Da Hyun kecapekan setelah selesai bersepatu roda, sepertinya dia tidak
ahli dalam hal ini. Jae In langsung menggodanya, terus dia ahlinya di
bidang apa, merangkai mainan juga dia tidak ahli. Ponselnya Jae In
tiba-tiba berbunyi. Da Hyun langsung protes, tapi kemudian ponselnya
sendiri juga berbunyi.
Dari ibunya yang menuntut Da Hyun untuk membawa pulang pacarnya. Tapi Da
Hyun keberatan karena dia dan Jae In baru pacaran tiga bulan, nanti
saja kalau dia dan Jae In pacaran cukup lama dan waktunya sudah dekat.
Ibunya Da Hyun protes ingin menilai pacarnya Da Hyun itu.
Da Hyun langsung protes balik, peduli amat ibu suka atau tidak pada Jae
In, yang penting dia sendiri suka. Ibu curiga jangan-jangan mereka
tinggal bersama, Da Hyun menyangkal dan langsung menutup teleponnya.
"Apa ibumu mau kita berdua datang menemuinya?" tanya Jae In
"Jangan mimpi. Kukira ibu akan berhenti mengomel setelah aku punya pacar. Kenapa dia ngebet sekali ingin menikahkanku?"
"Aku tidak masalah bertemu dengannya"
Mendengar itu, Da Hyun bertanya "Kalau begitu, apa kau mau menikah denganku?"
Jae In langsung tercengang shock. Da Hyun tertawa melihat ekspresinya,
kaget yah? Makanya jangan lagi mengucapkan kata-kata aneh seperti tadi
"Karena kau dan aku tidak akan pernah menikah."
Malam harinya, Jae In merenung di bar memikirkan kata-kata Da Hyun tadi.
Dia melihat stempel di di tangannya yang sekarang sudah sedikit
memudar, teringat saat Da Hyun menyetempel tangannya tadi. Pengacara
Park datang tak lama kemudian dan langsung cemas melihat wajah Jae In.
Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggunya? Jae In menyangkalnya,
mengklaim tidak terjadi apa-apa.
Da Hyun datang ke toko bajunya Hyun Jin sambil membaca berita bahwa Ji
Soo sudah menandatangani kontrak dengan agensi baru. Dia lalu tanya
kapan Hyun Jin akan tutup. Hyun Jin langsung senang mengira Da Hyun
menyuruhnya tutup cepat karena mau mengajaknya minum-minum.
Tapi Da Hyun menyangkal, malah bertanya apa yang paling disukai oleh
pria. Hyun Jin penasaran siapa yang pria yang Da Hyun maksud? Ji Soo?
Tidak,
cuma pria dewasa biasa, jawab Da Hyun. Ah, Hyun Jin menduga dengan
tepat, pasti Jae In. Da Hyun menjelaskan kalau dia harus melakukan
sesuatu untuk Jae In karena Jae In sudah banyak membantu Ji Soo.
"Mobil senilai 1 milyar won yang biasanya dipakai pangeran arab. Atau jam tangan seharga 100 juta won" canda Hyun Jin.
"Kau mau mati?!"
Tentu saja tidak. Jadi Hyun Jin berkata bahwa yang paling diinginkan pria adalah wanita.
Tae Ha mendatangi Jae In di hotelnya untuk mengkonfrontasinya, apa Jae
In senang hidup seperti ini? Menjalani kehidupan orang lain?
Jae In mengklaim bahwa Tae Ha tidak punya hak untuk mengatakan sesuatu
seperti itu padanya. Dia adalah Lee Jae In dari SH Group sejak dia
lahir. Dia tidak pernah sekalipun kehilangan nama, posisi ataupun
statusnya. Dia juga tidak pernah sekalipun berpikir kalau dia menjalani
kehidupan orang lain. Dan dia tidak pernah menyerah akan sesuatu yang
dia inginkan hanya karena seseorang.
"Tapi aku tidak bisa mengatakan hal yang sama padamu" sindir jae In
"Kalau kau ingin menang dariku maka kau harus membebaskan dirimu dari
ayahmu lebih dulu. Dan jangan terpengaruh oleh ibumu juga. kalau kau
sudah bisa seperti itu maka datanglah mencariku lagi. Baru setelah itu
aku akan menganggapmu sebagai lawan"
Tae Ha kembali ke SH Mall dengan dongkol. Tapi kemudian dia mendapat
laporan dari seseorang bahwa Da Hyun ada di sini. Tae Ha mencarinya dan
melihat Da Hyun sedang belanja sendirian. Da Hyun melihat-lihat jam
tangan sebagai hadiah untuk Jae In tapi langsung batal begitu melihat
harganya.
Saat sedang melihat-lihat, tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke
arahnya sambil menangis memanggilnya ibu. Saat Da Hyun berusaha
menenangkan anak hilang itu, Tae Ha mendekati mereka dan mengajak mereka
pergi ke pusat anak hilang. Tak lama kemudian, anak itu pun akhirnya
kembali ke ibunya.
Setelah itu Da Hyun mau langsung pergi. Tapi Tae Ha mencegahnya. Dia
memperkenalkan dirinya sebagai pegawai biasa di mall ini dan mencoba
mengajak Da Hyun makan bersamanya, dia beralasan kalau dia ingin
mentraktir Da Hyun sebagai ungkapan terima kasih.
Saat Da Hyun menolak dengan sopan, Tae Ha berusaha meminta nomor
teleponnya Da hyun. Tapi Da Hyun tak nyaman dengan permintaan Tae Ha
yang terkesan mau PDKT itu. Jadi dia memberitahu Tae Ha kalau dia punya
pacar lalu pamit pergi. Tae Ha sampai keheranan sendiri mendengar
jawaban Da Hyun itu. Da Hyun sendiri senang banget, mengira cowok tadi
naksir padanya.
Malam harinya, Da Hyun membawa Jae In ke toko bajunya Hyun Jin yang
sudah tutup. Da Hyun beralasan kalau dia ketinggalan sesuatu di atas.
Jae In mengikutinya naik. Tapi sesampainya di sana, dia malah mendapati
Da Hyun membuat kejutan ultah untuknya.
"Kurasa aku melihat di kontrak yang kita tanda tangani kalau hari ini adalah hari ultahmu, benar tidak?"
"Kurasa benar" jawab Jae In.
Jawaban apa itu? tanya Da Hyun heran. Da Hyun lalu memakaikan topi
kerucut ke kepala Jae In sambil bertanya apakah hari ini dia sudah makan
sup rumput laut? Dan apakah dia sudah menghubungi keluarganya? Tapi Jae
In menyangkal semuanya, apa juga yang harus dia katakan pada
keluarganya? Minta hadiah?
"Siapa yang menelepon keluarga mereka untuk minta hadiah di usia
sepertimu? Kau kan bukan anak kecil. Kau harus menelepon dan bilang 'terima kasih karena telah melahirkanku dan membesarkanku'."
Da Hyun lalu mengambil kue ultah dan menyanyikan lagu ultah untuknya. Tapi saat tiba di lirik 'selamat ulang tahun, sayang', Da Hyun cepat-cepat mengubah kata 'sayangnya' jadi 'Jae In-ssi'. Saat Da Hyun meletakkan kue itu di hadapannya, Jae In malah melamun sedih menatap kue itu.
Dalam flashback, kita melihat Jae In kecil merayakan ultah bersama
teman-temannya dengan gembira. Tapi kemudian pengasuhnya datang lalu
membawanya ke pemakaman kakaknya. OMO! hari ultahnya adalah hari
kematian kakaknya?
Heran melihat Jae In melamun, Da Hyun menyuruhnya untuk segera make a wish
dan meniup lilinnya. Saat Jae In masih saja melamun, Da Hyun jadi
bertanya-tanya apa Jae In juga belum pernah meniup lilin kue ultah?
Tersadar dai lamunannya, Jae In cepat-cepat meniup lilinnya dan berkata
sudah cukup lama dia tidak merayakan ultah.
"Berapa lama?"
"Sekitar dua puluh... tiga tahun."
Mendengar itu, Da Hyun langsung mengerjai Jae In dengan mengoleskan krim
ke hidung Jae In lalu memotret Jae In. Karena Jae In tidak mau
tersenyum sendiri, Da Hyun langsung memaksakan mulut Jae In untuk
membentuk senyum.
Sukses
memotret Jae In, Da Hyun ingin langsung potong kue. Tapi Jae In malah
balas dendam dengan mengoles krim di hidung Da Hyun juga lalu selfie.
Da Hyun sampai heran melihat tingkah kekanak-kanakan Jae In, apa dia
sudah seperti ini sejak kecil. Tidak, kan sudah dia bilang kalau dia
belum pernah melakukan hal-hal seperti ini. Da Hyun semakin heran
mendengarnya, memangnya orang-orang konglomerat itu tidak merayakan
ultah, yah? Bukankah mereka biasanya membuat pesta mewah?
"Hari ini adalah hari peringatan kematian hyung-ku."
Da Hyun tercengang mendengarnya "Kakak kandungmu?"
"Secara legal, iya. Tapi sebenarnya dia kakak sepupuku. Aku diadopsi ke keluarganya setelah dia meninggal dunia"
"Lalu bagaimana dengan orang yang menjadi ibumu sekarang?"
"Dia ibuku. Dia orang yang baik"
Jae In langsung protes saat melihat tatapan iba Da Hyun, dia tidak perlu
menatapnya seperti itu. Da Hyun menyangkalnya, dia tidak iba sama
sekali kok, Jae In kan punya dua orang ibu yang hebat.
"Begitu, kah? Seseorang bilang padaku hari ini kalau aku menjalani kehidupan orang lain"
"Omong kosong apa itu?" dengus Da Hyun.
Tidak mungkin Jae In begitu mengingat kepribadiannya. Dia bukan tipe
orang yang mau diperintah orang lain. Jae In juga orang yang sangat
keras kepala. Di dunia ini tak ada orang yang sekeras kepala seperti Jae
In. Jae In langsung menyipitkan matanya curiga, apa Da Hyun sedang
menghinanya?
"Iya, tapi kebenaran yah tetap saja kebenaran" ujar Da Hyun yang sukses membuat Jae In tertawa mendengarnya.
Setelah potong kue, Da Hyun memberikan sebuah hadiah untuk Jae In sambil
meminta maaf karena hadiah itu bukan jam tangan super mahal ataupun
mobil mewah. Jae In meyakinkannya kalau dia sudah punya mobil dan jam
tangan jadi dia tidak perlu hadiah semacam itu. Memangnya ada seseorang
yang menyuruh Da Hyun untuk membelikannya hadiah semacam itu?
"Hyun Jin. Sun Woo opp... Sun Woo ahjussi menyukai hal-hal semacam itu."
Jae In langsung tersenyum senang mendengar Da Hyun memanggil Sun Woo
sebagai ahjussi. Mulai sekarang Da Hyun harus memanggil Sun Woo seperti
itu.
Da
Hyun mengklaim kalau itu adalah barang yang sangat dibutuhkan Jae In,
itu akan membantu Jae In bergaul baik dengan orang lain. Jae In pun
membuka hadiahnya dan isinya ternyata mainan untuk anak usia 8 tahun ke
atas. wkwkwk!
"Kukira kau bilang aku ini tua."
"Hari ini kau lebih tua setahun. Karena itulah aku juga menyiapkan
hadiah dewasa" ujar Da Hyun sambil mengeluarkan hadiah keduanya.
Saat Jae In membukanya, isinya ternyata klip dasi. Da Hyun mengaku kalau
dia sebenarnya ingin membelikan dasi juga. Tapi dia tidak mau Jae In
mengira dia punya pikiran yang tidak-tidak. Jae In tidak mengerti apa
maksudnya dengan pikiran yang tidak-tidak?
Da
Hyun heran sendiri, masa Jae In tidak mengerti maksudnya? Malu, Da Hyun
berusaha mengalihkan topik. Tapi Jae In terus menuntut.
Da Hyun akhirnya menarik dasi Jae In hingga membuat wajah mereka jadi
sangat dekat, "Kau adalah milikku. Itu arti dari memberikan hadiah
sebuah dasi. Itu yang Hyun Jin katakan padaku"
Jae In langsung nyengir lebar mendengarnya, "Kalau begitu belikan aku dasi"
Da Hyun menolak dengan malu-malu, terima saja yang dia berikan dan tidak
usah ngambek. Jae In protes, seharusnya Da Hyun memberikan hadiah yang
dia inginkan karena ini adalah hadiah ultah pertamanya setelah 23 tahun.
"Sebenarnya ada satu hadiah lagi yang kuinginkan," aku Jae In sambil
membuat isyarat ciuman dengan bibirnya, tapi Da Hyun cuma diam
menatapnya.
Beberapa saat kemudian, Jae In mengantarkan Da Hyun pulang. Sebelum
berpisah, Da Hyun meminta Jae In untuk bertemu dengannya di dekat
sekolahnya untuk kencan mereka berikutnya. Tapi Jae In menolak karena
sibuk. Da Hyun langsung protes, katanya masalah hotelnya sudah selesai.
Dia juga sibuk, tahu!
"Kau kan punya banyak waktu luang lebih banyak dariku"
"Itu cuma pendapatmu sendiri. Mari kita lakukan dengan adil, oke? kau
datang menemuinya sekali dan aku datang menemuimu sekali. Dan aku
menyelesaikan satu masalahku dan kau menyelesaikan satu masalahmu. Kita
harus melakukan ini biar adil."
"Tidak ada seperti itu didalam kontrak."
"Tentu saja ada. Kita harus menghormati pendapat satu sama lain. Itu disebut dalam klausa ketiga."
Melihat hari ultah Jae In akan segera berakhir, Da Hyun sekali lagi
mengucap selamat ultah untuknya dan mereka saling tersenyum.
Sembari
mengenggam tangan Da Hyun, Jae In mengucap terima kasih padanya. Mereka
pun berpisah. Tapi Da Hyun tiba-tiba balik untuk memberikan kecupan
singkat di bibir Jae In lalu cepat-cepat masuk rumahnya.
Setibanya di rumah, Jae In menelepon ibunya dan memberitahu ibunya bahwa
sekarang ternyata hari ultahnya. Ibu langsung berlinang air mata
mendengarnya dan meminta maaf berkali-kali.
"Terima kasih karena telah membesarkanku dengan baik. Kurasa aku tidak pernah berterima kasih pada ibu untuk itu"
Ibu menangis penuh haru mendengarnya "Terima kasih, Jae In-ah."
Setelah menutup teleponnya, Jae In melihat kembali hadiah pemberian Da Hyun dengan senyum.
Jae In baru saja selesai rapat saat dia mendapat pesan dari Da Hyun yang
meminta maaf karena dia terpaksa harus membatalkan kencan mereka hari
ini karena ada masalah darurat, anggap saja kali ini mereka impas atas
ketidakhadiran Jae In pada kencan mereka yang waktu itu. Jae In tanya
masalah darurat apa, tapi Da Hyun malah tidak membalas pesannya.
1 Comments
Terimakasih mba Imma...
ReplyDeleteLanjuttt lagi ya...💟💟💟
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam