Sinopsis My Secret Bride Episode 12 - 1

Gara-gara pelukan semalam, Rut dan Suam jadi canggung pada satu sama lain sekarang. Suam bahkan langsung memalingkan muka, menghindari kontak mata dengan Rut sambil melanjutkan mengerjakan skripsinya dan makan sarapan.


"Kenapa kau tidak makan dengan baik?"

"Bubur saja sudah sangat baik."

"Maksudku, kenapa kau tidak menyelesaikan makanmu dulu baru melanjutkan pekerjaanmu?"


Haduh tidak bisa. Seminggu lagi dia akan diwisuda, itupun kalau skripsinya diterima. Mengalihkan topik, Rut berkata kalau dia akan membawa Suam pergi beli baju baru untuk dikenakan ke pemakaman nanti. Suam butuh baju baru, kan?

"Kau malu?"

"Aku tidak malu, justru kau yang malu. Hari ini pergilah beli baju yang bagus, lakukan doa lalu duduk denganku, dan bukannya duduk dengan orang lain."

Baiklah. Tapi Suam tidak mau shopping sama dia. Rut pergi kerja saja, dia akan beli pakaian sendiri. Teerak sontak cemas dengan baju pilihan Suam, tapi Suam dengan penuh percaya diri meyakinkan mereka kalau dia akan memilih baju yang sangat cantik secantik wajahnya.

Nanti kalau dia sudah selesai shopping, dia akan menemui Rut di kantor polisi. Sini kasih duit dulu. Teerak berusaha mengisyaratkan Rut untuk tidak menurutinya, tapi Rut tetap memberikan kartu kreditnya pada Suam.


Ibunya neung mendapati putrinya lagi di rumah. Tumben, belakangan ini Neung jarang banget terlihat di rumah Ibu sampai kangen. Dia tidak menemui Padet hari ini? Coba dia undang Padet datang kemari lagi.

Ibu masih penasaran dia anaknya siapa. Ibu ingin tahu pria seperti apa yang mengencani putrinya selain statusnya sebagai Inspektur. Neung malas banget mendengar ucapan ibunya itu dan langsung pergi.

Dia langsung pergi ke kantor polisi, tapi dia ragu untuk masuk dan jadilah dia memutuskan menunggu di bangku luar.


Tapi Padet memang sedang tidak ada di kantor polisi, melainkan di markas Snow White, di mana Suam sedang merecoki yang lain untuk membantunya mengerjakan skripsinya. Dia harus lulus, kalau tidak lalu siapa yang akan bertanggung jawab.

"Aku yang akan bertanggung jawab." Ujar Thuan yang baru datang.

"Sungguh?"

"Tentu saja. Aku akan mengangkatmu sebagai putriku. Bagaimana?"

"Itu artinya Paman juga harus bertanggung jawab untuk ibuku."

Pfft! Thuan mendadak berubah pikiran. Dia akan mendoakan kelulusan Suam saja. Tapi, di mana Happy? Suam langsung cerewet memberitahu mereka bahwa Happy sedang membuka warung somtamnya hari ini. Duh, Suam jadi kepingin somtam ditambah sedikit kepiting, ebi dan...

"Mari kita bahas masalah ini!" Potong Padet mengakhiri kecerewetan Suam. "Jika tidak, aku tidak akan bisa pergi ke kantor polisi."

 

Chana pun memulai rapat dengan melaporkan kondisi Cuchai yang sudah semakin parah. Dan sepertinya Sia Ha juga sudah mengetahuinya. Waktu pemakaman, Cuchai mengoceh sesuatu pada Sia Ha. Chana tidak mengerti maksud omongannya, tapi jelas itu terdengar serius. Itu pasti karena halusinasinya.

"Menurutmu apa yang akan Sia Ha lakukan jika dia tahu Cuchai sudah tidak berguna lagi untuknya?"

"Entahlah. Karena tidak ada yang bisa menebak pikiran Sia Ha."

Songkram yakin kalau Direk benar-benar akan terjun ke politik dengan menjadi menteri dari partai yang didukung oleh Sia Ha. Tapi entah apakah Direk tahu tentang latar belakang partai itu. Thuan sinis, dia yakin Direk sudah tahu.

Tapi Damkerng bingung. Kalau dia tahu, lalu kenapa dia masih mau menjadi kandidat? Bukankah Direk dan Sia Ha tidak akur?

Terkait masalah Su, dia akan meluncurkan koleksi terbarunya minggu depan. Hanya tamu VIP yang diundang dan Sia Ha sudah pasti akan hadir. Tapi anehnya, Direk juga diundang. Kenapa dia diundang?


"Dia adalah paman dari pria yang dia incar." Ujar Songkram mengingatkan teman-temannya. "Wajar kan bila dia mengundangnya. Iya, kan, Nu'Suam?"

"Apa kau akan pergi?" Tanya Thuan.

"Aku adalah istri dari pria yang dia incar. Apa Paman pikir dia akan mengundangku?"

Tapi Thuan ingin Suam datang ke acara itu. Tapi tunggu dulu, Thuan penasaran Suam dan Rut pergi ke mana beberapa hari yang lalu. Ceritakanlah. Hah? Suam langsung pura-pura bodoh, ceritakan apa?


Letnan Cha dan Sersan Dan heran melihat Neung duduk di luar. Apa dia mau buat laporan? Neung canggung menyangkal, dia ada urusan. Letnan Cha dengan senang hati menawarkan bantuannya. Neung ada urusan dengan siapa? Letnan Cha akan memanggilkan orangnya. Dengan Deputi?

"Apa Inspektur ada di dalam?"

Mereka bingung Inspektur yang mana yang Neung maksud? Inspektur Penyidik Kitcahana? Inspektur Kannaik? Inspektur Joy?... Bukan semuanya. Kalau begitu, berarti tinggal satu Inspektur yang tersisa. Inspektur Penyidik Padet?

"Iya."

"Oh, Inspektur pergi mengecek pekerjaan di luar."

Tapi Deputi ada di dalam, apa Neung mau bertemu Deputi dulu? Neung menolak, dia tunggu di sini saja. Letnan Cha dan Sersan Dan sontak berkasak-kusuk heboh. Neung cuma mau bertemu Padet. Kayaknya ini kasus PDKT.


Thuan memutuskan untuk istirahat dulu 15 menit. Tepat saat itu juga, Padet menerima pesan dari Neung yang memberitahu bahwa dia menunggu di kantor polisi. Padet sontak tersenyum lebar membaca pesan itu.

Songkram dan Chana langsung kepo, Padet dengan ketusnya menyuruh mereka untuk mengurusi urusan mereka sendiri.


Tapi belum juga satu menit, Thuan mendadak menyudahi istirahat mereka dan ngotot untuk melanjutkan rapat dan mulai membahas hartanya Rut yang ternyata banyak tapi dia merahasiakannya dari pamannya.

Songkram bingung, jadi unit mereka ini didirikan untuk menyelidiki Sia Ha atau menyelidiki Direk? Chana juga bingung, apa dia menyamar jadi supir di tempat yang salah?

Thuan yakin semuanya saling berhubungan. Dulu, sebenarnya dia dan Direk sudah merencanakan untuk menangkap Sia Ha yang hendak melakukan penyelundupan pada malam hari. Tapi pada sore hari sebelum aksi mereka berjalan, tiba-tiba saja Direk mengubah haluan dengan menangkap Kunwei.

Padet menduga pasti Sia Ha yang berada di balik semua ini. Chana menyimpulkan kalau Sia Ha dan Direk pastilah teman dekat. Apa mungkin Rut mengetahuinya?


"Suam bilang kalau Deputi pergi melihat tanah di Suan Phueng, kan?"

Iya. Awalnya Suam juga bingung. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, dia merasa tempat itu sesuai banget dengan tempat yang disebutkan trio preman itu. Tempat yang tidak ada apa-apanya selain toilet dan dekat perbatasan.

Thuan menyimmpulkan bahwa jika memang tempat yang disebut para anak buahnya Sia Ha , berarti kemungkinan Deputi juga sudah mengetahuinya dan sedang menyelidiki masalah ini.

"Maksud Paman, Deputi tahu tentang pamannya?"

"Itu tugasmu untuk menyelidikinya."

Kalau begitu, Suam mau membuka rumah meditasi sekali lagi. Kali ini Suam bertekad untuk menemukan jawabannya atas masalah ini... Dan juga jawaban terkait roh misterius yang selalu mengikutinya itu.

Thuan setuju. Tapi dia mengingatkan Suam untuk lebih berhati-hati. Suam santai, dia yakin kali ini dia tidak akan tertembak lagi. Tapi tetap saja Thuan khawatir. Siapa tahu kali ini malah jauh lebih serius daripada sebelumnya, Suam punya banyak musuh.

Rapat selesai, Padet pun pamit mau balik ke kantor polisi. Suam langsung minta nebeng. Bukan mau ikut ke kantor polisi sih, dia mau shopping.


Neung masih setia menunggu. Padet akhirnya datang juga saat itu dengan membawakannya segelas minuman pink. Neung langsung sumringah tapi juga malu gara-gara pelukan kemarin. Padet dengan penuh perhatian tanya apakah dia sudah makan?

"Sedikit."

"Mau makan apa?"

"Terserah saja. Err... apa kau sudah merasa baikan?"

Padet mengiyakan. "Bagaimana denganmu sendiri? Ada masalah apa?"

"Entahlah, aku cuma sedang frustasi dengan semua orang. Pokoknya hari ini aku benar-benar tidak bisa konsen." Ucap Neung dalam bahasa setengah Korea setengah Thai yang jelas saja terlalu membingungkan bagi Padet.

Neung sampai harus mengulangnya dalam bahasa Thai penuh biar Padet mengerti. Eh, tapi. Hari ini dia ngomong pakai bahasa Korea lagi, tapi kok Padet tidak mengomelinya seperti sebelumnya?


"Karena kau bicara dengan baik. Kenapa aku harus mengomelimu? Masalahnya bukan pada bahasamu tapi sikapmu."

Oh, Neung mengerti. Kalau begitu, bolehkah dia memanggil Padet sebagai 'Oppa'? Padet tak setuju, panggil P' saja.

"P'Padet? Terlalu panjang, apa kau tidak punya nama panggilan?"

Padet mendadak canggung mendengarnya dan buru-buru menghindari pertanyaan itu dengan mengajaknya makan sekarang juga. Jelas saja Neung jadi tambah penasaran ingin tahu nama panggilannya Padet, kasih tahu dong.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments