Tiba-tiba Rut mendengar suara gedebuk dari dalam salah satu bilik toilet. Cemas, Rut langsung membuka pintunya dan mendapati seorang bapak yang terjatuh.
Rut pun bergegas menolongnya dan membantunya duduk di bangku. Bapak itu benar-benar berterima kasih pada Rut. Tapi tiba-tiba si bapak tertarik membaca nama keluarga Rut dan langsung mengenalinya, dia keponakannya Direk Sangkhapat?
Tak disangka hari ini dia bisa bertemu langsung dengan Rut, selama ini dia hanya pernah mendengar namanya. Dia tampan seperti Direk waktu masih muda dulu.
"Anda mengenal Paman saya?"
Tentu saja. Bapak mengaku bahwa dulu dia juga seorang polisi. Dulu Direk adalah polisi panutan semua polisi. Nama panggilannya adalah Duo Tiger. Dulu Direk punya seorang partner akrab. Ke mana-mana mereka selalu bersama.
Kerja sama dua orang itu sangat keren. Yang satu hebat dan yang satunya pintar. Kasus apapun yang mereka tangani, selalu selesai dengan cepat. Rut jelas penasaran dengan partner pamannya itu dan langsung menanyakan siapa nama partner pamannya itu.
Si Bapak agak-agak lupa. Dia tidak ingat bagaimana wajah orang itu, tapi namanya kalau tidak salah... Thuanthep! Dia cukup terkenal juga, kemampuannya tidak kalah hebat. Tapi dia sudah lama menghilang, entah apakah orang itu masih jadi polisi.
Prosesi kremasi dimulai tak lama kemudian, Rut langsung menarik Suam berdiri di sisinya. Tepat saat itu juga, Suam melihat Thuan muncul di depan, sedang menyamar jadi petugas pemakaman. Tapi dia tidak sadar Rut memperhatikan apa yang dia lihat itu, dan sepertinya Rut mulai curiga dengan Thuan.
Di kantor polisi keesokan harinya, para letnan dan sersan memberikan persembahan segelas kopi untuk mendiang di meja kerjanya.
"Sejak kita menemukan jasad Bell, sudah banyak orang yang meninggal." Ujar Letnan.
Tiba-tiba Kepala Polisi muncul dan langsung mengomeli mereka semua karena ternyata mereka tidak mengindahkan peringatannya untuk menutup kasus ini, malah terus menyelidiki kasus ini.
Tiba-tiba Direk juga muncul dari dalam kantornya Kepala Polisi sambil membela Rut, mengklaim apa yang Rut lakukan itu benar. Dia mengklaim kalau dia datang hanya untuk melihat keadaan mereka karena dia tahu kasus ini mungkin memengaruhi mereka semua dan mematahkan semangat mereka.
Dengan berapi-api dia menyemangati mereka semua untuk tidak patah semangat dan tidak pernah ragu dalam mencari kebenaran karena pihak lawan tidak pernah patah semangat. Orang jahat tidak pernah ragu dalam melakukan aksi kejahatan mereka.
Orang jahat tidak akan pernah berhenti.
"Kalian kehilangan seorang teman. Tapi mereka selalu siap untuk berperang. Masyarakat jatuh bukan karena banyak pencuri, tapi karena orang-orang baik seperti kalian yang semangatnya rendah!"
"Pak, apakah anda ingin kami terus menyelidiki Sia Ha?" Tanya Padet.
"Itu terserah kalian. Bila hatimu cukup tenang, ingin menangkap pencuri, hanya duduk mengikuti aturan dan menghitung 1-10, kalian tidak akan bisa menangkap mereka. Jika ingin menangkap pencuri yang hebat, maka kalian juga harus berpikir seperti pencuri yang hebat dan bukan berpikir seperti polisi. Mengerti?!"
Para warga kampung Suksumrarn sedang berkumpul sambil menggosip di warung seperti biasanya. Ibunya Suam berusaha meminta Lamyai untuk makan demi bayinya, tapi Lamyai ngotot tidak mau makan. Suaminya baru saja meninggal dunia, kalau dia makan, dia jadi terlihat tidak sedih.
"Memangnya kenapa kalau suamimu meninggal? Suamiku juga sudah meninggal dan aku masih hidup sampai sekarang." Ujar Ibunya Suam keceplosan.
Dan jelas saja ucapannya itu membuat para tetangga menatapnya dengan aneh. Nenek Dukun sampai harus mengingatkannya kalau suaminya belum mati, malah tadi pagi Nenek Dukun dimarahi sama Kob.
Baru sadar dirinya keceplosan, Ibu langsung berakting seolah dia cuma sedang merutuki Kob. Tuh orang tidak ada gunanya biarpun masih hidup. Dia lalu buru-buru menghindar dengan alasan membantu Bibi Jiab menyiapkan makanan.
Tiba-tiba Way berteriak heboh melihat sesuatu di hadapan mereka. "Itu polisi!"
Semua orang sontak berpaling menatap geng polisi yang berjalan ke arah mereka dengan gaya keren bak boyband yang dipimpin Rut. Suam langsung protes ke suaminya itu, ngapain dia membawa semua polisi kemari?
"Aku datang mencarimu, bagus kan?"
Para sersan langsung geli mendengarnya. Suam sampai kesal memelototi mereka. Sersan menjelaskan kalau mereka hanya ingin melihat keadaan semua orang, terutama Lamyai.
"Kalian lihatlah sendiri. Baguslah kalian datang, jadi ada orang yang bisa menghiburnya. Karena kalian sudah datang, hiburlah dia sedikit."
Su sedang sibuk saat Da meneleponnya. Dia males banget sebenarnya, tapi dia berusaha bersabar dan akhirnya mengangkatnya, dan. Da langsung nyerocos kesal mengeluhkan suaminya yang sudah 3 hari tidak pulang. Entah di mana Aik bersembunyi sekarang. Da kesal banget!
Sekarang Rut juga tidak mau bicara dengannya gara-gara kasus waktu itu. Kenapa sih semua orang membuat masalah ini jadi besar? Dia kan cuma memberi pelajaran pada si jalang itu. Kalau tahu begini, mending dia perintahkan saja orang itu untuk menembaknya sampai mati.
Su dengan sabar mengingat Da untuk jaga ucapannya, tapi Da malah jadi semakin ngamuk tidak terima dikuliahi sama Su. Su jelas kesal mendengarnya, tapi dia tetap berusaha untuk bersabar menghadapinya dan meyakinkan Da kalau dia hanya mengkhawatirkan Da. Dia hanya berniat baik pada Da. Tepat saat itu juga, Da melihat Aik keluar kantor dan langsung menyudahi teleponnya.
Tiba-tiba ada dua orang wanita yang datang dan langsung sinis menyindir Lamyai. Dulu Lamyai suka banget bermulut sok bijak cuma karena suaminya polisi. Sekarang bagaimana setelah suaminya mati? Dia pasti akan menutup mulutnya, kan? Kabarnya suaminya adalah bawahannya Sia Ha juga.
Ibunya Suam tidak tahan lagi mendengar bacotan kedua wanita itu dan langsung melabrak mereka dan mengatai mulut mereka kayak kerbau sawah, berisik banget. Tersinggung, kedua wanita itu langsung mengingatkan Ibu tentang bagaimana perlakukan Nenek Dukun dan Lamyai selama ini pada mereka dan Oil.
Ibu santai mengakui putrinya memang hamil tanpa suami, tapi Nenek Dukun dan Lamyai hanya bercanda. Kedua wanita itu malah ganti menyasar Ibu dan menyinggung masalah persaingan bisnis rumah meditasi mereka. Mereka sudah berdamai sekarang? Apa mereka memohon pada Dewi untuk membuat mereka berdamai?
Kesal, sekarang giliran Suam yang balas menyindir mereka. Dewi itu hatinya tinggi dan kuat, tidak rendahan seperti mereka berdua. Sebaiknya mereka berdua menutup mulut mereka saja agar semua ini berakhir dengan indah.
Dia bahkan langsung memperlihatkan geng polisi itu untuk semakin mengintimidasi kedua wanita itu. Suaminya Lamyai memang sudah mati, tapi suaminya Suam masih hidup. Ingat itu baik-baik. Tak bisa berkutik lagi, kedua wanita itu akhirnya pergi dengan kesal.
Nenek Dukun benar-benar berterima kasih pada Ibunya Suam dan setulus hati meminta maaf pada Oil atas segala hal buruk yang selama ini mereka ucapkan tentangnya dan anaknya. Oil meyakinkan Nenek Duku bahwa dia tidak mempermasalahkannya, dia tidak pernah marah pada mereka.
"Kau baik hati sekali. Seperti malaikat. Err, Suam..."
"Apa sih? Tidak perlu lebay deh. Aku jadi mau muntah."
"Iya, aku tidak akan menyentuhmu. Aku cuma mau bilang bahwa jika besok kau membuka rumah meditasi, aku akan membantumu!" Ucap Nenek Dukun lantang.
Jelas saja Suam panik, apalagi ada Rut yang mendengarnya dan buru-buru menyangkal. Siapa yang mau membuka rumah meditasi? Meditasi apaan? Nggak ada begituan! Tapi Rut sudah mendengar segalanya dan jadi curiga.
Aik keluar tanpa menyadari Da yang diam-diam membuntutinya. Setelah beberapa lama berkendara, Aik tiba di sebuah gedung kondominium.
Tapi saat Da mau masuk, dia langsung dihadang sama sekuriti yang ngotot menuntutnya untuk memperlihatkan kartu izin masuk. Da kesal dan seperti biasanya, dengan sombongnya dia memanfaatkan status ayahnya untuk mengancam mereka dan memerintahkan mereka untuk memanggilkan suaminya - Aik.
Si manajer gedung langsung mengenalinya, tapi maaf, Aik sudah memerintahkan mereka untuk tidak membiarkan siapapun mengganggunya. Terutama wanita yang bernama Darika. Pfft!
Da jadi tambah kesal dan langsung ngotot mau masuk. Tapi sekuriti dan manajer sama sekali tak gentar dengan segala ancamannya dan tegas mengusirnya. Kesal, Da terpaksa pergi sambil menelepon Su.
Tapi Su sedang sibuk bekerja saat itu dan masih kesal juga gara-gara telepon yang tadi, jadi dia sengaja mengabaikan teleponnya. Da pantang menyerah dan terus berusaha meneleponnya berulang kali. Su jadi kesal banget gara-gara itu sampai-sampai dia melampiaskannya dengan menghancurkan rancangan yang barusan dikerjakannya.
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam