Sinopsis Something About 1% Episode 8 - Part 1

Episode 8: Semacam pengakuan. Tinggallah di sini, di rumahku, di sisiku.

Jae In kesal gara-gara Da Hyun tidak membalas pesannya dan langsung keluar kantor dengan kesal. Di lift, dia mencoba menelepon Da Hyun. Tapi teleponnya tidak diangkat-angkat yang jelas saja membuatnya bingung. 

Dia tidak tahu kalau Da Hyun memang tidak sempat mengangkat teleponnya gara-gara ibunya mendadak datang saat itu.


Saat lift tiba di lantai 6, pintunya terbuka, lalu masuklah Joo Hee yang masuk bersama seorang pria paruh baya. Dia langsung berusaha membuat Jae In cemburu, padahal Jae In bahkan tak peduli sedikit pun.

Joo Hee tak percaya dan menjelaskan siapa pria itu, dan menegaskan bahwa dia serius tentang keinginannya untuk memulai ulang hubungan mereka. Tidak ada satu pun pria yang memenuhi standarnya selain Jae In.

Tapi Jae In dengan santainya menegaskan bahwa dia juga serius kalau dia tidak mau pacaran lagi sama Joo Hee. Silahkan Joo Hee cari terus pria yang sesuai standarnya. Joo Hee pantang menyerah dan berusaha membujuk Jae In dengan berkata bahwa dia bersedia menandatangani perjanjian pra-nikah. 

Dia bahkan mengingatkan Jae In segala keuntungan yang bisa Jae In dapatkan dalam bidang bisnis jika mereka menikah. Tapi Jae In sama sekali tidak tertarik dengan apa pun bujukannya.

Da Hyun penasaran dengan kedatangan ibunya yang mendadak ini. Ibu mengaku bahwa dia sudah diberitahu oleh Sun Woo tentang pacarnya Da Hyun yang katanya konglomerat. Da Hyun dengan canggung membenarkan. Tapi Ibu tidak senang dan sontak membentak Da Hyun.

Parahnya lagi, Da Hyun malah bilang kalau dia pacaran sama Jae In sebagai ganti bantuan Jae In terhadap Ji Su. Bisa dibilang, dia mendapat sponsor demi Ji Su. Jae In juga menginvestasikan banyak uang untuk sekolahnya.

Mereka cuma akan pacaran selama 6 bulan saja kok. Jae In tidak pernah memintanya untuk tidur dengannya atau semacamnya. Mereka cuma akan makan bersama sesekali.

Tapi ucapannya tentang 'tidur bersama' itu terlalu mengejutkan bagi Ibu yang langsung memukul lengan Da Hyun. Ibu tidak setuju dan menyuruh Da Hyun untuk segera menghentikan kegilaan ini.

Da Hyun tidak bisa melakukan itu, dia mengaku bahwa dia sudah teken kontrak dengan Jae In. Tapi dia meyakinkan Ibu untuk tidak khawatir, dia dan Jae In sama sekali tidak ada rencana untuk menikah. Hubungan ini murni cuma bisnis. Tapi Ibu tak yakin kalau ini cuma bisnis.

Tak lama kemudian saat Ibu sedang memasak makan malam, Da Hyun ditelepon Jae In yang menuntut Da Hyun untuk mengompensasi pembatalan janjinya. Da Hyun berkata bahwa dia akan mengompensasi Jae In dengan cara membiarkan Jae In memilih dua hal yang ingin dia lakukan.

Jae In penasaran dengan apa yang dikatakan ibunya Da Hyun. Da Hyun mengaku bahwa ibunya ketakutan setelah mendengar Jae In kaya raya. Soalnya orang tuanya lebih menginginkan menantu yang yang biasa saja, tidak terlalu kaya atau terlalu miskin.

"Lalu apa yang kau pikirkan, Da Hyun?"

"Apa yang perlu dipikirkan? Belum tentu akan bisa bertemu dengan konglomerat sepertimu lagi setelah kita putus nanti."

Langkah Jae In langsung membeku mendengar ucapan Da Hyun itu. Dia tampak jelas tak senang dengan itu. Apalagi tepat saat itu juga, Da Hyun dipanggl ibunya dan langsung mengakhiri telepon mereka sebelum dia sempat mengatakan apa pun.


Keesokan harinya, Ibu tiba-tiba menuntut Da Hyun untuk membawa Jae In kepadanya agar Ibu bisa sedikit tenang. Tapi Da Hyun keukeuh menolak dan menegaskan kalau ini cuma bisnis. Mempertemukan Jae In dengan Ibu hanya akan membuat hubungan kontrak ini menjadi hubungan nyata.

Dia meyakinkan bahwa kontrak mereka akan berakhir dua bulan lagi, dan meminta Ibu untuk mempercayainya kali ini. Ibu akhirnya mengalah dan memutuskan pulang. Da Hyun mengantarkan Ibu sampai ke depan kompleks.

Tapi saat Da Hyun kembali tak lama kemudian, dia malah mendapati Jae In sudah ada di sana menunggunya. Dia berniat mau menemui ibunya Da Hyun untuk menjelaskan sendiri tentang hubungan mereka.

"Berhentilah mengucap sesuatu yang berbahaya. Dia bahkan tidak percaya waktu aku bilang kalau ini murni bisnis. Dia pasti akan histeris kalau melihatmu mendadak datang kemari untuk menyapanya."

"Bisnis?" Jae In tak senang mendengar kata itu digunakan untuk menggambarkan hubungan mereka.

"Memang benar begitu kok. Aku sudah memperjelas ke ibuku kalau kita tidak akan menikah. Ibuku juga bilang bahwa jika kita menikah, kita pasti akan bercerai dalam waktu dua bulan."

"Tidak ada kata 'cerai' dalam kamus hidupku," tegas Jae In.

"Tentu saja."

"Tapi kau tetap berencana menikah?"

"Lagipula kau tidak akan menikahiku, kan?"

Jae In langsung terdiam ragu mendengarnya. Tapi dia menolak pergi dengan sia-sia dan menuntut Da Hyun untuk menghabiskan waktu dengannya hari ini sebagai kompensasi pembatalan kencan yang kemarin.


Malam harinya saat jalan-jalan di taman, tak sengaja seorang pelari hampir menubruk Da Hyun. Untungnya Jae In sigap menarik Da Hyun lalu menggenggam tangan Da Hyun yang kontan membuat Da Hyun tersipu malu.

Mereka lalu duduk di bangku taman di mana Jae In dengan angkuhnya berkata bahwa hari ini dia sudah sangat bermurah hati pada Da Hyun. Tapi Da Hyun langsung mengingatkan bahwa Jae In juga pernah membuatnya menunggu tanpa mengirim pesan, jadi Da Hyun tidak punya hutang apa-apa pada Jae In.

Jae In protes mengingatkan bahwa dia sudah berusaha meluangkan waktu waktu itu. Dan lagi, dialah yang selalu mendatangi Da Hyun dan bukan sebaliknya. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Jangan pernah melupakan hutang, inilah hal paling penting yang Jae In pelajari dari kakeknya, baik itu hutang kita pada orang lain atau hutang orang lain pada kita.

"Kau belajar banyak dari Kakek. Tapi bagiku, itu kedengaran seperti kau tidak peduli terhadap orang lain."

"Betul sekali! Rasa peduli hanya akan menjadi penghalang dalam bisnis."

Jae In baru tiba di kantor dan langsung menyuruh Ketua Tim Kang masuk ke ruangannya. Dia menyerahkan dokumen pemberian ibunya yang waktu itu dan menyuruh Ketua Tim Kang untuk menyelidikinya.

Ketua Tim Kang tercengang, "kenapa anda mempercayakan hal ini pada saya?" 

"Karena hanya kau yang bisa kupercaya dalam hal ini," ujar Jae In yang kontan membuat Ketua Tim Kang tersentuh.

Tapi kemudian dengan nada agak licik Je In menyuruh Ketua Tim Kang untuk mulai memilih untuk berpihak ke siapa. Dia atau kakeknya? Kakeknya mungkin keras terhadap Ketua Tim Kang sekarang, tapi dia bisa lebih buruk daripada kakeknya selama 30 tahun yang akan datang.

Waduh! Ketua Tim Kang sontak ketakutan hingga dia dengan terbata-bata menyatakan kalau dia akan berpihak ke Jae In sebelum kemudian keluar untuk melaksanakan perintah Jae In.

Saat Jae In menelepon Da Hyun siang harinya, Da Hyun malah lagi-lagi membatalkan pertemuan mereka hari ini. Soalnya Da Hyun sibuk mengurusi murid-muridnya yang bukan depan akan mengikuti kompetisi menari.

Jae In tidak terima Da Hyun lebih mementingkan masalah itu daripada dirinya. Da Hyun tak peduli, pokoknya dia tidak bisa bertemu hari ini dan memutuskan untuk bertemu weekend saja. Ah! Da Hyun baru ingat. Bukankah kali ini giliran Jae In yang datang menemuinya? Begitu baru adil.


Yang tidak Da Hyun sangka, tak lama kemudian, Jae In  benar-benar mendatanginya di sekolah dan langsung masuk ke kelasnya. Da Hyun jelas kaget, tapi dia berusaha tetap profesional menyuruh murid-muridnya untuk mengerjakan tugas lalu diam-diam mengonfrontasi Jae In.

"Apa yang kau lakukan?" bisik Da Hyun geram.

"Belajar. Kau kan yang menyuruhku datang. Kau sendiri yang menginginkan keadilan."

"Siapa juga yang menyuruhmu datang kemari?! Ini sekolah!"

"Aku sedang melakukan observasi. Wakil kepala sekolahmu yang mengizinkanku masuk kemari."

"Tapi kau bukan orang tua murid."

"Kalau begitu, kau protes sendiri saja pada wakil kepala sekolahmu."


Seusai sekolah, dua murid tiba-tiba mendatangi Jae In dan bertanya apakah Jae In pacarnya bu guru. Da Hyun menyangkal, tapi Jae In langsung mengiyakannya sambil menegur Da Hyun untuk tidak berbohong pada anak kecil.

Canggung, Da Hyun buru-buru mengingatkan kedua muridnya untuk tidak sembarangan mempercayai omongan orang asing. Orang asing itu berbahaya. Dia langsung bergegas menyuruh mereka pulang sebelum Jae In sempat mengatakan apa pun lagi.

Setelah semua orang pulang, Da Hyun langsung memprotes Jae In karena kedatangannya ini jelas bisa menimbulkan gosip tentang mereka di seluruh sekolah ini. Lain kali mereka bertemu di hotel saja, akan dia tulis nama Jae In besar-besar di papan biar dilihat banyak orang. Jae In santai, silahkan saja Da Hyun melakukan itu. Para reporter pasti akan sangat menyukainya. Iiish! Da Hyun akhirnya cuma bisa menggerutu kesal.


Melihat Jae In memandangi taman bermain di depan, Da Hyun pun mengajaknya ke sana. Duduk bersama di papan jungkat-jungkit, Jae In berkomentar bahwa tempat ini bagus, cocok untuk dijadikan resort.

"Jangan mimpi. Tanah ini milik Dewan Pendidikan."

 

Mendengar itu, Jae In langsung usil beranjak bangkit tiba-tiba sehingga membuat Da Hyun langsung jatuh. Dia lalu menuntun Da Hyun main ayunan. Da Hyun mengaku bahwa waktu kecil dia suka sekali mainan ayunan bersama ayahnya, tapi setelah dewasa, dia sudah tidak pernah lagi memainkannya.

Dia lalu mencoba mendorong Jae In, tapi gagal, Jae In berat banget ternyata. Da Hyun langsung usil mendorongnya lagi yang kontan saja membuat Jae In langsung mengejarnya... hingga dia berhasil meng-kabedon Da Hyun. Jae In membelai lembut wajah Da Hyun sebelum kemudian mendekat dan menciumnya mesra.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

1 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam