Sinopsis Prophecy of Love Episode 6 - 5

Tiba-tiba ada anak kecil dan menjajakan bunga mawar pada Paul. Cuma tinggal satu, Paul pun membelinya tanpa ragu biar dagangan anak itu cepat habis dan dia bisa pulang.


"Baik hati sekali. Bolehkah aku mendapatkan uang magangku juga?"

"Bukankah tadi kau bilang kalau kau ingin ganti tempat magang?"

Kratai mendadak canggung. "Err... aku sudah cukup lama magang, tinggal sedikit lagi dan aku akan selesai."


Usai makan mie, Kratai berjalan membuntuti Paul sambil mesam-mesem bahagia, mengharap Paul memberikan bunga mawar itu untuknya. Kratai yakin Paul pasti akan memberikan bunga itu padanya, apalagi sedari tadi Paul meliriknya terus.

Tapi tiba-tiba saja Paul belok ke sebuah patung Dewa lalu mempersembahkan bunga itu pada Dewa. Wkwkwk! Kratai kecewa.

Thee menempatkan bunga-bunga mawarnya di sebuah vas sambil memandanginya dengan senyum bahagia. Rose tidak bisa tidur memikirkan rooftop yang tadi. Dia yakin dia pernah melihat rooftop itu sebelumnya. Tapi di mana dia pernah melihat rooftop itu?

Tapi pikirannya tentang rooftop itu mendadak berubah haluan jadi mikirin Thee. Rose bingung sendiri, kenapa dia malah mikirin Thee? Di kamarnya sendiri, Thee juga susah tidur mikirin Rose.


Tapi mereka tidak sadar ada orang yang punya akses masuk ke apartemen mereka dan sekarang dia mengendap masuk diam-diam, dia bahkan bisa membuka kunci pintu kamarnya Rose.

Rose baru saja ingat bahwa rooftop itu adalah rooftop yang dilihatnya pada ramalannya tentang Rin... saat tiba-tiba saja dia malah berhadapan dengan penjahat itu.

Rose sontak berteriak dan berusaha melarikan diri. Tapi penjahat itu dengan cepat mendorongnya dan berusaha mencekiknya. Rose berusaha keras melawan hingga akhirnya dia berhasil melempar bantal padanya dan menendangnya.


Thee menonjoknya sebelum kemudian melarikan diri bersama Rose. Tapi tidak ada waktu menunggu lift, Thee pun membawa Rose lari lewat tangga. Si penjahat mengejar mereka, dia bahkan bawa pistol dan langsung menembak ke arah mereka. Untungnya meleset.

Dia hampir mau menembak lagi saat Thee sedang berusaha membuka pintu tangga, Rose refleks mengambil sandalnya dan melemparnya tepat mengenai muka si penjahat.


Tapi sesampainya di parkiran, mereka malah bertemu penjahat kedua. Saat Thee berusaha melawannya, dia malah melihat si penjahat pertama menangkap Rose.

Penjahat kedua tiba-tiba mengeluarkan pistol. Thee melihat itu dan langsung membawa Rose bersembunyi di antara mobil-mobil sebelum dia sempat menembak.

Thee punya ide. "Apa kau bisa mengendarai motor?"

"Aku pernah mencoba sekali."

"Bagus. Kalau begitu, pergilah ambil motor. Aku akan mengikutimu nanti, sekarang aku akan menahan mereka."

Jadilah Thee harus menghadapi kedua penjahat itu sendirian, sementara Rose pergi mengambil motornya Thee. Dia hampir saja kewalahan. Untungnya Rose cepat datang, mereka pun bergegas melarikan diri.


Mereka mampir ke mini market untuk beli sandal buat Rose. Tapi saat Rose mau turun dari sepeda, dia malah hampir terjatuh, untungnya Thee sigap menangkapnya.

"Ada apa denganmu? Kecapekan habis bertarung sama mereka? Sini kupakaikan."

"Aku ini peramal, bukan seorang hero film action sepertimu. Aku tidak percaya kalau aku bisa mengendarai sepeda motor ini."

"Bukankah kau bilang kau pernah mengendarai motor satu kali?" Tanya Thee sambil memakaikan sandal itu di kaki Rose.

"Iya. Waktu aku mengendarai sepeda motor pertama kali, aku terjungkal ke sisi jalan. Makanya aku berhenti dan tidak pernah mengendarai motor lagi. Mungkin aku takut mati dan takut kau juga mati, makanya aku bisa mengendarainya."

"Kau melakukannya dengan baik." Puji Thee.

"Makasih yah. Dan juga, maaf karena menyeretmu ke dalam situasi terkutuk ini."

Tapi karena sekarang mereka tidak bisa kembali ke apartemen itu, lalu apa rencana Thee selanjutnya?


Kedua penjahat yang tak lain adalah Auay dan Phol itu kembali memasuki apartemennya Thee dan menemukan catatan tentang nama-nama tersangka. Auay penasaran, bagaimana bisa Phol masuk ke apartemen ini?

"Aku partner apartemen ini."

"Kenapa kau tidak bilang padaku waktu kita bicara tadi?"

"Kita cuma melakukan bisnis bersama. Aku tidak perlu memberitahumu segalanya."

Auay curiga, apa Phol memisahkan diri seperti ini biar dia bisa melimpahkan segala kesalahan pada mereka kalau-kalau terjadi kesalahan? Phol dengan ketus mengklaim kalau dia hanya tidak percaya pada siapapun kecuali dirinya sendiri.

"Tapi kita punya tujuan yang sama, jadi kenapa kita tidak bekerja sama saja? Kenapa juga kita mengacaukannya?"

"Percaya padamu? Menangani hal kecil seperti si guru miskin itu saja kau gagal." Sinis Phol.


Dalam flashback, ternyata Guru Somphong pernah dikejar-kejar oleh Auay di sebuah hutan entah karena apa. Tapi semua tembakan Auay selalu meleset, tapi kemudian Phol muncul dan menembak Guru Somphong tepat sasaran.


Sekarang Auay mengerti, segala insiden yang dialami Rose, baik insiden kolam renang dan hotel, pelakunya adalah Phol. Tapi dia bilang kalau dia hanya mempercayai dirinya sendiri, nyatanya segala usahanya terkait Rose juga gagal.

"Setidaknya aku berhasil menangani si guru miskin itu! Dan itu membuat bosmu masih mempercayaimu sampai sekarang."

"Lain kali aku tidak akan gagal. Kurasa aku tahu ke mana Theerut membawa Khun Rosita. Daripada berdebat seperti ini, bukankah lebih baik bekerja sama untuk melenyapkan mereka?"


Tak lama kemudian, mereka tiba di rumah keluarganya Thee. Tapi Rose masih ragu, Thee meyakinkan bahwa rumahnya ini sangat aman. Yang tinggal di rumah ini cowoknya cuma dia seorang, yang lainnya hanya seorang wanita dan anak kecil. Makanya dia sangat memperhatikan keamanan rumah ini.

Rumah sebelah kiri adalah rumahnya Kratai sekaligus camp tinju. Para tetangga yang lain juga membantunya menjaga rumahnya ini. Polisi juga rutin datang untuk mengecek keamanan rumah ini karena dulu pernah ada anti-fans yang membuat kekacauan di sini. Intinya, rumahnya ini memiliki keamanan yang sangat ketat.


"Tidak akan ada seorangpun yang bisa menyakitimu."

"Aku tidak mengkhawatirkan diriku. Tapi aku mengkhawatirkan ibumu dan adikmu."

"Tidak usah mengkhawatirkan mereka. Ibuku sudah mengetahui segalanya. Dan Rawee pasti akan sangat senang memiliki seorang teman baru untuk diajak main. Aku yakin ibuku dan Rawee akan dengan senang hati membiarkanmu tinggal di sini. Ayolah, Rosita. Tinggallah di sini bersamaku." Thee langsung mengulurkan tangan padanya dan Rose akhirnya menyambut uluran tangannya.


Keesokan harinya, Rose membantu Tante Rujee menyiapkan sarapan. Rose dengan sopan meminta maaf karena menganggu Tante Rujee semalam. Tante Rujee sama sekali tidak mempermasalahkannya, malah menyambut Rose dengan senang hati.

Rose mengira baju yang dipinjamkan Tante Rujee ini adalah baju lamanya, tapi Tante Rujee dengan sedih memberitahu bahwa itu adalah bajunya Ran.

Rawee turun tak lama kemudian dan langsung menyapa 'Temannya P'Thee' dengan antusias. Temannya P'Thee cantik sekali kayak boneka.

"Namaku Rawee, nama kakak siapa?"

"Namaku Rose."


Thee menyusul turun dan langsung mengomeli Rawee karena lari duluan padahal dia belum selesai didandani.

"Aku ingin melihatnya Temannya P'Thee. P'Thee tidak pernah membawa teman perempuan pulang." (Pfft!)

Thee jadi canggung dan malu sama Rose. Thee buru-buru mengingatkan Rawee bahwa dia juga tidak pernah membawa pulang teman pria kecuali Chang. Dia langsung menyeret Rawee menjauh dan mulai menata rambutnya. Rose melihat mereka dengan sedih. Hmm... mungkin dia mengira Rawee adalah anaknya Thee.


Sebelum pergi, Thee memberitahu mereka bahwa dia dan Chang akan kembali ke apartemennya untuk mengecek bukti-bukti, sekaligus mengepak barang-barangnya Rose.

Ibu meyakinkan Thee untuk tidak mengkhawatirkan Rose, Ibu tidak akan ke Ibu hari ini dan akan menemani Rose saja di rumah seharian.

"Khawatir? Ibu pikir aku mengkhawatirkannya? Aku lebih mengkhawatirkan Ibu. Wanita ini sangat ceroboh."

"Thee! Ngomong jelek tentang wanita itu tidak manis." Tegur Ibu.


Mendengar itu, Rose langsung mengadu pada Ibu bahwa selama ini Thee mengatakan hal-hal yang lebih buruk daripada ini. Rawee dengan manisnya meyakinkan Rose untuk tinggal dengan nyaman di sini, dia juga sedikit ceroboh kok.

"Tapi kalau P'Thee nggak manis, laporin aja padaku. Akan kuurus dia." Ujar Rawee dengan gaya sok dewasanya. "P'Thee, P'Thee kan pernah bilang bahwa seorang pria harus jadi pria baik dan melindungi wanita."

"Mulutmu sangat pintar. Ayo, pergi ke sekolah."

"Dadah Ibu, dadah P'Rose. Sampai jumpa nanti sore!"

Bersambung ke part 6

Post a Comment

0 Comments