Sinopsis You Are My Hero Episode 37 - 1

Ke Lei sedang memasak makan malam saat Mi Ka menelepon untuk mengabarkan kalau dia tidak bisa pulang karena harus piket malam. Ke Lei akhirnya membawa supnya ke rumah kakaknya.

Dia mengklaim kalau dia memasakkan sup ini untuk Ke Yao, tapi Ke Yao tak percaya sedikitpun. Nggak mungkin Ke Lei sebaik hati ini. Pasti Mi Ka lagi piket dan tidak bisa pulang, atau mungkin mereka lagi tengkar.

Ke Lei menyangkal yang terakhir. Dia mau tengkar pun, tidak bisa. Bagaimana bisa tengkar kalau bertemu saja susah. Ke Yao mengerti, dokter residen seperti Mi Ka memang sesibuk itu. Masih bagus dia dipindahkan ke Bedah Saraf, kalau di IGD bisa lebih sibuk lagi.

Dulu waktu Dokter Shao masih di pusat penelitian Ailun di luar negeri, malah lebih sibuk lagi. Pernah ada kakak seniornya yang pelatihan dua tahun di sana, rambutnya yang awalnya tebal, jadi rontok sampai botak. Ditambah lagi, pacarnya sampai kabur dengan lelaki lain.

Mereka harus bekerja 18 jam sehari. 36 jam tidak boleh meninggalkan rumah sakit, cuma bisa tidur dua jam di ruangan gelap di rumah sakit. Dalam satu bulan hanya bisa libur satu hari, itupun cuma bisa digunakan untuk tidur. Wow, itu akademi penelitian apa penjara?

Tapi, orang-orang yang keluar dari sana, semuanya sangat hebat, menjadi ahli-ahli terbaik. Begitu mereka kembali ke dalam negeri, mereka akan langsung jadi rebutan berbagai rumah sakit terbaik.

"Sebagus itu, kenapa Dokter Kepala Shao tidak kembali ke sana?" Heran Ke Lei.

"Dokter Kepala Shao diterima bekerja selamanya di sana. Jadi kapan pun boleh kembali. Hanya saja, dia merasa perkembangan medis dalam negeri lebih pesat. Kasus medis lebih banyak, jadi dia ingin tinggal beberapa tahun di sini."

"Menurutku dia itu tidak rela."

"Kembali ke topik, bahas tentang kau dan Mi Ka."

"Saat bersama Mi Ka, aku merasa sangat... sangat tenang. Misalnya saat aku pergi bertugas, latihan atau apapun, hatiku tidak ada beban sama sekali. Hanya saja..."

"Hanya saja kau sangat suka bermanja padanya."

"Mana ada?" Sangkal Ke Lei.

"Apanya yang mana ada? Xing Ke Lei, kau sangat galak pada orang lain. Seorang lelaki keras sepertimu, kenapa begitu bertemu Mi Ka, kau jadi begitu tidak tahu malu manja padanya? Menyuruh dia menyuapimu makan, mengancingkan bajumu, apa kau sendiri tidak merasa geli?"

"Tidak begitu."

"Tidak begitu? Lain kali akan kurekam, biar kau lihat sendiri."

"Aku sedang bicara serius, jangan mengalihkan topik."

"Katakan."

Begini, dia dan Mi Ka kan sudah berhubungan cukup lama, mereka juga sudah pernah melewati hidup dan mati bersama. Karena itulah... Ke Lei ingin...

"Melamarnya?" Tebak Ke Yao tepat sasaran. "Jangan-jangan kau datang untuk minta restu keluarga? Sama sekali tidak perlu. Ayah-ibu sudah bilang, asalkan kau mau menikah, tidak masalah menikah dengan siapa saja."

"Aku hanya merasa... begitu mendadak. Apakah akan membuatnya kaget?"

Wah! Ke Yao benar-benar merasa Ke Lei sekarang sudah banyak berubah karena Mi Ka. Dia sekarang jadi banyak pertimbangan.

"Bagaimanapun, menikah adalah hal besar seumur hidup. Aku tidak ingin ada sedikitpun rasa... terpaksa."

"Kalian bersama sekitar setengah tahun, kan?"

"Jika ditambah dengan peristiwa waktu itu, sudah tiga tahun."

"Waktu itu dia belum jadi pacarmu. Terus apa rencanamu?"

"Cincin, melamar, menikah, punya bayi."

"Masih belum ke tahap punya bayi. Cincin dulu."

Kebetulan lusa Ke Yao mau pergi ke Hong Kong, kirimkan saja padanya foto model cincin seperti apa yang Ke Lei inginkan, akan dia bantu belikan untuk Ke Lei... tapi Ke Lei harus bayar sendiri. Pfft!

Dan masalah ukuran jarinya Mi Ka, Ke Lei tidak perlu repot-repot ngasih contoh, Ke Yao sudah tahu ukuran jarinya Mi Ka. Hah? Jadi Ke Yao sebenarnya sudah merencanakannya sejak awal, yah?

Jelas dong. Ayah dan ibu mereka sudah bilang, salah satu dari mereka harus menikah. Sekarang Ke Lei mau menikah duluan, masalahnya Ke Yao teratasi.

"Kau dan Dokter Kepala Shao juga harus bergegas. Tanaman penawar jambe juga harus mekar."

"Kau tidak perlu mengurusi itu, sajikan saja supnya!"

Dokter Shao melihat Mi Ka masih sibuk di meja kerjanya dan tampak lesu. Ada apa dengannya? Mi Ka mengaku kalau dia belum memberitahu Ke Lei tentang masalah ini karena selama beberapa hari ini Ke Lei sibuk di timnya.

Mi Ka tidak mau membicarakannya di telepon karena dia merasa masalah seperti ini lebih baik dibicarakan secara langsung. Mi Ka sungguh tidak menyangka kalau dia akan lulus.

Dia jadi menyesal karena tidak memberitahu Ke Lei sejak awal. Sekarang, rasanya dia tidak menghormati Ke Lei sama sekali. Dokter Shao mengerti, nanti dia akan membantu Mi Ka untuk menjelaskannya pada Ke Lei.

"Tidak perlu, lebih baik aku mengatakannya sendiri."

Mi Ka jadi makin sedih saat Ke Lei mengirim pesan manis tak lama kemudian yang memberitahu bahwa dia akan bisa pulang akhir pekan nanti.

Hari itu, Ke Yao masuk ke kamarnya Ke Lei dengan membawa cincin pesanan Ke Lei. Tiba-tiba dia ditelepon Dokter Shao. Ke Yao pun asal meninggalkan barang itu di mejanya Ke Lei lalu pergi.

Mi Ka pulang sore harinya bersama Qing Xia. Dia benar-benar gugup menantikan Ke Lei pulang. Qing Xia juga khawatir kalau-kalau pembicaraan mereka nantinya akan gagal.

Apalagi Ke Lei itu kan orang yang banyak berpikir, tidak seperti Wen Bo. Kalau sampai pembicaraan mereka nantinya gagal, pasti akan ada sesuatu yang mengganjal di hati.

"Terus harus bagaimana?" Cemas Mi Ka.

"Kau sungguh-sungguh ingin pergi ke pusat kedokteran Ailun itu?"

"Kalau boleh jujur, bohong jika aku bilang tidak ingin pergi. Pusat Kedokteran Ailan adalah tempat yang ingin dituju semua dokter."

"Walaupun mungkin akan kehilangan Xing Ke Lei karena ini, kau juga rela?"

Tentu saja tidak rela. Mi Ka benar-benar sedih memikirkan harus berpisah dengan Ke Lei. Berusaha menghiburnya, Qing Xia berusaha berpikir positif, mungkin saja Ke Lei akan mendukung Mi Ka untuk pergi. Ke Lei kan SWAT, hatinya sangat lapang. Tapi Qing Xia tidak bisa menemaninya lebih lama sekarang karena Wen Bo menghubunginya.

Dokter Shao pulang bersama Ke Yao lalu tiba-tiba saja dia mengajak Ke Yao untuk lihat-lihat rumah hari sabtu nanti. Rumah yang dia tempati sekarang kan cuma sewaan, dan pemiliknya bilang mau menjualnya.

"Aku berpikir jika tinggal untuk waktu lama, aku memutuskan lebih baik belu satu rumah saja." Ujar Dokter Shao.

Ke Yao tercengang sekaligus senang mendengar Dokter Shao mau tinggal menetap di sini. Tapi membeli rumah kan hal yang besar. Betul sekali, makanya Dokter Shao ingin membeli rumah yang bisa memuaskannya.

"Kau tiba-tiba bicara seperti ini, aku jadi tidak tahu bagaimana harus menjawabmu." Ujar Ke Yao tersipu malu.

Mendengar itu, Dokter Shao langsung menggenggam kedua tangan Ke Yao dan berkata bahwa apa yang dia lakukan ini adalah persiapan dari langkah awal demi sebuah kemungkinan... kemungkinan bahwa dia dan Ke Yao nantinya akan tinggal serumah. Jika saja tujuh tahun yang lalu mereka tidak terpisah, maka mereka pasti sudah tinggal serumah sekarang.

"Kau harus tahu bahwa kata 'jika', terkadang sangat tidak bisa meyakinkan."

"Aku tahu. 'Jika' adalah sebuah hipotesis. Namun terkadang, 'jika' adalah sebuah harapan. Sesuatu yang dinantikan. Selama ini aku merasa hal yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Jangan menoleh ke belakang dan mengejarnya lagi, percuma. Namun kali ini bertemu denganmu lagi, aku tidak ingin membiarkanmu pergi lagi." Ujar Dokter Shao lalu mengecup kening Ke Yao.

Seandainya mereka bisa kembali ke masa tujuh tahun silam, Dokter Shao pasti akan berteriak lantang meminta Ke Yao untuk tetap tinggal. Tidak akan pernah membiarkan Ke Yao pergi. Kali ini Dokter Shao tidak mau menyesal lagi. Ke Yao begitu terharu hingga air matanya berlinang.

Wen Bo mengundang Qing Xia ke kamarnya di asrama. Dia gelisah banget awalnya. Tapi akhirnya dia memberanikan diri... lalu berlutut di hadapan Qing Xia dan melamarnya.

Dengan gugup tapi tulus dia mengaku bahwa dia sudah menyukai Qing Xia sejak awal, namun selama ini dia tidak pernah memiliki keberanian untuk memberitahunya.

Baru sekarang ini dia menyadari bahwa segala hal yang Qing Xia katakan padanya dan Qing Xia lakukan untuknya, membuat hidupnya berubah sepenuhnya.

Sebenarnya sejak di daerah bencana, Wen Bo sudah memikirkannya. Tak peduli berapa banyak waktu yang mereka miliki, entah itu hanya limah menit atau 50 tahun, Wen Bo sudah memutuskan.

"Hari-hari ke depan, biarkan aku menemanimu. Terima kasih, Ruan Qing Xia, telah mengajarkanku bagaimana caranya mencintai dan dicintai. Ruan Qing Xia, bersediakah kau menikah denganku?"

Qing Xia terharu. "Baik."

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments