Sinopsis You Are My Hero Episode 1

Dua tahun yang lalu, terjadi aksi perampokan bersenjata oleh sekelompok penjahat bertopeng di toko perhiasan Pao Ching. Banyak yang jadi sandera, sehingga beberapa regu tim SWAT segera dikerahkan ke TKP untuk menangani situasi.

Tanpa para penjahat itu sadari, ada satu petugas SWAT yang menyelinap masuk dari lubang angin dan menggunakan kamera mini untuk mengecek situasi.

Tapi kejadian ini membuat seorang bapak yang sudah renta, tiba-tiba kena serangan jantung. Tim SWAT pun harus menunda penyerangan gara-gara itu. Seorang gadis muda mengaku kalau dia dokter dan para penjahat itu mengizinkannya untuk mengecek kondisi pasien dan menyelamatkannya.

Tapi penyakitnya cukup parah, jadi gadis itu berusaha memohon pada mereka agar bapak ini dibawa ke rumah sakit. Tapi permintaannya malah membuat para penjahat itu jadi emosi hingga mereka langsung melepaskan tembakan.

Situasi itu langsung membuat tim SWAT mulai bergerak maju, tapi si penjahat tiba-tiba melempar granat sehingga melukai beberapa petugas terdekat.

Situasi jadi semakin memanas. Petugas SWAT yang bersembunyi di lubang angin pun langsung bergerak dan menembak beberapa penjahat dengan tepat sasaran. Tim SWAT yang di luar pun akhirnya bisa menyerbu masuk dan menyelamatkan para sandera.

Tapi tiba-tiba satu penjahat yang tersisa, menyandera si gadis dokter dan memaksanya memegang sebuah bom. Si petugas SWAT langsung memberi aba-aba pada para rekannya untuk menurunkan senjata mereka, tapi dia sendiri tetap bersiaga menarget si penjahat.

Dan begitu si penjahat menurunkan kewaspadaannya, si petugas SWAT secepat kilat menembak kepalanya lalu melompat untuk menangkap si gadis dokter dan benda yang dipegangnya sehingga si gadis dokter mendarat menimpanya.

Si gadis dokter benar-benar histeris hingga si petugas SWAT harus menegurnya dan menyuruhnya untuk menggenggam erat alat itu. Dia meyakinkan bahwa biarpun pengamannya sudah dilepas, tapi benda itu tidak akan meledak selama digenggam erat.

Si petugas SWAT tetap tenang membantu si gadis dokter memegangi benda itu dan meyakinkannya kalau dia akan membantunya keluar dari sini.

"Terus? Membiarkanku meledak di tempat lain?" (Pfft! Aku kasihan, tapi lucu juga)

"Kau tidak akan mati, aku akan membawamu ke titik penjinakan bom. Tadi kau lumayan berani. Apa pekerjaanmu?"

"Dokter bedah. Aku baru lulus."

"Tangan dokter bedah mana boleh gemetaran."

"Aku tidak bisa mengendalikannya karena ini efek sekresi hormon yang disebabkan oleh saraf simpatik."

"Kelihatannya kau lumayan pintar. Tapi kalau kau terus bersekresi, kita berdua bisa mati."

"Kalau begitu, aku akan berhenti sekresi."

"Siapa namamu?"

"Mi Ka."

"Masih ada orang bermarga Mi?"

"Ayahku marganya Mi. Aku bisa apa?" (Pfft!)

"Dokter Mi, dengarkan aku baik-baik. Aku ingin kau berdiri sekarang dan ikut keluar bersamaku."

Tapi Mi Ka terlalu takut. Takut benda itu akan meledak kalau dia jalan. Dia datang kemari untuk membelikan hadiah ulang tahun pernikahan kedua orang tuanya.

"Aku masih belum menikah, pacaran saja belum pernah, aku tidak boleh mati! Tidak boleh! Hiks!"

Dia terus histeris sampai si petugas SWAT harus membentaknya dan menyuruhnya untuk menatap matanya. Dia meyakinkan Mi Ka bahwa masalah ini gampang saja.

"Kau cuma perlu ikut denganku. Siapa tahu nanti malam kau sudah bisa makan hot pot bersama. Tapi kalau kau tidak mau jalan, maka kita berdua cuma bisa makan nasi kotak (tidak ada harapan lagi). Kau mengerti? Percayalah padaku. Selama ada aku, kau akan baik-baik saja." Ujar si petugas SWAT.

Dan kata-kata itu sukses membuat Mi Ka mulai tenang. Si petugas SWAT lalu membantu Mi Ka berdiri dan dengan lembut menuntunnya keluar... hingga mereka tiba di tanah lapang tempat penjinakan bom.

Dengan sabar dan tenang, si petugas SWAT menyuruh Mi Ka untuk melepaskan jarinya satu per satu sesuai aba-aba hingga akhirnya benda itu berpindah tangan sepenuhnya ke si petugas SWAT.

Tapi sekarang Mi Ka ganti jadi mengkhawatirkannya. "Bagaimana denganmu?"

"Aku polisi." Ucap si petugas SWAT menenangkannya lalu menyuruh para rekannya untuk menjauhkan Mi Ka.

Dan begitu Mi Ka sudah cukup jauh, si petugas SWAT itu melakukan sesuatu dengan benda itu lalu benda itu pun meledak. OMG! Apa dia selamat?

Dua tahun kemudian, Mi Ka mempelajari berbagai buku tentang bedah saraf. Sepertinya dia memang ingin menjadi dokter bedah saraf karena teman serumahnya, Xiao Man, menderita kanker otak.

Tapi Xiao Man tampaknya ingin menyerah saja. Dia sudah pernah dioperasi, kemoterapi, radioterapi. Sekarang dia tidak mau dibedah lagi.

Tapi Mi Ka menolak menyerah begitu saja dan bertekad akan menyelamatkan Xiao Man dengan cara apapun. Dulu Xiao Man pernah menyelamatkannya dari gigitan anjing, maka sekrang pun dia akan menyelamatkan Xiao Man.

Tapi sekarang Mi Ka harus pergi, soalnya dia dan para rekan dokternya harus mengikuti pelatihan penyelamatan darurat yang akan dilakukan di markas kepolisian.

Sepertinya pelatihan ini kewajiban bagi para dokter baru karena mereka nantinya akan diberi sertifikasi kelulusan. Tujuan pelatihan ini adalah agar mereka bisa memberikan pertolongan dan perawatan medis yang efektif saat terjadi bencana.

Menurut gosipan mereka, mereka bisa latihan di pelatihan ini di sini berkat Dokter Kepala He yang suaminya adalah komandan SWAT.

Tapi yang datang menyambut mereka dan memperkenalkan diri sebagai wakil instruktur mereka, hanya Wakil Kaptem Tim Penyerbu Satuan Harimau, Shu Wen Bo. Atasannya adalah Kapten Xing Ke Lei, tidak bisa hadir di sini.

Wen Bo menjelaskan bahwa pelatihan mereka nantinya  akan dilakukan selama dua minggu dengan tiga puluh persen kelas teori dan sisanya praktek. Pelatihannya terdiri dari latihan fisik, pertolongan umum, pertolongan darurat dan latihan simulasi umum.

Dan karena ini pelatihan tertutup, jadi mereka dilarang meninggalkan markas tanpa izin. Mereka harus punya surat izin yang ditandatangani oleh kepala instruktur, yaitu Kapten Xing Ke Lei.

Mereka bahkan langsung latihan saat itu juga. Disuruh lari keliling lapangan, sit-up, dll. Dan siapapun yang berani berbuat curang, langsung dihukum balik dari awal.

Chen Tao sepertinya naksir Yan Shan dan berusaha mendekatinya dengan berbagai cara, tapi ditolak mentah-mentah sama Yan Shan.

Mi Ka sebenarnya mau minta izin keluar nanti. Dia mau melihat Shao Yu Han, seorang dokter bedah saraf terbaik di dunia yang hari ini datang ke rumah sakit mereka untuk studi banding. Dokter Shao pasti akan bisa membantu Xiao Man.

Tapi mengingat aturannya ternyata ketat banget, Yan Shan menduga kalau Shu Wen Bo sepertinya tidak akan memberinya izin dengan mudah. Chen Tao memberitahu mereka bahwa Wen Bo itu tidak ada apa-apanya dibanding Kapten Xing Ke Lei.

Dia terkenal sebagai Thanos di lapangan yang tugasnya memusnahkan semua orang. Bahkan sertifikat kelulusan dua orang senior mereka pada pelatihan tahun sebelumnya, hampir dikoyak oleh orang itu.

Kabarnya dia kapten Tim Penyerbu Satuan Harimau yang termuda, mendapat promosi khusus berkat jasa besarnya. Mi Ka sinis mendengarnya. Dia tidak yakin kalau Xing Ke Lei sehebat itu.

Soalnya petugas SWAT yang menyelamatkannya dulu lebih hebat. Dia mampu melawan banyak musuh sendirian dan tidak gentar sedikitpun dalam menghadapi granat. Xing Ke Lei mah nggak ada apa-apanya dibandingkan petugas SWAT penyelamatnya waktu itu.

Dua orang wanita rekan mereka, tiba-tiba minta izin tidak ikut latihan selanjutnya dengan alasan tidak enak badan. Wen Bo awalnya cukup keras dan tegas tak mengizinkan mereka. Tapi salah satu wanita langsung berusaha merayunya dengan sok imut dan manja sambil beralasan kalau dia lagi datang bulan.

Seketika itu pula Wen Bo tiba-tiba jadi gugup sampai telinganya memerah. Bahkan dengan mudahnya dia terbujuk dan mengizinkan kedua wanita itu. Pfft! Wen Bo ternyata polos juga ya.

Di sebuah pesawat, sedang terjadi sebuah pembajakan. Si pimpinan pembajak cakep tapi tatapannya sadis saat dia memperingatkan seorang ibu untuk mendiamkan anaknya yang menangis. Tiba-tiba seorang kru pesawat nekat menyerang si pimpinan, tapi sayang, gagal.

"Mau jadi pahlawan. Karena tindakanmu barusan, kau sudah mencelakai semua orang di pesawat." Ujar si pimpinan lalu menarik pelatuknya... err, tapi ternyata tidak ada pelurunya.

Oala! Ternyata itu cuma simulasi pembajakan pesawat. Dan si pimpinan itu ternyata adalah kapten polisi Xing Ke Lei. Dia memberitahu mereka ada empat kesalahan yang dilakukan para kru pesawat selama simulasi tadi.

Pertama: Saat terjadi pembajakan, tidak ada yang menekan tombol alarm untuk memberitahu kokpit. Kedua: Tidak ada yang berani berkomunikasi dengan pembajak, mencari tahu apa tujuan mereka dan menenangkan emosi mereka.

Ketiga: Kurangnya kesadaran untuk melindungi penumpang. Tangisan anak kecil sangat mudah menyulut emosi pembajak. Jadi kalau terjadi hal seperti itu, harus segera membawa si anak kecil ke tempat yang jaraknya agak jauh dari si pembajak.

Keempat adalah aksi kru pesawat yang nekat menyerang tanpa memedulikan keselamatan para penumpang. Yang paling penting dalam situasi seperti ini adalah jangan membuat pembajak emosi.

Tapi yang dipikirin para pramugari cuma ketampanan Xing Ke Lei. Mereka bahkan langsung rebutan meminta add friend sama Ke Lei di Wechat. Ke Lei mau-mau saja menuruti keinginan mereka, padahal sebenarnya dia punya lebih dari satu HP. Selesai simulasi, Ke Lei pun bergegas kembali ke markas.

Mi Ka mencoba meminta izin keluar pada Wen Bo tapi Wen Bo dengan memberitahu Mika bahwa keluar markas harus izin Kapten Xing Ke Lei. Tapi saat dia mencoba menghubungi Ke Lei, teleponnya tidak jawab. Soalnya Ke Lei sedang di jalan dan HP-nya di-mute. Wen Bo jadi tidak mau memberi izin Mi Ka untuk keluar.

Frustasi, Mi Ka akhirnya memutuskan diam-diam melarikan diri saat mereka tengah latihan lari turun gunung. Dia pura-pura tali sepatunya lepas dan begitu semua orang meninggalkannya, dia langsung lari lewat jalan lain dan berusaha mencari tumpangan.

Yang tidak dia ketahui, mobil yang dihadangnya adalah mobilnya Ke Lei. Tapi Ke Lei sengaja tak memperkenalkan namanya dan hanya mengaku kalau dia polisi.

Mi Ka mengaku kalau dia dokter yang sedang melakukan pelatihan bersama di markas tim SWAT yang berada di sekitar daerah ini.

"Siapa namamu?" Tanya Ke Lei.

"Mi Ka."

Ke Lei tercengang... karena ternyata dialah petugas SWAT yang dulu menyelamatkan Mi Ka dan dia masih mengingat nama Mi Ka. Tapi dia sengaja tidak mengungkit hal itu dan hanya berbasa-basi menanyakan pelatihannya.

"Hanya beberapa latihan fisik dasar. Hanya sekedar formalitas. Banyak yang mungkin hanya ingin mendapat sertifikat kelulusan kemudian mendapat tinjauan gelar atau sebagainya."

"Kau juga berpikir seperti itu?"

"Tidak. Aku berharap kelak bisa benar-benar masuk ke bidang pertolongan darurat. Bisa mempraktekkan apa yang kupelajari, tidak menjadi beban."

"Lumayan hebat juga. Siapa yang mengajari kalian?"

"Instruktur Shu."

"Bagaimana? Dia melatih dengan baik?"

"Lumayan. Sangat serius, sedikit kaku. Tapi kabarnya, dia masih lebih baik daripada Xing Ke Lei." (Pfft! Aduh neng, itu Xing Ke Lei ada di sampingmu)

Dia memberitahu Xing Ke Lei bahwa Xing Ke Lei itu kepala instruktur tapi hari ini dia bahkan tidak datang. Itu kan sangat tidak bertanggung jawab. Ditambah lagi, minta izin keluar juga harus minta tanda tangannya. Dia hampir tidak bisa keluar gara-gara Xing Ke Lei. Tapi dia mengklaim kalau tadi dia sudah menelepon Xing Ke Lei untuk minta izin.

Kabarnya dia sangat galak dan tugasnya di lapangan adalah menghabisi semua orang. Bertemu dengannya lebih menyeramkan daripada bertemu hantu. Wkwkwk! Mi Ka, Mi Ka.

Dan setelah ngata-ngatain Xing Ke Lei, dengan polosnya Mi Ka bertanya pada Ke Lei tentang apakah Xing Ke Lei itu adalah atasannya.

"Atas dasar apa dia atasan dan aku bawahan?"

"Kau masih semuda ini, mana mungkin kau atasan."

Ke Lei kesal mendengarnya. Tapi dia memutuskan untuk diam saja. Mi Ka mengaku agak terburu-buru, takut terlambat. Maka Ke Lei langsung menambah kecepatan... sehingga Mi Ka berhasil sampai di rumah sakit tepat waktu.

Tapi sebelum pergi, dengan polosnya dia meminta Ke Lei untuk tidak memberitahu Xing Ke Lei tentang segala hal yang dia bilang tentang Xing Ke Lei tadi.

"Tenang saja. Pasti tidak akan kukatakan pada orang lain."

"Lalu bagaimana aku harus membayarmu? Pakai Wechat pay bisa?" (Pfft! Dikiranya supir Grab kali)

"Tidak usah. Lagipula, aku bukan mencari penumpang. Turunlah."

"Terima kasih. Sampai bertemu lagi."

Sebenarnya para dokter yang hadir adalah para dokter spesialis, tapi Mi Ka bisa menyelinap masuk dan ikut menyaksikan siaran langsung operasi kraniotomi yang dilakukan Dokter Shao karena tidak ada seorang pun yang memperhatikan Mi Ka. Semua orang terlalu fokus menyaksikan operasi itu.

Operasi itu bisa dibilang sangat beresiko dan tingkat kesulitannya tinggi. Apalagi mengingat usia pasien yang masih terlalu muda. Operasi juga harus dilakukan dalam keadaan sadar karena letak tumor yang dekat dengan area fungsi bahasa di otak.

Operasi dilakukan dengan anestesi dosis rendah yang mungkin saja bisa menyebabkan epilepsi. Kalau pasien sampai kejang-kejang di tengah operasi, itu bisa merusak fungsi otaknya.

Benar saja, pasien tiba-tiba mengalami epilepsi saat Dokter Shao mulai membedahnya. Tapi Dokter Shao tetap tenang karena sudah menyiapkan NaCI dingin untuk mengatasinya.

Sementara dia meneruskan operasinya, dia juga mengecek keadaan pasien dengan menyuruh pasien untuk menghitung sambil menekan finger counter. Dari situ mereka mengetahui pasien mengalami kebas ringan yang itu artinya tumor sudah sangat dekat dengan saraf yang mengendalikan bagian tangannya.

Resikonya sangat berbahaya jika operasi dilanjutkan. Tapi alih-alih menghentikan operasinya, Dokter Shao memutuskan untuk meneruskannya. Dia tetap tenang dan fokus mengangkat tumor anak remaja itu... hingga akhirnya dia berhasil mengangkat semua tumornya dengan lancar.

Semua dokter benar-benar kagum pada Dokter Shao dan langsung bertepuk tangan meriah untuknya. Mi Ka ikut menunggu di depan ruang operasi saat Dokter Shao keluar dan berbincang dengan dokter kepala rumah sakit.

Dokter kepala memuji-muji kehebatannya. Bahkan seorang dokter ingin sekali memiliki setengah dari kemampuan Dokter Shao dan ingin memiliki tangan yang stabil seperti tangannya Dokter Shao. Dokter Shao benar-benar hebat bisa menyesuaikan situasi sehingga operasi berjalan dengan lancar.

Dokter Shao dengan rendah hati berkata bahwa segala hal yang terjadi tadi, seperti epilepsi yang dialami pasien, sebenarnya sudah bisa diprediksi sebelumnya. Jadi apa yang dilakukannya tadi bukan menyesuaikan situasi, melainkan karena dia memang sudah menyiapkan segalanya dengan matang. 

Dokter harus bisa memprediksi kondisi apa saja yang mungkin akan terjadi selama proses operasi. Sementara tangan yang stabil itu harus dilatih, jangan cuma omdo.

Bersambung ke episode 2

Post a Comment

2 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam