Sinopsis My Husband in Law Episode 1 - 4

Nyatanya Thien tidak melakukan apapun padanya, malah Muey berkhayal liar sampai monyongin bibir.


"Hei! Kau memikirkan hal kotor yah?"

"Tidak! Aku tidak memikirkan apapun." Bohong Muey.

"Kau yakin?"

"Baguslah kalau begitu. Aku mau mandi."

Muey sontak mengomeli dirinya sendiri saking malunya dengan khayalan liarnya.


Akhirnya mereka cuma berdiam diri di kamar sambil pura-pura sibuk dengan kegiatan masing-masing. Thien sebenarnya sudah ngantuk tapi berbohong dan mengklaim sebaliknya hanya supaya Muey tidur duluan.

Tapi Muey mengklaim kalau dia belum ngantuk. Yah sudah, Thien pun langsung menguasai kasur dan tidur. Padahal sebenarnya Muey juga sudah ngantuk banget.


Setelah memastikan Thien sudah tidur, Muey berusaha sepelan mungkin mematikan lampu lalu merangkak naik ke sebelah. Tapi dia kesulitan dengan selimutnya karena sebagian besar dikuasai Thien.

Dia berusaha mendekat sepelan mungkin biar kebagian selimut. Tapi tiba-tiba saja Thien berguling ke arahnya dan membuat wajah mereka jadi tanpa jarak. Thien terbangun gara-gara itu dan sontak kaget dengan kedekatan mereka hingga dia refleks berguling menjauh sampai terjatuh ke lantai.


Thien langsung mengambil bantalnya, dia mau tidur di lantai saja. Dia terbiasa tidur sendirian, dia tidak terbiasa tidur sama orang lain. Muey jelas kecewa mendengar Thien menyebut dirinya 'orang lain'.

Tapi dia kasihan juga melihat Thien tidur di lantai yang keras dan dingin. Dia langsung membangunkan Thien lagi... dan hampir saja membuat Thien jantungan gara-gara rambut panjangnya yang membuatnya kelihatan kayak hantu.

"Kau mau apa sekarang?!"

"Aku cuma mau bilang bahwa aku saja yang tidur di lantai. P'Thien tidur saja di kasur."

"Aku kan sudah bilang tidak masalah. Kau saja yang tidur di kasur."

"Lantainya keras. Pasti tidak akan nyaman, punggungmu bisa sakit kalau kau tidur di lantai."


Thien menolak dan ngotot mau tidur di lantai saja, dan jadilah mereka ribut saling otot-ototan. Muey langsung menyeret paksa Thien ke kasur... hingga dia tak sengaja menimpa Thien dan pada akhirnya tak sengaja menendang itunya Thien. Wkwkwk!

Muey panik. "Maaf. Sakit yah?"

"Ya iyalah! Masih nanya!"

"Boleh kulihat?"

"Kau gila apa? Bagaimana bisa kau melihatnya?!"

"Oh iya. Maaf."

"Sudah, sudah! Jangan dekat-dekat aku! Menjauh sana! Aku kan sudah bilang aku bisa tidur di lantai. Kau ini menyebalkan dan bikin masalah saja."


Tapi biar Muey tidak ribut terus, Thien akhirnya menurutinya dan tidur di kasur. Tapi Muey tiba-tiba mau merangkak ke ranjang lagi, Thien sontak panik melindungi itunya.

"Anu... aku cuma mau mengambil boneka bebekku."

Thien mengambilkannya dan jadilah Thien tidur di kasur sementara Muey berbaring di lantai sambil diam-diam memandangi Thien.

Dia sadar pernikahan mereka ini akan berakhir suatu hari nanti, tapi... "Aku akan menggunakan setiap menit yang kumiliki untuk mencintainya sebanyak mungkin."


Subuh-subuh, alarmnya Muey mendadak berbunyi nyaring. Dia sontak panik mematikannya biar tidak mengganggu Thien, tapi gagal dan Thien pun ikut bangun dengan keheranan, ngapain Muey bangun sepagi ini?

"Ibu menyuruhku bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan karena hari ini adalah awal kehidupan pernikahan kita."

Thien jelas tak nyaman mendengarnya. Muey ketawa canggung, yah dia tahu kalau ini cuma pernikahan palsu. Thien balik tidur lagi aja.


Yada baru pulang tapi malah mendapati suaminya lagi bersenang-senang di kamar sama wanita lain. Mereka bahkan main kejar-kejaran. Tapi wanita itu sontak melarikan diri begitu melihat Yada. Pondet jadi kesal sama Yada.

"Apa tidak cukup melakukannya di luar sehingga kau melakukannya di sini juga? Menjijikkan!"

"Menjijikkan? Yang ada di rumah ini jauh lebih menjijikkan! Busuk dan memuakkan! Siapa yang bisa tahan?"

"Kalau begitu lepaskan aku! Ceraikan aku. Aku tidak akan minta apapun."

"Kau pikir kau bisa kembali ke pria itu jika aku menceraikanmu? Kau tidak dengar dia? Dia sudah menikah. Kau pikir dia masih menginginkanmu? Kau punya otak, kan? Belajarlah berpikir! Goblok!"

Yada ngotot tak mempercayainya. Dia yakin Thien bohong. Dia tidak mungkin menikah. Thien pasti akan memilihnya jika dia kembali ke Thien.


Dan jelas saja ucapannya itu membuat Pondet jadi semakin kesal dan langsung menyeret Yada ke tepi reling tangga.

"Dia akan memilihmu? Kalau begitu biarkan aku memberitahumu. Lain kali dia tidak akan seberuntung sebelumnya. Kau ingin bersamanya? Hah?!"

"Lepasin!"

Pondet langsung mendorongnya hingga dia tersungkur lalu kembali ke kamarnya sambil ngakak, meninggalkan Yada yang cuma bisa menjerit frustasi.


Dalam flashback, ayahnya malah sama sekali tidak peduli dengan penderitaannya dan melarangnya bercerai dari Pondet hanya karena bisnisnya Ayah masih butuh bantuan Pondet.

Yada jelas kesal mendengar keegoisan Ayah. Gara-gara ayah-lah, dia jadi menikah sama Pondet dan hidupnya jadi begitu menderita. Ayah tidak terima disalah-salahkan, dia tidak pernah memaksa Yada untuk menikah dengan Pondet. Yada sendiri yang mau sama dia.

"Jika Ayah tidak pernah memperkenalkan kami, hidupku tidak akan menderita seperti neraka!"


Thien dengan setengah hati membantu Muey dan ibunya menyiapkan derma untuk biksu. Tapi dia bahkan tidak bisa menata meja dengan benar sampai Muey harus bertindak menggantikannya.

Tapi Ibu memperhatikan mata panda Thien dan langsung cemas, sepertinya Thien tidak cukup tidur semalam. Sebaiknya hari ini dia pulang saja biar bisa istirahat.

Setelah biksu mengucap doa, Thien mau langsung bangkit. Tapi anak kecil yang membantu biksu tiba-tiba memberitahu biksu bahwa Thien dan Muey baru saja menikah.

Biksu batal pergi dan jadilah Thien harus mendengarkan ceramah biksu yang memberikan berbagai nasehat tentang pernikahan.


"Kalian sudah memutuskan untuk hidup bersama. Aku ingin kalian mengingat kata-kata ini. Yaitu: Sumpah, ketulusan, moralitas, kesabaran, toleransi dan pengorbanan. Mulai sekarang, kalian harus selalu mengutamakan keluarga. Jika kalian bertengkar, maka pikirkanlah kata-kata ini maka pernikahan kalian akan bahagia dan bersama selama-lamanya."

Thien cuma mendengarkan dengan setengah hati, tapi Muey mendengarkannya dengan khidmat.

Bersambung ke part 5

Post a Comment

0 Comments