Alih-alih menjawabnya, Jing Jing bertanya balik tentang alasan Yu Tu menulis surat-surat itu dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Apa Yu Tu menyesal? Apa Yu Tu merasa tersentuh oleh dirinya yang bodoh di masa lalu?
"Bukan ini yang kuinginkan, Yu Tu."
Yu Tu dengan sedih bertanya-tanya apakah dia melakukan hal yang bodoh? Selama beberapa hari ini, setiap hari dia selalu menulis surat sampai larut malam. Namun dia sama sekali tak merasa lelah. Begitu banyak harapan dalam hatinya karena dia pikir kalau Jing Jing akan sangat senang membaca surat-suratnya. Apakah dengan berpikir begitu, itu artinya IQ-nya menurun drastis?
"Hal-hal bodoh yang kulakukan dalam hidupku, semuanya kulakukan demi dirimu. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku menyesal bukan setelah aku melihat riwayat chat kita, aku sudah menyesalinya sejak awal. Aku hanya tidak berani mengakuinya."
Dia pikir kalau dia sangat menderita. Namun saat dia dinas di gurun pasir selama sebulan, dia baru menyadari bahwa penderitaannya tidaklah begitu besar karena dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk memikirkan bagaimana harus menebus kesalahannya pada Jing Jing.
"Aku bahkan... mulai menyalahkanmu." Ujar Yu Tu.
Hah? Yu Tu menyalahkannya? Ucapannya itu kontan membuat Jing Jing menengadah menatapnya dengan penuh tanda tanya. Yu Tu melepaskan maskernya Jing Jing saat dia berkata bahwa dia menyalahkan Jing Jing karena Jing Jing menembaknya terlalu cepat.
"Jika saja kau memberiku sedikit waktu, cepat atau lambat aku pasti akan menyerah. Waktu itu, akan lebih baik jika aku yang bertanya."
"Bertanya soal apa?"
"Bertanya soal... Maukah kau pacaran denganku?" Yu Tu bergerak selangkah lebih dekat saat dia bertanya sekali lagi. "Jing Jing, maukah kau pacaran denganku."
"Aku sedikit mau, tapi jika aku berkata begitu, hatiku tidak merasa bahagia."
Mendengar itu, Yu Tu langsung menarik Jing Jing ke dalam pelukannya dan memeluknya begitu erat dengan penuh penyesalan. Dia membenamkan kepalanya di bahu Jing Jing saat dia terus mengucap maaf berulang kali.
"Aku tidak mau bersama seseorang yang rasa cintanya padaku tidak sebesar rasa cintaku padanya." Isak Jing Jing dengan suara teredam karena pelukan erat Yu Tu.
"Alasan ini tidak tepat, cintaku padamu tidak kurang dari cintamu."
Jing Jing tak percaya. "Kau bilang kalau kita tidak cocok."
Yu Tu mengaku bahwa itu karena waktu itu dia memikirkan beberapa alasan buruk. Seperti misalnya, pemasukannya, hal-hal yang tidak bisa dia berikan untuk Jing Jing, dia juga tidak bisa selalu menjaga Jing Jing.
Jing Jing memberitahu bahwa dia sendiri juga tidak punya banyak waktu untuk menjaga Yu Tu. Bagi Jing Jing, saat dia benar-benar mencintai seseorang, dia akan bertindak impulsif, tidak ragu untuk berjuang bersama dan tidak akan terlalu banyak berpikir.
Yu Tu mengaku bahwa dia justru sangat berbeda karena banyak hal yang selalu dia pikirkan. Begitu banyak hal yang dia pikirkan sepanjang hidupnya.
"Pokoknya rasa cintamu tidak sebesar rasa cintaku." Kata Jing Jing keras kepala.
Kalau begitu, Yu Tu usul agar Jing Jing memberitahunya tentang rumusnya dalam menghitung perasaan biar Yu Tu bisa memperbaiki kesalahannya. Bingung, Jing Jing langsung menuduh Yu Tu mengejeknya lagi. Yu Tu sontak memeluknya lagi erat-erat dan meminta maaf.
"Aku belum bilang iya." Ketus Jing Jing, tapi tetap membiarkan Yu Tu memeluknya.
Yu Tu sedih. "Aku tahu."
"Aku kedinginan."
Maka Yu Tu mengajaknya untuk masuk mobil kembali. Tapi dia meminta Jing Jing untuk duduk di depan bersamanya dan membantunya mengatur sistem navigasi. Yu Tu mengklaim kalau dia benar-benar tidak tahu jalan.
Jing Jing akhirnya menurutinya dengan duduk di depan. Tapi saat dia melirik fuel meter, dia baru sadar kalau Yu Tu ternyata tidak mengisi bensin. Pfft! Dia cuma mengarang alasan biar mereka bisa bicara.
Jing Jing jadi sebal. Bahkan saat Yu Tu sekali lagi memintanya menyalakan GPS, Jing Jing menolak mengucap sepatah kata dan cuma menyerahkan ponselnya untuk digunakan sebagai GPS. Jadilah mereka menghabiskan sisa perjalanan mereka dalam diam.
Kembang api menyala indah di langit saat mereka tiba di depan rumah keluarga Jing Jing. Mereka tak langsung keluar, tapi saat Yu Tu hendak bicara, Jing Jing buru-buru menghindar.
Yu Tu cepat-cepat membantunya mengeluarkan kopernya yang berat lalu mengembalikan kunci mobilnya. Tapi dia dengar dari Xiao Zhu bahwa Jing Jing akan kembali ke Shanghai pada hari ke-4 Imlek lalu pergi ke luar kota pada hari ke-5, apa itu benar?
Jing Jing membenarkan dengan nada setengah ketus. Tapi saat dia hendak memencet bel pintu, tiba-tiba dia khawatir dan bertanya bagaimana caranya Yu Tu pulang. Yu Tu mengaku kalau dia akan jalan kaki, rumahnya tidak terlalu jauh.
Jing Jing refleks berkata. "Kalau sudah sampai nanti..." Tapi dengan cepat dia sadar kalau dia sudah keceplosan dan cepat-cepat berhenti bicara.
Yu Tu mengerti apa yang mau dia katakan dan berjanji akan nge-chat begitu dia sampai rumah nanti. Jing Jing dengan rada ketus berkata kalau dia tidak akan membalas chat-nya Yu Tu.
Yu Tu lagi-lagi mengiyakannya. Mendengar suara-suara dari dari dalam rumahnya Jing Jing, Yu Tu tiba-tiba mendekat yang kontan membuat Jing Jing jadi gugup padahal dia hanya mau mengucap selamat malam lalu pergi.
Jing Jing disambut meriah oleh orang tuanya dan para bibinya. Saudara-saudaranya sudah pada berkumpul. Ayah dan para pamannya langsung mengajaknya main mahjong. Tapi Jing Jing tidak pintar main dan kalah terus.
Baru sekitar 30 menit kemudian, dia mendapat chat dari Yu Tu yang melapor bahwa dia baru sampai rumah. Hah? 30 menit jalan kaki dan baru sampai rumah? Berarti rumahnya jauh banget dari rumahnya Jing Jing.
Penasaran, Jing Jing yang tahu lokasi rumahnya Yu Tu, langsung mengecek melalui map dan mendapati perkiraan jarak rumahnya ke rumah Yu Tu justru butuh sekitar 42 menit jalan kaki. (Aku antara kasihan sama Yu Tu, tapi yah, itu salah dia sendiri, rasain!)
Yu Tu sedih, Jing Jing benar-benar tidak membalas chat-nya. Ibu baru membuka pintu saat itu dan jadi khawatir melihat putranya murung. Yu Tu meyakinkan bahwa dia baik-baik saja dan langsung masuk kamar.
Ibu jelas tak percaya dan langsung menggerutu ke suaminya. Sebelumnya Yu Tu pernah bilang kalau dia menyukai seorang gadis yang sangat cantik namun tidak bisa mengurus pasangannya.
Sebenarnya sih itu bukan masalah besar, tapi melihat putra mereka murung terus seperti ini, Ibu yakin kalau ini pasti gara-gara gadis itu, sepertinya dia bukan gadis yang baik. Ibu jadi khawatir jika mereka terus bersama kelak.
Para kerabatnya Yu Tu baru datang keesokan harinya. Tepat jam 9, Yu Tu nge-chat Jing Jing, karena biasanya Jing Jing memang baru bangun jam segitu. Dia memberitahu Jing Jing bahwa di dekat rumahnya ada toko kembang tahu yang enak dan mencoba mengajak Jing Jing makan bersamanya.
Jing Jing galau antara haru membalasnya atau tidak. Tapi tepat saat itu juga, Jing Jing dipanggil ibunya untuk bersiap-siap karena mereka akan berangkat ke rumah nenek.
Yu Tu jadi semakin gelisah setelah beberapa lama tak mendapat jawaban dari Jing Jing. Para paman dan bibinya tak ada yang menyadarinya, tapi sepupunya Yu Tu memperhatikannya dan langsung curiga kalau Yu Tu sedang pacaran tapi diabaikan sama pacarnya.
"Kau payah sekali. Tidak seperti gen keluarga kita." Ejek si sepupu.
Yu Tu kalah sama dia. Dia kalau nge-chat cewek, pasti langsung dibalas. Dia bahkan langsung membuktikannya dengan menunjukkan riwayat chat-nya dengan beberapa wanita dengan bangga.
Gregetan, Yu Tu langsung menanyakan nilai ujian si sepupu dan saat bibinya berkata bahwa nilai-nilainya jelek, Yu Tu balas dendam dengan mengejek si sepupu menyia-nyiakan gen keluarga mereka yang pintar.
Karena masih juga belum mendapat balasan, Yu Tu akhirnya menelepon Jing Jing. Jing Jing melihat siapa yang meneleponnya, tapi dia pura-pura sok sibuk menggali rebung di hutan bambu dan menyuruh adik sepupunya untuk mengangkat telepon itu.
Tapi si adik sepupu malah tetap menyerahkan ponselnya padanya. Yu Tu mengaku bahwa sebenarnya dia mau mengajak Jing Jing jalan-jalan nanti siang. Yixing banyak berubah selama 2 tahun ini. Danau Dongjiu dibangun sangat indah sekarang. Ada banyak kafe bernuansa romantis di sana.
Jing Jing dengan ketus menolak, tidak ada waktu. Sekarang dia berada di rumah neneknya yang berada di dekat danau, lalu nanti masih harus ke rumah kakeknya yang berada di gunung. Yu Tu kecewa, tapi baiklah, tapi nanti pada hari ke-empat Imlek, dia akan mengantarkan Jing Jing kembali ke Shanghai.
"Kita bicarakan lagi nanti." Kata Jing Jing sok ketus, padahal diam-diam tersenyum senang.
Tapi Yu Tu tidak bisa tenang dan langsung bergegas pergi ke danau. Hmm, entah apakah dia sedang berusaha mencari Jing Jing tapi dia terus saja berputar-putar tanpa tujuan. Sepupunya yang membuntutinya, langsung mengeluh kecapekan.
Dia menyerah membuntuti Yu Tu dan langsung duduk di bangku taman. Dia menyesal sudah mengikuti Yu Tu, mending tadi di rumah saja dan ngobrol dengan gadis-gadis.
"Tak ada yang ngobrol denganku." Yu Tu sedih menatap chat-nya yang masih belum mendapat balasan.
Yu Tu akhirnya menyerah dan memutuskan pulang saja. Tapi saat dia hendak mencegat taksi, dia tidak sadar kalau dia sudah melewatkan Jing Jing yang hendak pergi ke rumah kakeknya. Jing Jing pun tak melihatnya dan mereka pun saling melewatkan satu sama lain.
Saat Jing Jing pulang malam harinya, dia mendapati Pei Pei datang mengunjunginya. Jing Jing seperti biasanya, memberinya beberapa baju bermerk mahal. Sebagai balasannya, Pei Pei langsung mengajaknya keluar ke Dongjiu, dia mau mentraktir Jing Jing.
Jing Jing awalnya menolak, tapi saat mendengar Pei Pei mau mengajaknya ke Dongjiu, tempat yang disebut Yu Tu tadi siang, Jing Jing akhirnya mau juga pergi. Tapi saat Pei Pei membuka jok belakang, dia malah menemukan SIM-nya Yu Tu. Jelas saja Pei Pei jadi penasaran.
Bersambung ke episode 21
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam