Sinopsis Prophecy of Love Episode 7 - 4

Rose minta maaf pada Ibu karena menyembunyikan masalah ini, dia hanya tidak ingin Ibu khawatir. Dia berniat menjelaskan segalanya di Perancis. Tapi baguslah Ibu datang. Rose kangen banget sama Ibu. Jadi bagaimana kalau mereka pergi ke Perancis bersama?


Tapi Ibu malah berkata bahwa mereka tidak bisa kembali sekarang karena Ibu sudah mengontrakkan rumah mereka di sana selama satu tahun. Ibu juga sudah tidak punya uang karena Ibu menggunakan semua uangnya untuk membayar hutang. Makanya Ibu datang kemari untuk tinggal bersama Rose.

"Tapi kita tidak bisa tinggal di sini, Bu. Kalau penjahatnya sampai tahu, mereka pasti akan menyerang kita."

Paul usul agar mereka tinggal bersamanya saja, dia akan membawa mereka ke resornya yang berada di luar kota. Rose tidak setuju, tadi Paul lihat sendiri penjahatnya membuntuti Paul. Mereka pasti tidak akan berhenti membuntuti Paul sampai mereka yakin kalau Rose tidak akan mengungkap rahasia mereka.

"Lalu di mana kita harus tinggal?"

"Menurutku, malam ini sebaiknya kita tinggal di sini dulu. Kita bicarakan lagi masalah ini besok."

Ibu setuju. Tempat yang paling berbahaya adalah tempat yang paling aman.


Tak lama kemudian, Rose dihubungi Thee yang langsung to the point mengomelinya karena tidak bilang-bilang kalau dia batal pergi. Rose di mana sekarang? Apa dia aman?

"Aku di rumah, aku mencoba menghubungimu berkali-kali tapi HP-mu mati."

"Maaf, HP-ku mati waktu aku terjatuh di jalan. Tapi sekarang sudah nyala."

Rose cemas seketika. "Kau jatuh di jalan? Kau tertabrak mobil, kan? Apa kau baik-baik saja? Apa kau terluka? Apa kau sudah pergi ke rumah sakit? Kenapa tidak memberitahuku?"

Thee langsung sumringah mendengar kecemasannya. "Kau khawatir?"

"Enggak. Aku cuma penasaran. Bagaimanapun, terima kasih sudah menelepon dan menanyakan keadaanku. Aku baik-baik saja. Udah dulu yah."


Paul senang, dia kira kalau Rose mau tinggal bersama Thee lagi. Rose menyangkal, dia tidak mau membuat siapapun kena masalah lagi gara-gara dirinya.

"Nanti aku akan memposting foto fi IG biar mereka mengira kalau aku ada di Perancis bersamamu."

Yang itu artinya, Paul juga tidak bisa kembali ke hotel sekarang karena dia harus membohongi para penjahat itu untuk sementara waktu sampai Rose memutuskan mau tinggal di mana.

"Kalau kau tidak kembali ke hotel. Lalu kau akan tinggal di mana?"


Chang geli melihat Thee tersenyum sangat lebar saat membaca pesan dari Rose. Thee senang banget yah setelah tahu Rose tidak pergi?

Thee canggung menyangkal. "Siapa yang senyum? Wajahku lagi kaku, aku cuma lagi senam wajah."

"Oh, gitu?" Geli Chang.


Kratai tiba-tiba menggebrak meja dengan emosi di hadapan Paul. "Bagaimana bisa kau mau tidur bersamaku?! Aku punya orang tua, tahu!"

Paul jelas panik mendengar suara lantangnya. Orang-orang di cafe itu sampai menatap mereka gara-gara dia. Tenang dulu, napa? Siapa juga yang mau tidur sama Kratai, dia cuma minta dikasih tempat untuk menginap.

"Itu sama saja. Kau minta tempat untuk tidur. Kau tidak mungkin tidur sambil duduk, kan? Orang-orang bisa salah paham. Bagaimana bisa aku aku tidur bersamamu... tinggal di satu rumah bersamamu? Kamarku bukan hotel. Kau punya hotel, tinggal saja di sana."

"Bagaimana bisa aku kembali? Penjahatnya membuntutiku. Makanya aku harus menipu mereka biar mereka berpikir kalau aku dan Rose ada di Perancis. Makanya aku minta bantuanmu sekarang. Malam ini saja, besok aku akan membawa Rose dan ibunya pergi ke tempat yang jauh."


Paul meyakinkan bahwa dia tidak masalah dengan apapun, dia bukan orang yang suka pilih-pilih makanan ataupun tempat tidur. Kratai ngotot menolak, dia tuh cewek, dia bisa kehilangan reputasinya.

Kalau begitu, Paul minta ditempatkan di rumah orang tuanya Kratai saja. Katanya rumahnya Kratai camp tinju, ada banyak petinju di sana, jadi Kratai tidak akan kehilangan reputasinya.

"Kalau aku tidak tiba-tiba membawa cowok pulang, ayahku akan membunuhku."

"Ini nggak boleh, itu nggak boleh. Tidak seharusnya aku mengandalkanmu sejak awal."

Tapi tiba-tiba Kratai punya ide bagus. Dia tahu tempat yang cocok untuk Paul bersembunyi. Dijamin aman.


Kratai ternyata membawa Paul ke rumahnya Chang dan berusaha membujuk Chang untuk menerima Paul dan membantunya. Bagaimanapun, dia perlu menyelesaikan magangnya. Chang agak keberatan sebenarnya, tapi baiklah, dia setuju.

Kratai lalu mengantarkan Paul ke kamar tamu sambil menjelaskan bahwa dia dan Paul sangat amat dekat bagai saudara kandung. Dia meyakinkan Paul bahwa Paul lebih aman di sini. Paul kan tidak bisa berkelahi, jadi lebih aman tinggal bersama polisi.


Malam harinya, Rose dan Ibu sengaja mematikan listrik seluruh rumah biar dikira tidak ada orang di sini. Mereka bisa aman dengan cara ini. Tapi tiba-tiba mereka melihat ada orang yang mengendap-endap di luar.

Panik, mereka langsung mematikan senter-senter mereka lalu menyerang orang itu bersama-sama dan menceburkannya ke kolam lalu memukulinya pakai tongkat jaring dengan membabi-buta... hingga orang itu tiba-tiba saja tidak bergerak. (Mati kah?)


Namun tiba-tiba saja orang itu bergerak yang jelas saja membuat Rose dan Ibu jejeritan heboh... sampai saat mereka melihat orang itu ternyata Thee.


Tak lama kemudian, Thee sudah ganti baju pakai baju mandinya Rose. Harap maklum, di rumah ini penghuninya cuma wanita jadi hanya baju itu satu-satunya yang bisa Rose temukan untuk Thee.

Dia lalu berbalik untuk memberikan ice pack untuk kepalanya Thee, tapi malah kaget mendapati Thee duduk terlalu dekat dengannya. Ngapain dia dekat-dekat?

"Soalnya gelap banget, aku takut kau tidak bisa melihatku." (Pfft!)

Berusaha bersabar, Rose iyain aja lalu menekan ice pack itu ke kepalanya kuat-kuat sampai Thee menjerit kesakitan. Teriakannya membuat Ibu terburu-buru datang dengan panik, takut ada penjahat.


"Tidak ada apa-apa kok, Bu. Aku cuma ngasih dia ice pack, tapi cowok ini malah menjerit kesakitan."

Ibu benar-benar minta maaf pada Thee, mereka kira kalau dia perampok. Thee juga minta maaf, tidak seharusnya dia mengendap-endap dan membuat mereka ketakutan. Dia melihat rumah ini sangat gelap, dia jadi mengira penjahatnya datang untuk menyerang mereka, makanya dia bergegas mengendap masuk.

"Itu idenya Rose, dia mencemaskan keselamatan kami. Dia bilang kalai kami harus tinggal dalam kegelapan sepert ini. Bagaimanapun, aku harus berterima kasih padamu karena sudah membantu Rose. Dia sudah menceritakan segalanya."

"Tapi kenapa kau datang ke rumahku larut malam begini?"

"Aku mau menjemputmu untuk tinggal di rumahku lagi."

"Aku kan sudah bilang kalau aku tidak mau mengganggu dan membuat keluargamu dalam masalah."

"Mereka pikir kau sudah pergi, jadi kau bisa tinggal bersamaku."

"Tapi Ibu dan aku sudah memutuskan untuk tinggal di tempat lain."

"Tidak boleh. Kau harus tinggal bersamaku."

Rose mau nyolot lagi, tapi Ibu dengan cepat menyela dan setuju dengan Thee. Tidak akan baik jika mereka terus menerus tinggal dalam kegelapan setiap malam seperti ini.


"Tuh kan. Lihatlah, ibumu memihakku. Cuma untuk sementara waktu. Tak lama lagi, kita pasti bisa menangkap penjahatnya."

"Apa maksudmu?"

Thee menjawabnya dengan menunjukkan sebuah cincin. Dia menemukan cincin ini di dalam kolam renangnya tadi, tepat di tempat Rose ditenggelamkan sama si penjahat dulu.

Dari ukurannya yang besar, jelas itu bukan cincinnya Rose ataupun cincinnya ibu. Rose ingat waktu dia berusaha melawan, dia memang sempat mencopot sarung tangannya si penjahat. Cincin ini pasti tak sengaja terjatuh bersamaan dengan saat sarung tangannya terlepas.

Kalau begitu, waktu dia dan Paul kembali ke rumah ini sebelum valentine dan menemukan jejak kaki orang, si penjahat itu pasti kembali untuk mencari cincinnya ini.

Dari bentuknya, jelas itu cincin kawin, seharusnya dipakai di tangan kiri. Rose ingat waktu dia diserang di hotel, dia sempat mengambil vas dan memukul orang itu di lengan kirinya.

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments