Si Chen dengan manisnya meminta izin untuk mencium Xi Xi, dan Xi Xi langsung menjawabnya dengan menutup matanya. Tapi Ibu mendadak mendadak membuka pintu hanya untuk ngasih selimut dan bantal, dan sontak saja kedua orang itu langsung bangkit dengan canggung.
Mengalihkan perhatiannya ke meja belajarnya Xi Xi, Si Chen malah menemukan sekumpulan surat cinta yang masih Xi Xi simpan sampai sekarang. Dia bahkan sengaja membacanya keras-keras lalu menuntut Xi Xi untuk membacakan surat-surat itu sebagai pengantar tidur untuknya.
"Jangan harap." Tolak Xi Xi.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita lanjutkan saja yang tadi?" Goda Si Chen.
Pfft! Xi Xi akhirnya menyerah dan setuju untuk membacakan surat-surat cinta itu. Tapi ujung-ujungnya malah dia duluan yang ketiduran tanpa menyadari Si Chen menatapnya dengan penuh cinta.
Keesokan harinya, Zi Xin mendadak muncul juga di sana, dia juga pulang kampung dan tampak jelas para tetangga suka sama dia. Si Chen sontak cemburu dan langsung menarik istrinya mendekat lalu membawanya pergi.
Xi Wei sekarang punya rencana licik baru. aitu mendatangi ayahnya Xi Xi dan menawarkan untuk mewawancarainya tentang Xi Xi dengan imbalan uang. Si gundik langsung melotot begitu mendengar kata uang, tapi Ayah menolak.
Pulang habis belanja, Si Chen langsung protes tak senang dengan keberadaan Zi Xin di sini tapi tak mau mengaku kalau dia cemburu. Mengalihkan topik ke Ibu, dia memberitahu mereka bahwa dia sudah membantu mereka mengatur perceraian Ibu dan Ayah, dia juga sudah menyuruh orang untuk mencarikan toko baru agar Ibu bisa membuka toko laundry baru di sini.
Ibu sungguh terharu sekaligus tak enak sudah merepotkan mereka berdua. Si Chen meyakinkan bahwa dia sudah mengatur segalanya, jadi dia dan Xi Xi bisa tinggal di sini menemani Ibu selama beberapa hari.
"Siapa yang menyetujuimu." Xi Xi sok jaim.
Mendengar itu, Si Chen jadi semakin getol menggodanya dan mengusulkan pada Ibu agar Xi Xi saja yang memasak hari ini. Ibu langsung setuju. Jadilah mereka berdua keluar ke supermarket, belanja beberapa bahan makanan.
Tapi saat Xi Xi sibuk mempertimbangkan kecap asin mana yang musti dia beli, Si Chen malah seenaknya mengambil banyak sekali kecap asin berbagai merek masing-masing satu, dia kira ini normal karena Bibi Song di rumah biasanya membeli semua merek kecap asin. Hadeh! Xi Xi stres. Satu botol saja bisa untuk berbulan-bulan, mending beli satu, yang paling murah. Kembalikan semuanya!
Ibu perhatian sekali sama menantunya dan terus menerus mengabulkannya lauk sampai Xi Xi cemburu dan langsung mengeluh manja minta ibunya mengabulkannya lauk juga. Si Chen juga dengan senang hati memanjakannya, tapi Xi Xi sok jaim. Duh, mereka benar-benar mesra sekali. Ibu senang. Makan malam hari ini benar-benar penuh kehangatan.
Usai makan, Xi Xi menemukan Si Chen termenung sendirian di luar. Dia jujur mengaku kalau dia merasa mereka berdua sudah seperti suami-istri betulan. Contohnya, mereka tadi makan dengan begitu menyenangkan.
Selama ini dia tidak pernah merasakan itu saat makan bersama ayah dan ibunya. Seperti yang Xi Xi tahu, keluarganya memiliki banyak sekali aturan dan formalitas, termasuk dalam urusan makan. Karena itulah, baru kali ini dia makan dalam suasana kekeluargaan yang ceria dan hangat.
Xi Xi tersenyum mendengarnya. Dia sendiri merasa sangat berterima kasih pada Si Chen atas bantuannya selama dua hari ini. Dia sungguh tidak tahu apa yang harus dia lakukan seandainya tidak ada Si Chen. Mulai merasa nyaman, Xi Xi pun menyandarkan kepalanya ke bahu Si Chen.
"Masalah kecil." Ucap Si Chen merendah.
Zi Xin mendatangi sebuah lukisan dinding, tempat itu adalah kenangannya bersama Xi Xi sewaktu mereka masih kecil dulu. Dulu, Xi Xi selalu melukis di situ setiap kali dia sedang sedih dan Zi Xin-lah yang menemaninya menggambar di sana. Kenangan itu membuat Zi Xin semakin sedih mengingat fakta kalau sekarang Xi Xi malah mencintai pria lain.
Melihat Xi Xi sedang mencari buku dairy-nya, Si Chen berniat membantu, tapi malah menemukan album foto masa kecil Xi Xi dan melihat foto Xi Xi dikejar anjing waktu kecil. Ibu dengan geli memberitahu Si Chen kalau itu gara-gara Xi Xi mencuri kesemek orang terus dikejar Si pemilik kesemek.
Tepat saat itu juga, merek kedatangan tamu. Siapa lagi kalau bukan Zi Xin. Si Chen yang membuka pintu dan jelas saja dia tak senang. Dia langsung berusaha menghalangi Zi Xin masuk, bahkan menyuruhnya pergi jauh-jauh dari istrinya.
Tapi kemudian Xi Xi dan ibu juga keluar dan dengan senang hati mengundang Zi Xin makan malam bersama mereka. Zi Xin akhirnya bisa masuk juga dan Si Chen tak bisa menghentikannya.
Acara makan malam itu akhirnya jadi ajang kompetisi kedua pria untuk menunjukkan perhatian mereka pada Xi Xi. Bahkan saat Xi Xi minta diambilkan telur, kedua pria itu langsung berlomba mengambilkan telur orak-arik sebanyak mungkin ke mangkoknya Xi Xi sampai Xi Xi heran melihat kekompakan mereka.
"Siapa yang kompak dengannya?!" Bantah kedua pria itu kompak. Wkwkwk!
Keesokan harinya, Zi Xin awalnya berniat membatalkan rapat demi bisa bersama Xi Xi lebih lama. Tapi kemudian dia malah melihat Xi Xi jalan bersama Si Chen. Sedih, Zi Xin akhirnya memutuskan untuk tetap kembali dan rapat sesuai jadwal.
Xi Xi membawa Si Chen ke lukisan dindingnya, dan jujur mengakui bahwa bukan dia seorang yang pernah menggambar di sana. Si Chen jadi cemburu menyadari siapa orang yang dimaksudnya.
Keesokan harinya saat mereka baru keluar rumah, Si Chen dan Xi Xi malah melihat sepasang kekasih bermesraan di jalan. Si Chen jadi pingin begitu juga dan langsung menuntut Xi Xi untuk menjadi Nyonya Yin yang baik.
Xi Xi pura-pura bodoh, maksudnya cuma merapikan bajunya Si Chen kan? Padahal saat Si Chen memalingkan wajahnya, Xi Xi langsung mendekat, berniat mengecup pipi Si Chen... tepat saat Si Chen memalingkan wajah dan jadilah bibirnya mendarat di bibir Si Chen. Pfft!
Si Chen langsung sumringah. Canggung, Xi Xi cepat-cepat mengusirnya dengan alasan biar Si Chen tidak terlambat kerja. Si Chen akhirnya pamit dan janji akan menjemput Xi Xi sepulang kerja nanti.
Malam harinya, Si Chen membawa Xi Xi ke sebuah bianglala di sebuah taman hiburan yang sebenarnya sudah tutup, lalu menyerahkan koinnya Xi Xi yang diambilnya dari air mancur di Italia itu dan menuntut Xi Xi untuk menentukan pilihan. Pertama, terus menyimpan koin itu sebagai kenangan. Kedua, menggunakan koin itu ke dalam mesin koin untuk menghidupkan bianglalanya dan memulai hidup baru.
Dan Xi Xi tanpa ragu memilih yang kedua. Tapi bianglalanya tetap tidak hidup. Pfft! Canggung, Si Chen langsung menampari mesinnya dan walah! Bianglalanya pun menyala.
Xi Xi benar-benar bahagia bisa melihat pemandangan indah ini lagi. Dulu waktu kecil, dia pikir kalau naik bianglala setelah dewasa itu tidak akan begitu menarik, tapi ternyata dia salah. Dia sungguh berterima kasih pada Si Chen.
"Sebenarnya, akulah yang harus mengucap terima kasih padamu. Ada beberapa hal yang selalu ingin kukatakan padamu. Sejak kau datang ke rumahku, aku bisa tertidur pulas setiap malam. Saat aku tidak melihatmu, aku akan merasa tidak aman. Aku ikut sedih jika kau bersedih. Melihatmu senang, aku juga ikut senang. Aku... aku menyukaimu."
Si Chen terus mengulang pengakuan cintanya, tapi Xi Xi malah cuma diam saja dengan gugup, jelas dia masih ragu-ragu dengan perasaannya sendiri... Hingga dia meminta untuk tidak menjawabnya sekarang.
Si Chen mengerti. "Kau tidak perlu terburu-buru menjawabku. Nikmati saja pemandangan di luar."
Tiga hari kemudian, Zi Xin datang lagi ke rumah ibunya Xi Xi dan saat membantu Ibu membereskan barang, tak sengaja dia menemukan buku dairy-nya Xi Xi. Ibu memberitahu Zi Xin bahwa buku dairy itu sangat berharga bagi Xi Xi karena Xi Xi bilang kalau buku ini adalah pemberian seseorang yang sangat penting... dan buku diary itu ternyata adalah pemberian Zi Xin dulu.
Fakta kalau Xi Xi sangat menghargai buku dairy pemberiannya inilah yang kemudian memotivasi Zi Xin untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada Xi Xi, sekaligus mengakui bahwa dirinya sebenarnya adalah Nianxi, komikus idolanya Xi Xi.
Xi Xi jelas terkejut mendengar semua itu. Begitu tercengangnya dia hingga saat Zi Xin mencoba menyentuh tangannya, dia langsung menarik tangannya. Tapi Zi Xin seolah menolak mendengar penolakan, jadi dia cepat-cepat menyatakan bahwa dia tidak masalah menunggu kontrak pernikahan Xi Xi dengan Si Chen selesai dan tidak akan memaksa Xi Xi untuk menjawabnya sekarang.
Tapi dia ingin menjawab jawaban Xi Xi besok, pada hari ulang tahunnya Xi Xi, di sebuah tempat yang sudah dia tentukan. Dia langsung pergi tanpa memberi Xi Xi kesempatan bicara.
Yang jadi masalah Si Chen juga ingin bertemu Xi Xi di suatu tempat yang sudah dia tentukan dan ingin mendengar jawaban Xi Xi atas pengakuan cintanya yang waktu itu. Xi Xi benar-benar bingung.
Di satu sisi, dia memang menyukai Si Chen. Di sisi lain, dia sebenarnya tidak yakin apakah perasaannya pada Si Chen hanya perasaan suka sesaat. Dia juga masih ragu apakah Si Chen benar-benar orang yang tepat baginya untuk menyerahkan hidupnya sepenuhnya.
Dipikir-pikir, segala yang bisa dia pikirkan tentang Si Chen adalah semua kelemahannya. Sedangkan tentang Zi Xin justru adalah semua kelebihannya. Namun... segala kelemahan Si Chen itu justru adalah kenangan termanis bagi Xi Xi.
Keesokan harinya, kedua pria sudah menunggu di tempat masing-masing, sama-sama menyiapkan candlelight dinner untuk Xi Xi. Namun Xi Xi sedang terjebak macet parah di tengah jalan.
Akhirnya dia memutuskan untuk lari ke... Zi Xin? (Hah? Kenapa ke Zi Xin?). Pada saat yang bersamaan, yang datang ke Si Chen malah Xi Wei (Nih cewek nggak punya harga diri apa yah?).
***
Shang Ke tiba-tiba mengajak Ruo Na untuk pindah tinggal bersamanya. Dia serius, dia bahkan sudah menyuruh bibi pembantu untuk menyiapkan segalanya agar Ruo Na bisa pindah kemari kapan saja.
Tapi Ruo Na ragu. Dia bahkan menguji Shang Ke dengan menanyakan beberapa pertanyaan tentang kebiasaan hidup masing-masing. Dan hasilnya, mereka sangat bertolak belakang, jelas mereka tidak cocok hidup bersama.
Shang Ke pantang menyerah dan terus berusaha membujuknya dan berjanji akan berubah untuk Ruo Na, tapi Ruo Na justru tidak setuju jika Shang Ke mengubah kebiasaan hidupnya hanya demi dia karena itu pada akhirnya hanya akan membuatnya tertekan. Jadi intinya, mereka belum siap untuk tinggal bersama.
Bersambung ke episode 17
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam