereka sambil menatap Rin dengan senyum menggoda sampai membuat Rin gugup dan buru-buru memasang bantal pemisah mereka lagi.


Rin mengaku kalau dia cuma sedang mencemaskan Braranee. Sebaiknya Saran balik tidur saja. Rin janji tidak akan bergerak-gerak lagi dan menganggunya.

"Bahasa Thai itu bagus, yah? Kepercayaan (Meletakkan Hati) adalah meletakkan hati kita di tangan mereka dan yakin bahwa mereka tidak akan merusaknya, karena kita mempercayai mereka."

"Memahami (Di Dalam Hati) adalah meletakkan hati kita di dalam hati mereka agar kita mengerti dan tahu orang seperti apakah mereka. Jika kita memahami mereka, kita juga akan mempercayai mereka."

Saran lagi-lagi menyingkirkan bantal penghalang mereka sambil menatap Rin dengan senyum manis. "Terima kasih telah memahamiku. Terima kasih."


Mendengar itu, senyum Rin pun mengembang lebar. Tapi Saran tiba-tiba bangkit lalu bergerak mendekati Rin. Musik romantis pun berkumandang... saat tiba-tiba saja Rin menghajar dagu, hidung dan jakunnya Saran. LOL!

"Kelemahan tubuh. Kau sendiri yang mengajariku."

"Jahatnya."

"Aku tidur di sini karena kau belum sembuh. Aku akan kembali ke kamarku begitu kau sudah sembuh dan bisa berjalan kembali."


Tak mau kejadian ini terulang lagi, Rin langsung mengambil 3 bantal tambahan lalu menatanya di sepanjang kasur mereka. Saran jelas sebal banget.


Sekarang Chalat gantian membuntuti si Bibi misterius itu sampai ke rumahnya dan diam-diam memotretnya. Dia lalu mendekati Bibi itu dan menanyakan namanya.

"Aku Reung." Kata Bibi. Hmm... tapi sikapnya agak mencurigakan.

Chalat memperhatikannya dengan agak heran. Bibi pasti sangat cantik saat masih muda dulu. Ayahnya dan para pekerja lainnya pasti jatuh hati pada Bibi.

"Baiklah. Baiklah. Aku istri ayahmu. Itu kan yang ingin kau dengar?"

"Sungguh?"

"Saat aku bicara jujur, kau tidak mempercayaiku. Kalau kau tidak mempercayaiku, maka pergilah. Pergi! Aku sudah lama hidup sendirian dan tidak pernah meminta apapun dari ayahmu. Apa kau pikir aku menginginkan sesuatu darimu?"

 

Chalat percaya. Lalu, apa Bibi tinggal sendirian? Bibi mengaku kalau dia punya anak dengan Ayahnya Chalat, seorang putri.

"Lalu di mana dia sekarang?" Tuntut Chalat

"Kau ingin bertemu dengannya? Kenapa kau ingin bertemu dengannya? Bagaimana dengan ayahmu?"

"Katakan dulu di mana putrimu?"

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments