Sinopsis Hua Jai Sila Episode 6 - 2

 Sinopsis Hua Jai Sila Episode 6 - 2


Tengah malam, Min termenung sedih di luar rumah sambil membawa harmonikanya Tor tanpa menyadari Sila sebenarnya ada di luar dan melihatnya dari cela pagar.


Dia hampir saja mau masuk, tapi tiba-tiba dia melihat Kwan menghampiri Min dan tanya apakah Min berhasil mendapatkan mobilnya kembali.

"Tidak."

"Tidak masalah. Lagipula mobilmu itu sudah tua dan sebentar lagi pasti akan rusak juga."

Dia lalu 'berbaik hati' memberikan sepatu bekasnya yang sudah sangat usang untuk Min. Dia mengklaim kalau itu sepatu mahal dan sering dia kenakan kenakan selama di Inggris, Min perbaiki saja sedikit, maka sepatu ini akan bisa dia pakai. 

Sepatu itu benar-benar tidak layak pakai sebenarnya, tapi Min tetap menerimanya dan berterima kasih pada Kwan. Kwan senang. Karena sekarang dia sudah memberi Min sepatu, Min sudah tidak marah lagi kan tentang dia menyebut ibunya Min sebagai gundik?

"Aku tak pernah marah padamu."

Tapi Kwan malah terus memperlakukan Min dengan semena-mena dengan menyuruh Min untuk mencuci mobil barunya besok. Bukankah Min suka mencuci mobil sebelum dia berangkat kerja. Min kan sudah tidak punya mobil, jadi Min cuci saja mobilnya. Dia tidak mau pembantu yang mencucinya karena takut mobil barunya rusak.

Min sedih mendapat perlakuan semacam itu, tapi dia tetap berbaik hati menyetujui permintaannya. Malah Sila yang tampak begitu marah melihat Min diperlakukan seburuk itu. Entah apa yang dia rencanakan kali ini, seketika itu pula dia langsung menelepon seseorang dan meminta bantuan orang tersebut.


Bibi Mam akhirnya menyerahkan hadiah dasinya pada adik iparnya Sida saat mereka kencan di sebuah restoran. Adik iparnya Sida langsung suka dan berjanji akan mengenakan dasi itu dalam acara meetingnya bersama bapak menteri hari senin nanti.

Bibi Mam senang mendengarnya. Tapi karena mereka harus makan dulu sekarang, Bibi Mam meletakkan dasi itu di tepi bangku.

"Aku ingin sekali memperlama pertemuan kita. Karena tak ada orang lain yang membuatku bahagia selain kau," aku adik iparnya Sida. Bibi Mam bahagia mendengarnya.

Mereka benar-benar romantis dan menikmati kebersamaan mereka. Tapi tak lama kemudian, seorang pelayan datang untuk meminta adik iparnya Sida keluar karena ada seseorang yang tak sengaja menabrak mobilnya.


Adik iparnya Sida pun pergi meninggalkan Bibi Mam untuk mengurus masalah itu tanpa menyadari Sida dan adiknya kebetulan memutuskan untuk makan di restoran yang sama.

Mereka tidak melihat adik iparnya Sida karena kebetulan saat mereka lewat, adik iparnya Sida tak sengaja menjatuhkan barangnya ke selokan.

Tapi mereka bertemu Bibi Mam yang kebetulan duduk di meja sebelah dan tak sengaja menyenggol bangku yang diduduki Sida. Bibi Mam jadi tegang melihat mereka.

Tanpa mencurigai apapun, adiknya Sida langsung nyinyir menyindirnya, apalagi saat mereka melihat dasi pria yang tak sengaja Bibi Mam jatuhkan. Sida dan adiknya jadi semakin ganas menyindirnya.

Berusaha menahan diri, Bibi Mam mengabaikan mereka dan berniat mengambil dasinya. Tapi adiknya Sida malah menendang benda itu dan terus menghinanya tanpa ampun.


Sida penasaran anak atau suaminya siapa yang Bibi Mam kencani. Soalnya dia ingin memberitahu keluarga pria itu untuk membawa suami atau anak mereka tes kesehatan. Siapa tahu mereka ketularan penyakit dari pel~~~r yang jauh lebih kotor daripada toilet umum.

Bibi Mam mengabaikan mereka berusaha menghindar, tapi adiknya Sida menolak melepaskannya begitu saja dan terus menghinanya dengan suara selantang mungkin biar semua orang mendengarnya.

"Kau mau pergi ke mana? Kenapa? Malu? Tapi waktu meniduri mereka, kau tidak malu."

Tidak tahan lagi, Bibi Mam akhirnya buka suara melawan mereka. "Jangan pikir kalau kalian bisa menghina siapapun yang kalian inginkan hanya karena kalian konglomerat yang punya uang. Jaga mulut kalian, jangan asal menggonggong di mana-mana."

Adiknya Sida sontak melayangkan tangan untuk menamparnya, tapi Bibi Mam sigap mencengkeramnya dan mendorongnya. "Aku bisa mengabaikan kata-kata kotormu. Tapi jika kau menyentuhku, aku tidak akan membiarkannya. Tak peduli betapa tinggi dirimu, aku tidak peduli. Kau mau menamparku? Kau tampar aku, aku akan balas menamparmu."

Adiknya Sida hampir saja menyerangnya, tapi Sida dengan cepat menghentikannya dan mengingatkan adiknya untuk tidak merendahkan dirinya sendiri. Tapi adiknya Sida tak peduli dan langsung mengejar Bibi Mam.


Bibi Mam berusaha keluar secepat mungkin sambil menelepon adik iparnya Sida, memperingatkannya untuk tidak masuk karena ada istrinya di sini. Untung saja masalah mobil adik iparnya Sida juga sudah selesai saat itu dan mereka buru-buru melarikan diri sebelum kakak-adik itu memergoki mereka.

Adik iparnya Sida benar-benar merasa bersalah pada Bibi Mam, dia tidak menyangka kalau istrinya akan datang ke restoran itu. Lalu, bagaimana dengan dasinya?

"Kau masih memikirkan dasi itu di saat seperti ini?"

"Itu hadiah yang kau belikan untukku."

Bibi Mam bahagia mendengarnya dan langsung menyerahkan dasi yang berhasil dia selamatkan tadi.


Kwan mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan telekomunikasi ternama. Berkat rekomendasi seseorang dan juga latar belakang pendidikannya yang baik, CEO perusahaan itu sendiri yang meneleponnya dan menawarkan pekerjaan untuknya.

Bahkan saat Kwan jual mahal dengan alasan mau memikirkannya dulu, si CEO dengan senang hati menunggu jawabannya, Kwan bahkan boleh menawar gajinya.

"Boleh saya menanyakan sesuatu?"

"Silahkan."

"Siapa yang merekomendasikan saya pada anda?"


Tentu saja orang itu tak lain tak bukan adalah Sila. Dalam perjalanan keluar, Kwan menelepon showroom mobil untuk mencari tahu nomor kontaknya Sila. Tapi pada akhirnya itu tidak perlu karena Sila mendadak muncul di hadapannya dan tanya.

"Apa kau ingin mengomeliku karena ikut campur dalam pekerjaanmu?"

"Jadi kau sadar kalau yang kau lakukan itu ikut campur?"

"Aku hanya ingin membantu."

"Tapi seharusnya kau tanya dulu padaku."

"Kalau aku tanya, kau tidak akan membiarkanku membantumu."

"Tentu saja. Karena aku yakin akan kemampuanku. Aku bisa mencari pekerjaan dengan mudah."


Sila sinis memberitahu Kwan bahwa dia bisa saja mencari pekerjaan dengan mudah jika dia berada di negara yang tidak membutuhkan koneksi. Bukan berarti dia menghina negaranya sendiri sih, tapi di negara ini, sering kali bakat kalah dari nama keluarga.

"Nama keluargaku cukup besar," sombong Kwan.

"Aku tahu, nama keluargamu berasal dari garis keturunan bangsawan. Tapi jaman sekarang, kompetisi itu sangat tinggi, aku hanya tidak ingin kau melewatkan pekerjaan ini. Karena pekerjaan selevel ini sesuai untuk seorang wanita yang berbakat, pintar, cakap, dan cantik sepertimu."

Mengabaikan rayuannya, Kwan pamit dengan gaya angkuhnya. Dia harus pulang dan memikirkan berapa banyak gaji yang harus dia minta untuk pekerjaan ini karena harga otaknya ini tidak murah. Entah apakah mereka sanggup membayarnya.

"Jika mereka menginginkanmu, kurasa mereka mampu."

Bersambung ke episode 7

Post a Comment

0 Comments