Sinopsis My Secret Bride Episode 9 - 1

Siang itu, Suam sibuk banget dengan tugas skripsinya tapi Padet menyuruhnya berhenti dulu untuk makan. Ujung-ujungnya mereka jadi otot-ototan tepat saat Rut baru turun dan langsung cemburu melihat mereka.

Dia berusaha berdehem dengan keras, tapi kedua orang itu terus ribut sendiri. Rut sampai harus batuk lebih keras, baru akhirnya dia berhasil menarik perhatian mereka.

"Tenggorokanmu lagi sakit? Mau kubantu periksa?"

"Usil!"

Padet akhirnya berhasil menyingkirkan semua tugas-tugasnya Suam itu biar mereka bisa fokus makan. Tapi Suam penasaran apakah hari ini Neung belum datang?


Neung ternyata sedang menggalau ria di rumahnya, menyesali perbuatannya pada Padet kemarin. Dia bahkan langsung membentur-benturkan kepalanya ke jendela sambil merutuki kebodohannya sendiri.


Pertanyaan Suam membuat Padet jadi termenung sedih. Suam heran, apa mereka lagi bertengkar? Padet menyangkal. Rut rasa Neung tidak datang itu lebih bagus. Kalau ibunya Neung sampai tahu, ini bisa jadi masalah besar.

"Dia datang ke sini untuk mengawasimu. Bukan aku."

Rut sontak melempar tatapan kesal padanya. Tapi Suam santai-santai saja, dia tidak cemburu kok, jangan khawatir. Tapi kemudian dia melihat Rut menyingkirkan kuning telurnya. Tidak mau makan itu? Suam langsung saja mengambilnya untuk dia makan sendiri. Tidak boleh buang-buang makanan.

Padet cepat-cepat mengalihkan topik membahas kasusnya Bee. Apa yang akan Rut lakukan selanjutnya. Suam juga penasaran. Rut heran sama dia. Kalau Padet yang tanya sih tidak masalah, soalnya dia Sarawat (Inspektur). Sedangkan Suam? Apa urusannya sama kasus ini?

"Dia 'Sarawat', aku 'Sarawanee' (orang yang sibuk). Kedengarannya sama, kemampuannya juga sama."


Rut mengaku bahwa dia tidak akan melepaskan kasus ini. Dia akan melanjutkannya, tapi secara diam-diam. Dia akan pura-pura seolah mereka sudah melepaskan kasus ini.

Padet setuju. Tapi dia meminta satu hal. "Aku minta hanya kita saja yang tahu tentang masalah ini. Jangan biarkan orang lain tahu. Meskipun pamanmu."


Keesokan harinya, Padet mendapati Neung datang. Dia mengaku membawa nasi ketan dan babi panggang kesukaan Padet. Tapi yang tak disangka, dia membentuk makanan itu jadi kue ultah. Neung dengan malu-malu meminta maaf atas perbuatan buruknya pada Padet waktu itu.

"Tentang ulang tahun? Tidak masalah. Kau kan memang tidak tahu hari ulang tahunku. Itu tidak penting."

"Tentu saja penting. Ulang tahunmu sudah pasti penting. Dan aku juga harus tahu karena kau adalah temanku. Kau pasti marah padaku, kan? Aku ini sangat bodoh."

"Aku tidak marah padamu. Aku tidak pernah merayakan ulang tahun. Jangan menyalahkan dirimu sendiri."

Tapi tetap saja Neung merasa tidak enak entah kenapa. Dia benar-benar menyalahkan dirinya sendiri atas kebodohannya. Padet tersenyum mendengarnya, jangan berpikir berlebihan, sebaiknya mereka makan saja.

Neung minta maaf sekali lagi. Dan untuk menebus kesalahannya, Neung janji akan mentraktir Padet. Katakan saja kapan Padet tidak sibuk, mereka akan merayakannya bersama.


Saat mereka berkumpul di markas, semua orang mendadak bingung melihat Padet yang hari ini cengar-cengir gaje. Chana sampai berpikir kalau Padet lagi kesurupan dan langsung berusaha mengusir si setan yang sedang merasuki Padet, tapi Padet malah terus senyam-senyum gaje yang kontan membuat mereka semua ngeri.

Thuan dan Suam baru datang saat itu dan rapat langsung dimulai. Tapi Suk mendadak terganggu sama baunya Thuan, apa Thuan tidak ingin ganti baju dulu? Rapat akhirnya ditunda sepuluh menit dan Thuan langsung pergi mandi.


Sia Ha sedang di kuil, melakukan derma dengan melepaskan ikan ke sungai. Dengan wajah masih setengah kesal menanyakan bagaimana kabar Cuchai mengingat mereka belakangan ini tidak saling bicara dan menyuruh Cuchai untuk ikutan melepaskan ikan juga.

Selama ini mereka telah banyak melewati berbagai hal bersama, tapi selama itu pul Sia Ha harus selalu mengingatkan Cuchai untuk tidak ceroboh. Tapi Cuchai belakangan ini banyak berubah dan jadi tidak sabaran.

"Kau juga tahu tanpa dirimu, aku tidak akan bisa menjadi diriku yang sekarang. Jaga dirimu baik-baik. Buktikan padaku bahwa aku masih bisa mempercayaimu seperti sebelumnya."

Cuchai minta maaf. Dia akui kalau dia memang tidak sabaran. Semakin besar pekerjaannya, dia jadi semakin khawatir.

"Jika suatu hari aku harus mundur, hanya kau yang bisa menggantikanku. Aku hanya meminta satu hal. Jangan menyembunyikan apapun yang kau miliki."

Cuchai kontan tertunduk dengan canggung. Sia Ha jelas menyadari ekspresinya itu, tapi dia tidak mengatakan apapun.


Begitu rapat dimulai, Thuan yakin Sia Ha sedang menyiapkan sesuatu mengingat belakangan ini kelompoknya Sia Ha diam saja. Tapi menurut informasi dari Chana, Sia Ha belakangan ini sering rapat dengan para politisi tapi dia berbagai tempat yang berbeda, entah apa tujuannya.

Chana juga curiga kalau Cuchai sekarang sedang sakit parah, tapi dia menyembunyikan sakitnya. Songkram tidak mengerti, memangnya apa efeknya kalau Cuchai sakit?

Menurut Suk, Sia Ha sekarang sudah semakin menua. Dia akan mundur dari pekerjaannya dan harus ada seseorang yang jadi penerus. Tapi jaika tangan kanannya sakit, maka semua rencananya akan bermasalah.

"Kenapa dia tidak meneruskannya pada putrinya saja?" Tanya Damkerng.

Chana yakin putrinya tidak akan terlibat dalam bisnis ayahnya. Selama ini dia tidak pernah melihat putrinya Sia Ha ikut campur. Jadi bisa disimpulkan kalau Sia Ha sedang mencari seseorang untuk melanjutkan rezimnya.

"Intinya, selalu awasi mereka. Baik Cuchai atau politisi. Jika dia tidak mundur sendiri, mungkin akan ada wajah baru yang membuatnya mundur. Suam, kurasa sekarang waktunya untuk membuka rumah meditasi lagi."


Da mendadak mendatangi Su sambil nangis, Aik menggugat cerai dirinya. Dia mau pergi menemui Rut sekarang, bisakah Su menemaninya ke sana? Dia tidak mau sendirian. Su setuju. Tapi sebentar! Da tidak mau ke sana dalam keadaan mata bengkak begini, jadi dia dandan dulu.


Suam menelepon Rut dengan nada manis sekali dan menanyakan Rut mau makan apa, biar Suam belikan untuknya. Padet sampai heran, mereka benar-benar sudah jadi suami-istri?

"Tidak juga. Aku hanya sedikit merasa bersalah."

"Hanya sedikit?"

"Tidak sedikit sih. Tapi akan lebih baik untuk menyenangkannya sedikit. Seandainya aku ditangkap karena membuka rumah meditasi, setidaknya aku akan berada di sisi baiknya sehingga adia akan memaafkanku."

Ah! Apa Padet mau pulang sekarang? Boleh bareng nggak? Tapi Padet dengan santainya berkata kalau dia masih mau melihat-lihat foto-foto autopsi sekali lagi.

Astaga! Serem. Suam heran sama dia. "Hatim terbuat dari apa sih? Setiap hari hanya duduk memandangi foto almarhum."

"Bukankah kau sendiri bisa melihat hantu?"

"Benar juga. Kalau begitu, aku pulang duluan. Sampai jumpa di rumah. Aku harus membeli sesuatu juga."


Tepat setelah Suam pergi, Padet mendapat pesan dari Neung yang berkata kalau dia sudah menyiapkan makan malam untuk Padet. Dia akan pulang setelah mencuci pakaiannya Padet. (Duh, Neng. Udah kayak istrinya Padet aja)

Padet sontak tersenyum lebar membaca pesan itu. Chana sampai ketakutan melihatnya nyengir lebar, Padet pasti lagi kesurupan.


Suam hampir sampai rumah bertepatan dengan Da dan Su yang juga baru datang. Da seketika punya pikiran buruk mau menabrak Suam sampai mati. Su melarang, tapi Da tidak mau dengar dan langsung tancap gas.

Neung kebetulan mau pulang saat itu tapi malah melihat mobil melaju kencang tepat ke arah Suam. Neung sontak panik berteriak memperingatkan Suam.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

1 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam