Sinopsis The Blooms at Ruyi Pavilion Episode 6 - 2

Sementara Bai Qi masih bengong menatap tangannya yang barusan dipegang Fu Xuan, Fu Xuan mengenali si pelayan yang waktu itu menabrak pelayan pribadinya hingga membuat lukisan-lukisan mereka tertukar.

Dan kebetulan, lukisan-lukisan yang tertukar itu adalah lukisan-lukisan yang Bai Qi sebutkan tadi. Tuan Ji ngotot kalau Fu Xuan memfitnah mereka, mengklaim kalau pelayannya tidak pernah melihat lukisan-lukisannya Fu Xuan yang tertukar itu.

"Kalau begitu, suruh pelukismu untuk menghadapiku." Tantang Fu Xuan.

Jika Fu Xuan terbukti bersalah menyalin lukisan mereka, maka Bai Qi boleh menghukumnya semaunya. Tersadar sepenuhnya dari lamunannya, Bai Qi langsung menerima tantangannya.

Pengawal Wen mendapati pelayan pribadinya Fu Rong sedang sibuk menyulam. Tapi hasil sulamannya agak jelek. Yang tak disangka-sangka, ternyata Pengawal Wen juga bisa menyulam, malah hasil sulamannya jauh lebih bagus daripada sulaman si pelayan.

Sementara dia sibuk menyulam, si pelayan terpesona menatap wajahnya yang tersembunyi di balik topeng. Dia bahkan terang-terangan berkomentar bahwa walaupun Pengawal Wen tampak dingin dan kejam, tapi sebenarnya dia orang yang lembut. Terbukti dengan pintarnya dia memelihara ikan dan bakatnya dalam menyulam.

"Tuan Wen, aku penasaran dari siapa kau belajar menyulam?"

Pengawal Wen mengaku bahwa sejak kecil, dia diusir dari rumah dan mengembara. Setiap musim dingin, dia harus mengumpulkan kain-kain untuk menjahitnya menjadi pakaian... sampai dia dibawa pulang oleh Tuan Ju Shui ke paviliun ini.

Pelayan jadi prihatin mendengar kisah kelam masa lalunya. "Masa kecilmu pasti penuh dengan cobaan dan kesengsaraan."

"Tuan Muda lebih parah. Namun semua itu sudah berlalu."

Pelayan setuju dan berusaha menyemangatinya dengan antusias. Masa-masa sulit sudah berakhir dan masa-masa indah baru saja dimulai. Hari-hari bahagia telah menanti.

"Kau tidak menyusahkanku saja sudah cukup." Sinis Pengawal Wen. Padahal dia tampak senang juga mendengar ucapan si pelayan.

Entah apakah pemilik Paviliun Ruyi kongkalikong sama Adipati Cheng karena Adipati Cheng sedang berusaha mencarinya sekarang. Tapi pengawalnya Adipati Cheng kesulitan melakukan itu karena biasanya pemilik Paviliun Ruyi-lah yang mendatangi mereka.

Tapi dia dengar kalau di Paviliun Ruyi ada banyak mata-mata. Dengan cara membuat keributan mungkin akan bisa memancing si pemilik keluar. Tepat saat itu juga, tiba-tiba ada sebuah senjata yang dditembakkan dari luar dan menancap tepat di mejanya Adipati Cheng dan ada sebuah surat yang terikat di senjata yang agak mirip tusuk rambut itu.

Paviliun Ruyi sedang heboh menonton perang antara Fu Xuan dengan Pelukis Peng yang mengaku bahwa lukisan-lukisan itu lukisannya. Fu Xuan dengan tenang meminta Pelukis Peng untuk menjelaskan hubungan keempat lukisan tersebut.

Maka Pelukis Peng pun mulai nyerocos menjelaskan tentang makna-makna lukisannya. Tapi jelas dia cuma nyerocos gaje dan tidak begitu mengerti makna-makna lukisan itu. Bahkan Bai Qi pun mulai meragukan si pelukis itu.

Sekarang giliran Fu Xuan yang menjelaskan makna dari keempat lukisannya mulai dari awal sampai akhir dengan detil. Tema keempat lukisan itu adalah 'Masa Muda yang Singkat'.

Lukisan pertama bertema 'Melihat Sesuatu Secara Positif', menggambarkan seorang wanita yang menatap sungai yang memantulkan bulan cerah di langit.

Artinya adalah, tahun-tahun terus berlalu, sementara mereka berbeda setiap tahun. Dibadingkan siang dan malam, hidup beralih dengan sangat cepat seperti mimpi.

Sementara lukisan kedua menggambarkan si wanita tergelincir ke dalam mimpi tanpa dia sadari. Di dalam mimpinya, wanita ini telah sedikit menua. Masa muda dan kecantikannya hanya terpelihara dalam mimpi.

Lukisan ketiga menggambarkan wanita yang telah menua itu menatap sosok dirinya semasa muda di cermin. Dirinya yang dulu begitu cantik, sekarang rambutnya telah beruban.

Tapi wanita itu melihat dirinya memakai hiasan kepala yang dulu dikenakannya semasa muda, membuatnya seolah bisa melihat sosok dirinya semasa muda di cermin.

Lukisan keempat bertema 'Menjadi Abadi dan Diangkat ke Surga'. Menggambarkan bahwa wanita itu telah meninggal dunia. Namun kisah kecantikannya diturunkan dari generasi ke generasi.

"Seperti bagaimana waktu berlalu di dunia, akan selalu ada gadis muda yang memakai hiasan kepala yang indah, mengejar hal-hal indah yang tampaknya tidak pasti." Tandas Fu Xuan.

Bai Qi benar-benar kagum dan jadi semakin terpesona padanya. Para penonton pun kagum mendengar semua penjelasannya dan langsung bersorak meriah untuk Paviliun Ruyi. Sekarang sudah jelas siapa pelukis asli dan palsunya.

Bukan cuma bisa menjelaskan detilnya. Fu Xuan bahkan punya bukti-bukti berupa sketsa awal semua lukisan itu beserta makna-maknanya.

Bai Qi benar-benar malu sekarang. Tapi akhirnya dengan jantan dia mengakui kecurangan mereka dan berjanji akan menurunkan keempat lukisan itu. Dia bahkan akan memberikan setengah dari keuntungan yang didapat Feng Lai Yi pada Paviliun Ruyi.

"Aku sudah bicara kasar padamu. Aku salah. Aku harus kembali untuk menangani ini. Lain hari aku akan singgah untuk minta maaf." Bai Qi pun pamit.

Tuan Ju Shui bermain baduk sendirian sambil menggumam sedih pada mendiang ibunya. Dulu, Ibu pernah berjanji akan kembali jika dia memenangkan baduk. Tapi nyatanya, Ibu tidak pernah kembali.

Dalam lamunannya, tiba-tiba dia melihat bayangan sang ibu muncul di hadapannya. Tuan Ju Shui kaget hingga dia langsung melepaskan topengnya, memperlihatkan wajah aslinya yang ternyata Adipati An.

Bayangan sang ibu - Ibu Suri Wen, tampak begitu nyata saat ia ikut memainkan baduk itu sambil mengajari Adipati An tentang strategi-strategi dalam memainkan baduk.

"Apa kau lupa apa yang kuajarkan padamu?" Omel Ibu Suri Wen lembut.

Adipati An masih shock. "Aku ceroboh. Aku kalah."

"Kau belum menyalakan lampu lampionnya. Seandainya aku tidak takut bahaya, maka kau tidak akan perlu menggunakan cahaya redup dari lilin pendek."

"Asalkan itu untuk Ibu, aku rela melakukan apa saja."

"Beberapa hari sebelumnya, lampion-lampion di Paviliun sangat indah. Gadis itu juga cantik." Ibu Suri Wen beranjak bangkit untuk mengusap sayang kepala Adipati An. "Ping'er, demi dirimu sendiri. Hiduplah dengan baik."

Bayangan Ibu Suri Wen menghilang setelah itu, menyadarkan Adipati An kembali ke dunia nyata yang tiba-tiba saja membuat Adipati An murka hingga dia membalik papan baduk itu dengan marah sekaligus sedih.

Saat dia keluar kamar tak lama kemudian, dia sudah kembali mengenakan topengnya dan mendapati Fu Rong menunggunya. Sudah sejak pagi Fu Rong menunggunya, akhirnya dia keluar juga.

Fu Rong tahu kalau suasana hati Tuan Ju Shui sedang buruk, makanya dia mau mengajak Tuan Ju Shui ke tempat yang bagus. Dia harus dan wajib ikut. Fu Rong bahkan langsung menyeretnya paksa.

Ternyata dia membawa Tuan Ju Shui ke sungai, tempat orang-orang menghayutkan lampion-lampion mereka ke sungai. Fu Rong bahkan sudah menyiapkan kertas lampion dan meminta Tuan Ju Shui untuk menulis permohonannya di kertas lampion ini.

Dia jamin kalau ini pasti akan berhasil. Fu Rong juga pernah membuat permohonannya sendiri dengan ini. Dulu dia memohon untuk punya adik laki-laki, lalu tak lama kemudian, ibunya melahirkan adiknya, Guan Ge.

Jika lampionnya hanyut mengikuti arus sungai, permohonannya pasti akan terwujud. Atau begini saja, Tuan Ju Shui bilang saja apa permohonannya. Nanti Fu Rong yang akan menulisnya.

"Aku... ingin bertemu ibuku sekali lagi."

Baiklah. Fu Rong pun mulai menulis permohonannya itu di kertas lampionnya. Dia begitu fokus sampai tidak menyadari Tuan Ju Shui yang terpesona menatapnya.

Fu Rong lalu menghanyutkan lampion itu ke sungai dan lampion itu langsung berjalan mengikuti arus.

"Meskipun aku tidak tahu di mana ibumu berada, tapi aku yakin kau akan bertemu dengannya lagi."

Tuan Ju Shui diam saja, padahal dalam hatinya dia membatin sedih karena permohonannya itu mungkin akan butuh waktu sangat lama untuk bisa terwujud.

Tiba-tiba lampion itu tersandung batu. Gawat! Ini bisa sial. Fu Rong langsung saja masuk ke air untuk menyingkirkan bebatuan itu. Tuan Ju Shui benar-benar tersentuh melihatnya.

Dia langsung menyusul masuk sungai untuk mengambil lampion itu. Tapi malah mendapati Fu Rong ternyata bukan cuma menulis permohonannya, melainkan permohonan dirinya sendiri juga, memohon agar ayahnya menambah uang sakunya.

"Lampionnya kan besar. Sayang kalau hanya menulis satu permohonan saja." Ujar Fu Rong dengan muka tanpa dosa.

Lagian dia menulis permohonannya Tuan Ju Shui dengan huruf besar-besar, sedangkan permohonannya sendiri dia tulis kecil-kecil. Permohonannya cuma butuh sedikit ruang.

Tuan Ju Shui geli mendengarnya, tapi bagaimanapun... "Terima kasih."

Dia lalu menghanyutkan lampion itu kembali yang kali ini mengalir dengan lancar.

Di Kediaman Adipati Su, Bai Qi sepertinya sedang tidak mood dan asal saja melempar surat-surat di hadapannya dengan bosan sambil minum-minum.

Parahnya lagi, Tabib Ge sudah dengar tentang perselisihan bisnis antara Paviliun Ruyi dan Feng Lai Yi dan terang-terangan membahas hal itu sekarang.

Bai Qi jadi tambah kesal mendengarnya. Seumur-umur baru kali ini dia merasa begitu malu. Xu Jia cemas melihatnya terus minum dan berusaha mengusirnya, takut minuman itu tumpah ke kertas-kertas ini. Semua ini dokumen penting.

Saat Bai Qi tak mendengarkannya, Xu Jia berniat mau mengambil gelasnya tapi pada akhirnya malah tak sengaja menumpahkan minuman itu sehingga membasahi dokumen-dokumennya. Dan sialnya lagi, Adipati Su baru datang saat itu.

Tabib Ge dan Xu Jia refleks menghormat padanya, tapi Bai Qi malah menduduki meja sambil berusaha menyembunyikan dokumen yang basah itu, tapi tetap saja ketahuan.

Tapi yang tak disangka-sangka, kejadian ini ada gunanya juga. Karena di bagian yang basah dari kertas itu, tiba-tiba muncul sebuah simbol tersembunyi.

Fu Rong sedang sibuk menata buku-buku. Tapi saat dia tengah kesulitan untuk meletakkan buku di rak paling atas, Tuan Ju Shui mendadak muncul untuk membantunya.

Karena sekarang Fu Rong mau kembali ke rumahnya, jadi Tuan Ju Shui memutuskan untuk memberinya sebuah hadiah. "Lepaskan topengku."

Fu Rong kaget. "Tidak! Tenanglah, Tuan Ju. Meskipun aku suka bercanda, aku tahu tidak boleh menyentuh topengmu. Jadi aku..."

"Kau tidak berani." Ejek Tuan Ju Shui.

Fu Rong tersinggung. "Tuan Ju, tidak ada hal yang tidak berani kulakukan. Sebaiknya kau pergi, jika tidak aku akan..."

Tapi Tuan Ju Shui malah menanggapi ancamannya dengan menyodorkan wajahnya. Dan Fu Rong akhirnya mau juga membuka topengnya.

Bersambung ke episode 7

Post a Comment

0 Comments