Melihat Gun kesulitan mencari Pim, Mitra menawarkan bantuanya untuk mencarinya dan mereka pun memutuskan untuk berpencar. Mitra duluanlah yang akhirnya menemukan Pim, tengah menyembunyikan dirinya di dalam sebuah tenda dengan sedih.
Dengan lembut dia mencoba membujuk Pim untuk keluar dan bicara dengannya. Dan itu langsung sukses membuat Pim mau curhat padanya bahwa dia tidak ingin bertemu dengan ayahnya. Dia kesal karena ayahnya melanggar janjinya. Ayah bilang kalau Ayah tidak akan bekerja, tapi nyatanya dia masih saja bekerja.
"Ayah tidak pernah memandangku! Aku benci Ayah!"
"Lalu apa kau tidak takut ayahmu akan sedih? Ayahmu sangat mencemaskanmu dan kebingungan mencari-carimu. Kasihan dia."
Dan bujukannya sukses meluluhkan hati Pim hingga akhirnya dia mau juga keluar. Tapi dia cemas, apa ayahnya akan memarahinya? Mendengar itu, Mitra menasehatinya untuk bicara baik-baik dengan ayahnya jika ada sesuatu hal yang membuatnya tak nyaman.
"Jika kau menggunakan emosi, lalu bagaimana bisa ayahmu tahu apa yang kau inginkan."
"Aku ingin Ayah mengurangi kerja. Lebih memperhatikanku daripada bicara di telepon."
"Kalau begitu, bisakah kau bicara pada ayahmu sebagaimana kau bicara padaku sekarang?"
"Apakah Ayah akan memarahiku?"
"Nong Pim, tidak ada ayah dan ibu yang tidak mencintai anak-anak mereka. Menurutku, ayahmu menyayangimu dan sangat mencemaskanmu. Dia akan senang bertemu denganmu."
Mereka tidak sadar bahwa Gun sebenarnya mendengarkan mereka sedari tadi dan benar-benar merasa bersalah pada putrinya. Dia langsung memeluk Pim dan meminta maaf padanya.
Gun benar-benar berterima kasih atas bantuan Mitra. "Terima kasih sudah membantuku menemukan Nong Pim."
"Tidak masalah. Aku juga punya... adik-adik. Jadi aku mengerti kalau mereka sedang ngambek."
"Aku benar-benar ayah yang buruk. Aku tidak memahami putriku sendiri."
"Err, maaf. Bukannya aku bermaksud mengomelimu, Khun...?"
"Namaku Gun. Maaf, kita bicara lama tapi aku tidak memperkenalkan diriku sendiri." Ujar Gun sambil menyerahkan kartu namanya pada Mitra.
Dari kartu namanya, ternyata Gun juga bekerja di bisnis resort. Dia mengaku punya resort di daerah selatan. Belakangan ini pekerjaannya memang cukup sibuk, makanya dia tidak ada waktu untuk memperhatikan putrinya. Makanya dia selalu menyerahkan Pim untuk diurus oleh pengasuhnya saja.
"Lalu bagaimana dengan ibunya?" Tanya Mitra penasaran.
"Aku dan ibunya Pim sudah lama berpisah."
"Oh, maaf."
"Tidak masalah. Sekarang ini, aku dan Nong Pim baik-baik saja tinggal berdua saja."
Si kembar keluar tak lama kemudian dan langsung menghambur ke dalam pelukan Mitra sambil bercerita dengan antusias tentang apa-apa yang mereka pelajari di kelas tadi.
Pim juga baru keluar saat itu dan langsung minta maaf sekali lagi pada ayahnya. Dia janji tidak akan mengulanginya lagi. Gun senang, dia juga minta maaf sekali lagi dan berjanji tidak akan melakukannya lagi.
"P' sangat cantik." Ujar Nick. Pfft! Calon playboy nih.
"Aku tahu." Ketus Pim.
Gun penasaran mereka mau ke mana setelah ini, soalnya dia ingin membalas budi pada mereka dengan mentraktir mereka makan. Nick dan Rina langsung mengeluh lapar, Nick bahkan langsung menggenggam tangan Pim dan mengajaknya pergi bersamanya. Mitra akhirnya setuju juga.
Usai makan bersama tak lama kemudian, Gun membantu memasukkan Rina yang sudah ketiduran ke dalam mobil. Pim benar-benar suka sama Mitra dan langsung mengajaknya ketemuan lagi kapan-kapan, dia ingin main dan makan bersama si kembar lagi.
"Tentu saja. Kalau begitu, nanti kita ketemu lagi saat kelas seni, oke? Tapi kau harus janji dulu padaku. Bahwa kau tidak akan ngambek lagi pada Ayah."
"Aku janji." Mereka langsung menyepakatinya dengan janji jari kelingking.
"Sampai jumpa, Khun Gun."
"Baik. Terima kasih banyak untuk hari ini." Ujar Gun. Hmm, tampaknya Gun juga mulai tertarik pada Mitra. Dia bahkan tidak segera pergi saking terpesonanya pada Mitra. (Waduh, waduh, saingan sama Prin dong entar?)
Kejadian tadi membuat Mitra termenung bahagia memikirkan kedua anaknya. Begitu sulit baginya untuk melewati masa-masa itu, tidak akan dia biarkan siapapun menghancurkannya.
Bbi Waew masih sulit mempercayainya, bagaimana bisa orang sebaik Prin bisa melakukan sesuatu seburuk itu pada Mitra.
""Bibi Waew, bisakah aku meminta sesuatu? Nanti jika Bibi Phon meminta Bibi untuk memberikan sesuatu pada si kembar melalui pria itu lagi, bisakah Bibi menolaknya? Aku ingin menjauh sejauh mungkin darinya."
"Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi lagi. Kau sekarang menjadu jauh lebih kuat, Mitra."
"Aku selalu ingat dengan apa yang Bibi ajarkan padaku. Jika aku tidak kuat, lalu bagaimana bisa aku melindungi diriku sendiri dan anak-anakku."
"Di kehidupan sebelumnya, Takdir pasti menetapkanmu dengannya. Kau mungkin tidak akan bisa menjauh dan putus hubungan dengannya dengan mudah. Aku mungkin bisa menghindari Bibi Phon, tapi pastiada jalan lain. Jika seperti ini, lalu apa yang akan kau lakukan akan?"
"Jika aku tidak bisa melarikan diri, maka aku harus menghadapinya. Dan akan kubuat dia menjauh sendiri."
Malam itu, Prin tiba-tiba meneleponnya. Tapi dia malah tidak mengatakan apa-apa. Mitra jadi kesal dan langsung memblokir nomornya. Tapi kemudian Prin mengirim pesan, mengancam akan masuk ke rumah Mitra sekarang jika Mitra memblokir nomornya... karena dia sedang berada di depan rumahnya Mitra sekarang.
Mitra jadi panik dan akhirnya menelepon balik dengan kesal. "Kau mau apa?!"
"Aku ingin bicara pada kedua orang tuamu."
"Jangan!"
"Itu berarti, ayah dan ibumu masih belum mengetahui tentang betapa menjijikkannya kelakuan putri mereka. Tapi dari apa yang kuselidiki tentang latar belakang keluargamu, keluargamu seharusnya adalah orang-orang yang bermoral. Seharusnya mereka membesarkan putri mereka dengan baik. Jika putri mereka bersikap buruk, berarti itu salah putri mereka sendiri."
"Hei! Berhentilah menggangguku, berhentilah mengganggu keluargaku!"
Prin jelas tidak mau. Mitra sendirilah yang memulai game ini duluan. Dan sepertinya Mitra masih belum mengenal betul tentang kepribadiannya. Saat dia mulai memainkan game dengan seseorang, dia tidak akan mengakhirinya semudah itu. Dialah yang akan mengakhirinya.
"Dasar jahat! Kau sudah kalah tapi tidak mau mengaku kalah."
"Kau juga sama jahatnya denganku."
"Lalu apa maumu? Hah?! Katakan!"
"Jika kau tidak mau aku masuk, maka keluarlah menemuiku."
Mitra kesal. Tapi pada akhirnya tak ada yang bisa dilakukannya selain menuruti Prin. Tak lama kemudian, dia diantarkan keluar oleh Jane. Dia beralasan mau mengambil dokumen dari kantor.
Ibu benar-benar prihatin melihat putrinya bekerja terlalu keras. Ibu tidak tahu bagaimana harus membantunya. Berusaha menenangkan Ibu, Bibi Waew menasehatinya untuk memberi Mitra dukungan moral saja, itulah yang paling dibutuhkan Mitra. Biarkan Mitra tahu bahwa dia keluarganya menyayanginya dan akan selalu ada di sisinya.
Bersambung ke part 6
1 Comments
Selalu nenantikan eps2 berikutnya,, lanjukan min...
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam