Ibunya Wat heran karena Dao belum juga turun untuk sarapan bersama dan menyuruh Wat untuk memanggil Dao. Tapi bahkan sebelum Wat sempat bergerak, tiba-tiba muncullah seorang gadis desa berkulit hitam dan memiliki tahi lalat besar, menari-nari heboh di hadapannya.
"Kau siapa?" Sinis Wat yang sama sekali tidak mengenalinya. "Apa kau salah masuk rumah?"
"Tidak. Ini aku."
"Siapa yang kau maksud aku?"
"Aku!"
Masih belum nyambung juga, Wat akhirnya mencoba memperhatikannya baik-baik... hingga akhirnya dia mengenali dia adalah Dao.
Dao meralat. "Panggil aku... Faidam (tahi lalat hitam)."
"Faidam apaan? Apa kau salah minum obat hari ini? Ngapain kau berpakaian kayak begini? Dan ini, kutu apaan nih?" Heran Wat sambil menarik lepas tahi lalat palsunya Faidam.
"Ini tahi lalat! Ini caraku untuk bisa masuk ke rumahnya Dr. Param dengan mudah."
Ibunya Wat tidak mengerti. Untuk apa dia berbuat begitu? Dan bagaimana caranya? Tapi Wat langsung paham apa tujuannya dan memberitahu Ibu bahwa Dao ingin masuk ke sana untuk mengecek calon suaminya. Untuk melihat seperti apa calon suaminya yang sebenarnya.
"Betul sekali. Tapi aku butuh sedikit bantuan Ibu dan Wat."
Jadilah mereka berdua membawa Faidam/Lomdao ke sana untuk direkomendasikan sebagai tukang masak. Gayanya centil dan jail banget waktu memperkenalkan dirinya. Dia mengaku berasal dari Ubon. Ubon tuh terkenal sebagai tempatnya para wanita cantik... kayak dirinya.
Nyonya Morn sinis mendengarnya. "Iya. Sangat cantik. Kau berpakaian seperti gagak yang menggigit cabe." (Pfft!)
"Saya kalau tidak pakai baju merah, tidak akan punya energi untuk jalan, Nyonya."
"Lalu apa kau bisa masak?"
"Saya bisa memasak makanan lebih baik daripada para koki!"
"Bagus. Kalau begitu, aku akan mengetesmu lebih dulu."
Hah? Nyonya Morn lalu membawa Faidam ke dapur dan menuntutnya untuk memasak sesuatu. Dia akan dipekerjakan kalau dia lulus tes ini. Nyonya Morn menyebutkan berbagai makanan mewah yang ingin dimakannya, tapi dia malah ogah ngasih duit buat belanja.
Dengan santainya dia beralasan bahwa ini tes. Jika makanannya tidak enak dan bahkan anjing saja tidak mau makan, kenapa juga dia harus menyia-nyiakan uang pribadinya.
Param baru pulang saat itu. Berbeda dengan ibunya yang super pelit, Param justru sangat dermawan dan tak ragu menyodorkan beberapa lembar uang pada Dao buat belanja. Tapi bahkan sebelum Faidam sempat menyentuh uang itu, Nyonya Morn sontak menyambarnya sambil mengomeli Param, tidak setuju Param memberikan uang sebanyak ini pada Faidam.
Nyonya Morn akhirnya mau memberinya uang, tapi cuma selembar, meyakini kalau uang ini lebih dari cukup untuk membeli bahan-bahan makanan di pasar. Jika dia mau menjadi tukang masak di rumah ini, maka dia harus 'can do everything'.
"Khaen (alat musik tradisional)? Kalau cuma dilihat (Du), tidak akan bisa mengeluarkan suara, harus ditiup." Ujar Dao pura-pura nggak ngerti bahasa enggres.
"Hei! Maksudku bahasa Inggris, can do everything. Artinya kau harus bisa melakukan segala hal."
"Kalau begitu, saya akan 'can do everything', Nyonya."
Wat dan ibunya khawatir sebenarnya, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan. Parahnya lagi, Dao malah sengaja bikin perkara dengan membuat api besar di tungku hingga meledak dan membuat mukanya gosong dan asapnya memenuhi rumah.
Terang saja Nyonya Morn langsung heboh luar biasa mengomeli Faidam dan menuduhnya mau membakar rumahnya. Nyonya Morn langsung memerintahkannya untuk ambil air.
Secara bersamaan, Wat dan Faidam sama-sama mengambil sebaskom air, tapi air yang Faidam ambil adalah air cucian kangkung. Secara bersamaan pula keduanya menyiramkan air masing-masing, tapi tak sengaja kaki Faidam terjegal kakinya Wat... hingga air beserta kangkungnya malah tersiram ke muka Nyonya Morn. Aduh! Aduh!
Nyonya Morn stres. Faidam minta maaf, dia benar-benar tidak ada maksud membakar rumah ini. Dia menyalakan tungku cuma untuk membuat tumis kangkung sesuai permintaan Nyonya Morn. (Kan ada kompor, mbak'e)
Tak ada ampun untuknya, Nyonya Morn langsung mengusirnya sekarang juga. Kalau Faidam terus di sini, mungkin dia bakalan mati.
Wat berusaha membela Faidam dan membujuk Nyonya Morn untuk membiarkan Faidam untuk menebus kesalahannya. Nyonya Morn sinis mendengarnya, kalau suatu hari nanti Faidam benar-benar membakar rumahnya, siapa di antara mereka yang akan bertanggung jawab?
Faidam langsung unjuk diri menyatakan akan bertanggung jawab sendiri. Dia bahkan menyatakan rela tidak dibayar 2 bulan. Kesempatan! Nyonya Morn langsung menuntut agar Dao kerja 6 bulan tidak dibayar. Pfft! Dao terpaksa mengiyakannya saja.
Ibunya Wat khawatir, apa Faidam benar-benar bisa bekerja jadi tukang masak di sana. Kalau itu, Wat meyakinkan Ibu untuk tidak khawatir. Biarpun Dao itu anak manja, tapi keluarganya mendidiknya dengan baik, dia bisa melakukan apa saja.
"Tapi ada satu hal yang kukhawatirkan. Bagaimana dia akan menangani Nyonya Pisamorn?"
Param sedang sibuk saat Nyonya Morn memberitahu bahwa Faidam ternyata benar-benar bisa membuat semua makanan yang dia perintahkan. Hah? Param jelas heran mendengarnya, bagaimana bisa Faidam membeli semua bahan-bahan makanan itu dengan hanya 100 Baht?
Dia langsung mengecek ke dapur dan benar-benar melihat Faidam membeli semua ikan, udang dan kepiting yang harganya pasti mahal banget. Bagaimana bisa dia mendapatkan semua ini hanya dengan selembar uang 100 Baht?
Dao menyangkal. Semua ini jelas lebih dari 100 Baht, sisanya dia beli pakai uangnya sendiri. Tapi dia tidak mencuri uang siapapun loh yah.
"Apa kau gila? Bagaimana bisa kau menggunakan uangmu sendiri untuk membeli semua bahan-bahan ini?"
"Aku tidak gila, Dokter! Orang bilang, ini namanya berinvestasi."
"Investasi apa?"
"Aduh, Dok! Jika aku tidak menggunakan uangku sendiri untuk membeli semua ini, maka aku tidak akan dapat pekerjaan. Ini namanya pemasaran. Dokter ngerti nggak kata itu?"
Sepupunya Param yang cantik, Pon, datang hari ini dengan membawakan satu tas penuh ikan asin dan langsung ikut makan saat akhirnya Faidam menyajikan hasil masakannya yang mewah.
Dan begitu mencicipinya, Pon sontak manggut-manggut menyukai rasanya. Jelas-jelas Nyonya Morn juga suka. Tapi dia sengaja jual mahal dan mengklaim kalau rasanya cuma lumayan... di bawah ekspektasi.
Tapi saat Pon berniat menyingkirkan makanan-makanan itu, Nyonya Morn mendadak panik merebutnya kembali sambil beralasan sayang dibuang. Dengan kondisi ekonomi yang sedang seret kayak sekarang ini, mereka tidak boleh menyia-nyiakan makanan sedikitpun.
Faidam geli mendengarnya. Nyonya Morn tidak perlu menyiksa diri dengan memakan makanan tidak enak ini, mending dia saja yang makan. Dia bisa makan apa saja.
Faidam mau mengambil tumis kangkungnya, tapi Nyonya Morn sontak merebutnya kembali dengan sengit sambil mengklaim kalau dia masih bisa memakannya biarpun tidak enak.
"Kalau memang tidak enak, Ibu tidak perlu mempekerjakan Faidam." Ujar Param geli melihat tingkah ibunya. "Biar Pon saja yang memasak untuk Ibu sampai Ibu menemukan tukang masak baru."
Ibu jelas tidak mau, Pon kalau masak biasanya habis-habisin duit karena Pon sukanya masak makanan barat. Lihatlah Faidam, dia bisa membuat masakan sebanyak ini dengan hanya 100 Baht.
"Tapi... ini tidak enak." Goda Pon.
Nyonya Morn menegaskan sekali lagi, bahwa masakannya Faidam itu bukannya tidak enak. Cuma lumayan. Dan yang paling penting bisa disimpan buat besok kalau tidak habis.
Nyonya Morn bahkan langsung nyerocos panjang lebar memberi instruksi pada Faidam tentang cara-cara menyimpan makanan-makanan ini kalau tidak habis dan bagaimana memasaknya ulang untuk sarapan besok.
Param dan Pon cuma bisa saling melirik dengan canggung mendengar semua ini. Parahnya lagi, untuk bagiannya Faidam cuma dia kasih kecap ikan. Pfft! Pelit banget, Faidam kesal.
Bersambung ke part 2
4 Comments
lanjuut..lanjuut..
ReplyDeleteLanjut....... 💕💕💕💕💕💕
ReplyDeleteLantut teruuuuusssssss,❤️❤️❤️❤️❤️❤️💓💓💓💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
ReplyDeleteLanjut... 🥰🥰🥰🥰
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam