Kisah ini diawali pada tahun ajaran baru di sebuah universitas. Dengan masih menenteng koper besarnya, Ding Xian nekat mau menerobos masuk ke asrama pria, tapi tidak bisa karena dihalangi oleh ibu asrama.
Kesal, akhirnya dia teriak-teriak memanggil seorang pria yang bernama Zhou Si Yue hingga akhirnya pria itu keluar juga. Begitu mereka berduaan, Ding Xian langsung menyatakan cintanya pada Si Yue.
Tapi sayangnya, Si Yue dingin menolaknya dengan alasan belum ingin pacaran. Err... Sepertinya Si Yue juga suka sama dia, tapi entah apa yang menghalanginya. Tak menyerah begitu saja, Ding Xian lalu memberinya sebuah boneka robot. Si Yue menerimanya tapi dia langsung pergi, meninggalkan Ding Xian yang hanya bisa menatapnya berjalan semakin menjauh dengan sedih.
Di dalam boneka itu, Si Yue menemukan secarik kertas bertuliskan: PW:20121221. Si Yue langsung mengerti lalu menggunakan itu sebagai sandi untuk login ke sebuah website... Yang kemudian membawa kita kembali ke masa lalu tahun 2009 bulan Agustus, saat mereka baru masuk kelas satu SMA.
Waktu itu, mereka masih SMA waktu itu. Ding Xian dan keluarganya baru pindah ke kota Shenhai karena ayahnya mendapatkan pekerjaan di kota ini. Tapi Ding Xian saat itu sangat berbeda dari yang kita lihat diawal, dia lebih introvert.
Ayahnya berteman dengan ayahnya Si Yue, malah ayahnya Si Yue-lah yang membantu ayahnya Ding Xian mendapatkan pekerjaan barunya.
Begitu mereka selesai beberes rumah yang diwarnai dengan keributan Ding Xian dengan adiknya hingga membuat jidatnya Ding Xian kejedot sampai benjol, mereka langsung berkunjung ke rumah keluarga Si Yue.
Ding Xian dan Si Yue masih asing saat itu. Tapi dari ucapan ibunya Si Yue, ternyata mereka sebenarnya pernah bertemu waktu mereka kecil dulu. Malah menurut ucapan ibunya Ding Xian, kedua Kakek mereka dulu pernah menjodohkan mereka berdua. Pfft!
Kaget, Ding Xian jadi semakin risih dan malu dengan percakapan ini. Si Yue memperhatikan reaksinya itu, jadi dia usul agar mereka membatalkan perjodohan ini saja lalu cepat-cepat pamit balik ke kamarnya bersama kedua temannya.
Tapi saat Ding Xian mengantarkan adiknya ke toilet yang letaknya di dekat kamarnya Si Yue, dia malah tak sengaja mendengar kedua temannya Si Yue mengolok-olok cara ibunya membangga-banggakan putrinya dan keantusiasannya untuk menjodohkan mereka. Mereka bahkan mengatainya mirip monster kecil dan benjolan di dahinya kayak tanduk.
Mereka santai saja terus mengoloknya... Sampai saat mereka mendengar suara adiknya Ding Xian yang memanggil kakaknya untuk minta tisu toilet. Kesal, Ding Xian langsung mengonfrontasi Si Yue dan tanya apakah jika dia membatalkan perjodohan mereka, Si Yue akan senang?
"Iya." Jawab Si Yue.
"Oh... Kalau begitu tidak akan kubatalkan." (Pfft!)
Tak lama kemudian, tak sengaja mereka bertemu lagi di apotek obat herbal saat Ding Xian mau beli obat buat benjolannya dan Si Yue mengantarkan temannya yang terkilir kakinya. Obatnya cukup mahal sehingga uangnya Ding Xian tidak cukup untuk membelinya tapi si apoteker tetap memaksanya untuk beli dengan alasan obatnya sudah terbuka?
Di tengah kebingungannya, akhirnya Si Yue-lah yang berbaik hati membayarkannya. Sebagai gantinya, dia menuntut Ding Xian untuk mentraktirnya makan. Hmm, sebenarnya sih dia tidak benar-benar lapar.
Dia mengajak Ding Xian ke restoran hanya untuk meminta maaf atas ucapan teman-temannya tadi dan membelikannya telur pindang, dengan niatan agar telur itu digunakan untuk mengompres benjolannya Ding Xian.
Tapi Ding Xian tidak mengetahui maksudnya itu, malah asyik saja memakan telurnya. Ujung-ujungnya, Si Yue malah mengejek Ding Xian yang jelas saja membuat Ding Xian kesal dan langsung pergi.
Ayahnya Ding Xian ternyata bekerja sebagai guru baru di sekolah barunya Ding Xian, hanya saja ia mengajar di kelas yang berbeda dan tampak jelas kalau Ding Xian dan ayahnya memiliki sifat yang sama-sama introvert.
Dan di sekolah itu pula Si Yue bersekolah. Namun niatannya untuk menghindari Si Yue jadi gagal total saat dia malah tak sengaja sama-sama dihukum karena datang terlambat, lalu tak sengaja pula dka duduk semeja dengan Si Yue karena hanya meja itu yang tersisa, dan yang duduk di depan mereka adalah Song Zi Qi, temannya Si Yue yang kemarin mengejeknya.
Ding Xian nih punya kebiasaan terlalu rajin menulis segala hal, termasuk pidato pak guru yang tidak penting dan tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Sedangkan Si Yue, walaupun lebih cuek dan tidak tampak seperti orang yang serius belajar, tapi dia sangat pintar dan meminati segala hal tentang robot. Cara berpikirnya lebih efektif dan efisien daripada Ding Xian karena dia hanya fokus pada hal paling penting saja.
Bahkan saat pak guru menanyakan masalah penyelesaian dari rumus matematika yang tidak Ding Xian mengerti, Si Yue dengan lancarnya menjawab dan menyelesaikan pertanyaan itu dengan mudah.
Tapi saat dia mencoba menasehati Ding Xian untuk fokus ke rumus yang paling penting saja, Ding Xian jadi kesal, bahkan dengan lantang mengejek peringkatnya Si Yue yang lebih rendah darinya.
Sontak saja seluruh kelas malah menertawainya gara-gara itu, soalnya Ding Xian tidak tahu kalau Si Yue itu sebenarnya selalu juara satu semasa SMP, dia bahkan termasuk peserta olimpiade Nasional. Ding Xian yang sensitif, jadi sedih saking malunya. Maka saat Deng Wan Wan (si ketua kelas yang naksir Si Yue) datang untuk minta diajari sama Si Yue, Ding Xian langsung memberikan kursinya ke Wan Wan dan beranjak pergi.
Di sekolah itu pula, Ding Xian bertemu dengan Su Bo Cong, seorang seniornya yang berasal dari kota yang sama dengannya dan jelas hubungan mereka cukup akrab. Menurut gosipan teman-temannya Si Yue, Bo Cong ini terkenal karena sikapnya yang gentle dan jantan, dan juga nilai-nilainya cukup bagus.
Bo Cong pula orang pertama yang melihat Ding Xian menangis. Maka kemudian dia mengajak Ding Xian ke rooftop agar Ding Xian bisa lebih leluasa untuk curhat padanya.
Sebagai senior yang duluan pindah ke kota ini, Bo Cong bisa memahami perasaan Ding Xian. Dulu juga dia banyak mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya, apalagi dia tidak mengenal siapapun di sini.
Namun tempat ini juga membuatnya bisa melihat segala hal secara berbeda, membuatnya punya perspektif yang berbeda pula. Perlahan dia menyadari kalau orang-orang di sini wawasannya lebih luas. Bahkan prestasi yang dulu dia banggakan, ternyata bukan unggulan di sini. Tapi bukan berarti itu artinya dia harus menyerah dan minder. Yang penting dia harus belajar dan berusaha keras untuk mengejar ketertinggalan.
Berbekal nasehat Bo Cong tersebut, Ding Xian tiba-tiba berinisiatif menjauh dari Si Yue dengan mengusulkan untuk tukar kursi dengan Deng Wan Wan. Si Yue tampak jelas tak senang dengan itu, tapi dia malah dengan dinginnya berkata... "Setelah pindah, jangan kembali lagi."
Belum selesai masalah di sekolah, di rumah Ding Xian juga diganggu adiknya, Ding Jun Cong, terus. Dari yang awalnya menyembunyikan label sekolahnya Ding Xian sehingga Ding Xian jadi ditarget pak wali kelas, sekarang dia malah membakar buku diary-nya Ding Xian pakai kaca pembesar.
Dan parahnya lagi, ibunya lagi-lagi membela Jun Cong dan menyuruhnya untuk mengalah saja pada adiknya. Habis sudah kesabaran Ding Xian hingga dia langsung ceplas-ceplos mengonfrontasi Ibu yang menurutnya pilih kasih.
Ibu sontak emosi mendengarnya dan membentak balik karena dia juga capek mengurus dan melayani semua orang di keluarga mereka. Apalagi sepanjang pagi, Ibu yang harus kerepotan mencari label sekolahnya Ding Xian yang disembunyikan Jun Cong.
Sebenarnya Ibu cukup adil juga sih. Malah keesokan harinya saat mereka sarapan bersama, Ibu langsung memberi isyarat ancaman pada Jun Cong untuk minta maaf pada Ding Xian.
Awalnya dia masih mengabaikan permintaan maaf Jun Cong tak peduli berapa kali Jun Cong mengucap maaf padanya. Tapi saat Jun Cong merengek padanya untuk memaafkannya karena dia takut dipukul sama ibu mereka, Ding Xian akhirnya luluh juga dan memaafkannya. Mood-nya semakin membaik saat ibu memasakkan makanan kesukaannya.
Kembali ke sekolah, Ding Xian tiba-tiba menemukan sekotak Bika Ambon di laci mejanya dari Ding Xian. Itu dari ibunya, tapi Ding Xian tak percaya dan dengan ketus melempar kembali Bika Ambon itu ke mejanya Si Yue.
Ding Xian pikir kalau dia bakalan lebih nyaman dengan teman sebangku barunya. Tapi ternyata, teman sebangku barunya ini malah lebih rese dan nyebelin. Suka sekali mempermasalahkan hal-hal sepele. Kesenggol dikit aja langsung heboh kayak cewek PMS. Gayanya sok paling jenius sedunia.
Dia bahkan tak mau repot-repot menyisihkan satu lembar kertas ujian sehingga Ding Xian harus memfotokopinya sendiri di ruang guru. Namun di sanalah dia menyadari meja kerja ayahnya kosong padahal hari ini hari guru dan meja guru-guru yang lain penuh bunga dan hadiah dari murid-murid.
Namun yang paling tak disangkanya, dia justru menemukan sebuah buku diary yang hendak Ayah hadiahkan untuknya disertai dengan sebuah pesan manis. Sama seperti Ding Xian, Ayah juga sedang berjuang untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Karena itulah, Ayah menyemangatinya agar mereka berjuang bersama-sama. Seketika itu pula, Ding Xian yang awalnya risih setiap kali bertemu Ayah di sekolah, hari ini tak ingin lagi menjauhinya, bahkan dia sendiri yang berinisiatif untuk pulang bersama.
Di tengah jalan, Ayah membelikan jajanan kesukaan Ding Xian. Namun yang tak disangkanya, Ding Xian tiba-tiba memberinya hadiah berupa gelas termos sebagai hadiah hari guru. Ayah begitu terharu sehingga ia terus membawa termos itu ke mana-mana bak sebuah barang berharga.
Atas permintaan ibunya Si Yue dan ayahnya Ding Xian, kedua remaja itu dengan terpaksa pergi ke sekolah bareng keesokan harinya. Si Yue membawakannya telur pindang untuk sarapan. Tapi Ding Xian masih sakit hati gara-gara kejadian telur pindang waktu itu, jadi setibanya di sekolah, dia berikan saja telur itu ke teman sebelahnya.
Hari ini bapak wali kelas menyuruh mereka mengerjakan ujian sendiri karena dia masih ada rapat dan menugaskan Wan Wan untuk mencatat nama siapapun yang berisik.
Saat Si Yue berbisik mau pinjam catatannya Liu Xiao Feng, teman sebangkunya yang rese itu malah mengadukannya dengan alasan mengganggu ketenangannya berpikir, sehingga Si Yue dan Liu Xiao Feng jadi dihukum sama bapak wali kelas mereka.
Gara-gara Si Qi berbisik geli mengejek si 'Bibi' (Nama panggilan yang Zi Qi gunakan untuk mengejek bapak wali kelas karena ia suka ngomel-ngomel bak bibi-bibi), Si Yue tiba-tiba saja melaporkan Zi Qi juga.
Tidak terima, Zi Qi langsung balas melaporkan beberapa orang lain yang juga bicara selama ujian tadi, termasuk teman sebangkunya Ding Xian yang rese, Si Yue dan teman sebangkunya sendiri yang bernama Kong Sha Di.
Gara-gara itu, mereka semua jadi dihukum piket sepulang sekolah. Tapi berkat itu pula, Ding Xian jadi mulai akrab dengan Kong Sha Di.
Bapak wali kelas sebenarnya agak khawatir dengan Ding Xian yang terus menerus bermasalah dengan teman-temannya. Maka kemudian dia memberitahukan masalah ini pada ayahnya Ding Xian.
Maka malam harinya, Ayah mencoba bicara dengan putrinya, berusaha menasehatinya untuk menjalin hubungan baik dengan teman-temannya dan memberikan sekantong penuh snack untuk Ding Xian bagi-bagikan ke teman-temannya. Tapi karena Ding Xian belum akrab dengan semua orang, jadi dia bingung harus ngasih ke siapa.
Keesokan harinya, Ayah mengungkapkan kekhawatirannya ini pada Si Yue. Maka Si Yue pun berjanji akan lebih memperhatikan Ding Xian di kelas. Bahkan saat jalan bersama ke sekolah tak lama kemudian dan tiba-tiba ada motor lewat terlalu dekat trotoar, Si Yue langsung sigap menarik Ding Xian ke sisi dalam trotoar biar lebih aman.
Karena tak tahu harus ngasih snack ke siapa, akhirnya Ding Xian memberikannya pada Suatu Bo Cong saja karena hanya dia seorang satu-satunya orang paling akrab dengannya di sekolah ini.
Berusaha menyemangatinya, Su Bo Cong memberitahu Ding Xian bahwa menjalin pertemanan itu harud dilakukan selangkah demi selangkah. Seiring berjalannya waktu, dia akan menyadari bahwa setiap orang memiliki sisi hangatnya masing-masing.
Waktu jam pelajaran olahraga, Zi Qi lagi-lagi cari perkara dengan mengejek Ding Xian. Tapi Si Yue dengan manisnya menyuruh Zi Qi untuk menghibur 'teman semejanya'. (Pfft! Katanya tidak mau Ding Xian balik ke mejanya?) Dia bahkan berjanji akan mengalah 3 bola jika Zi Qi berhasil menghiburnya. Zi Qi sontak meminta maaf setulus hati pada Ding Xian... Hingga Ding Xian akhirnya tak mempermasalahkannya lagi.
Tapi tiba-tiba ada bola yang terlempar tepat ke arah Ding Xian. Untungnya Si Yue sigap menangkap bolanya sehingga membuat posisi mereka menempel sangaaaaat dekat dan membuat keduanya sama-sama terpana pada satu sama lain.
Bersambung ke episode 3
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam