Sinopsis My Secret Bride Episode 5 - 2

Padet membawa Neung makan dan minum-minum di luar. Neung tiba-tiba tertawa sebelum kemudian menangis lagi sambil curhat. Dia sungguh tidak mengerti, dia kurang baik apa? Kenapa Rut tidak memilihnya? Bagaimana bisa dia kalah dari Suam?


Dia mengenal Rut lebih dulu daripada Suam ataupun orang lain. Orang-orang juga selalu bilang bahwa dia dan Rut sangat serasi. Hubungannya dengan Rut juga selalu baik. Tapi bagaimana bisa Rut tiba-tiba menikah dengan orang lain? Kenapa?

"Suam hamil." Cetus Padet seenaknya.

"Hah? Suam hamil?! Yang benar?"

"Aku tidak tahu. Hal seperti itu mungkin saja terjadi."

Dasar Padet! Neung jadi tambah sedih. Dia bahkan tidak boleh merindukan Rut sekarang. Padet tahu nggak sih, seharian tadi dia memandangi rumah Rut sepanjang hari. Dia tidak bisa melupakan Rut.

"Aku mencintainya! Apa kau mengerti?! P'Rut! Saranghaeyo! Saranghaeyo! Huaaaaaaa~~~"

Terang saja semua orang jadi memelototi mereka gara-gara itu. Berusaha mendiamkannya, Padet asal saja memberitahunya bahwa dia tidak perlu berhenti mencintai Rut. Neung bisa terus mencintainya. Cuma cinta, yang penting jangan merebutnya.


Tapi ucapannya itu malah membuat Neung jadi tersenyum licik, dia ingin merebut Rut dan langsung menelepon Rut saat itu juga. Tapi Rut saat itu sedang makan malam bersama Suam sambil ribut berdebat dengannya. Teleponnya Neung jadi terabaikan. Neung jadi tambah heboh. Kenapa Rut tidak menjawab teleponnya?

"Ini malam pernikahan mereka, kenapa kau mengganggu mereka?"

"Argh! Hentikan! Aku tidak ingin mendengarnya! Aku tidak menerima pernikahan ini!"


Pantang menyerah, Neung langsung menghubungi nomor telepon rumahnya Rut. Kali ini diangkat, Neung langsung antusias mengira Rut yang menjawabnya, dan tanya apakah Rut lebih mencintai Suam daripada dirinya?

Dia tidak sadar yang mengangkatnya sebenarnya Teerak dan dia juga tidak terlalu mendengarkan dengan baik gara-gara Rut dan Suam yang terus ribut. Apalagi kemudian teleponnya mendadak terputus gara-gara ponselnya Neung lowbet.

"Pinjemin HP-mu."

"Sudah cukup! Kau bicara terlalu banyak. Apa kau tidak berpikir dia akan jengkel?"

"Dia akan jengkel? Dia akan jengkel padaku? Kenapa dia jengkel sama aku? P'Rut! Apa jengkel padaku?"

"Pulanglah."

Neung menolak, bersikeras mengklaim dirinya baik-baik saja. Pokoknya dia harus menyelesaikan masalah ini dengan Rut. Dia bahkan mencoba membuktikan dirinya masih baik-baik saja dengan mencoba berdiri tegak, tapi tiba-tiba saja dia oleng dan terjatuh. Hadeh! Padet stres.


Suam tampak sangat bahagia dengan kehidupan barunya, cuma duduk santai di sofa saja membuatnya tersenyum sangat lebar. Rut heran melihatnya, ada apa dengannya? Gangguan pencernaan?

Suam mengaku dia hanya belum terbiasa dengan kehidupan seperti ini. Biasanya waktu di rumah, dia tidak pernah bisa duduk diam seperti ini. Biasanya dia akan bertengkar dengan ibunya, bekerja, mengurus keponakannya atau dipukul ayahnya...

"Oke, oke! Aku sudah tahu. Aku bisa membayangkannya."

"Aku tidak pernah tinggal di rumah yang benar-benar rumah seperti ini."

"Nanti anda pasti akan terbiasa." Ujar Teerak menyemangatinya.


Mengalihkan perhatiannya menatap Rut yang sedang bekerja, Suam mengaku bahwa dia sudah memikirkan ucapan Rut tadi siang, bahwa dia tidak percaya akan cinta. Suam juga tidak percaya akan cinta.

Sejak dia lahir, ayahnya selalu memukuli mereka semua. Lalu Oil bertemu pria jahat yang menghamilinya lalu kabur. Sedangkan Ibunya, Ibu selalu memarahinya setiap saat.

Kadang dia ingin sekali ibunya bicara dengannya dengan cara baik-baik, tapi sepertinya itu tidak mungkin akan terjadi. Karena itulah Suam tidak percaya akan cinta.

Bagaimana dengan Rut? Apa yang membuatnya tidak percaya dengan cinta? Sepertinya keluarganya baik-baik saja. Rut akui mendiang ayah dan ibunya sangat baik, mereka tak pernah memukulnya.

"Lalu kenapa kau tidak percaya dengan cinta?"

"Bahkan sekalipun saling mencintai sampai mati, akhirnya juga tidak bisa bersama. Tidak berpisah, pada akhirnya tetap terpisah oleh kematian."


Kalau begitu, Suam memutuskan bahwa mereka berdua ini sangat cocok dengan satu sama lain. Sama-sama tidak percaya akan cinta. Ini pasti takdir. Mereka berdua tidak akan pernah saling mencintai apapun yang terjadi.  Mereka benar-benar cocok untuk menikah, Rut pintar banget pilih istri.

Rut setuju. Mereka berdua bisa hidup seperti ini tanpa saling mencintai. Betul sekali! Karena itulah, Suam usul agar mereka meneruskan pernikahan ini saja selamanya, tidak perlu bercerai. Bagaimana?

"Kenapa?"

"Aku khawatir kalau aku akan ketagihan hidup nyaman begini."

Rut sontak mendorong mukanya menjauh, bersikeras mereka cuma akan menikah 3 bulan.


Keesokan harinya, Suam terbangun dengan senyum bahagia di ranjang barunya yang empuk dan nyaman, dan langsung bergulingan dengan bahagia.

Tiba-tiba Rut mengetuk pintu. Waduh! Suam belum sikat gigi, nggak pake daleman lagi. Akhirnya dia terpaksa membuka pintu dengan membungkus dirinya pakai selimut dan masker.

Rut jelas bingung melihatnya seperti itu. Dia lalu menyuruh Suam untuk menemuinya di ruang kerja. Suam langsung mengangguk tanpa bersuara dan berniat mau langsung menutup pintu, tapi Rut mendadak mencegahnya dengan senyum geli.

"Kau sedang tidak pakai daleman yah? Tidak apa-apa kau bisa keluar seperti ini. Aku tidak keberatan."

Suam yang keberatan dan hampir saja mau nyolot, tapi mendadak ingat dia belum sikat gigi dan langsung menutup mulutnya dan membanting pintunya.


 

Neung bangun tidur tepat saat Padet hendak berangkat kerja dan mendadak heboh, mengira mereka tidur bersama semalam padahal jelas-jelas dia tidur di sofa. Padet mengecek keadaannya, dan begitu yakin Neung baik-baik saja, dia langsung mengusirnya.

Neung malah sengaja mengulur waktu dengan alasan meminta sesuatu, tapi Padet sudah tak tahan lagi dengannya dan langsung menyeretnya keluar dengan paksa.


Neung mengendap-endap masuk rumahnya. Sepertinya tak ada orang. Aman! Neung mau langsung naik ke kamarnya, tapi Ibu mendadak muncul dari belakang dan langsung mengomelinya habis-habisan. Wanita macam apa yang tidak pulang semalaman dan berbau alkohol sekuat ini?

Neung minta maaf, dia mengaku menginap di rumah temannya semalam. Ibu tak percaya, teman yang mana? Ibu tidak pernah melihat Neung punya teman selain si Suam itu.

"Jangan menyebut namanya, Bu. Aku tidak ingin mendengar namanya."

Ibu sinis mengingatkan Neung bahwa Neung sendiri yang membawa cewek itu ke rumah ini padahal Ibu tak pernah setuju. Cewek itu iri sama Neung dan ingin merebut segala milik Neung. Dan sekarang tuh cewek bukan cuma menggoda Aik, tapi juga sukses mendapatkan Rut.

"Duh, Bu. Bagaimana Ibu bisa tahu?"

"Ibu tahu segalanya. Dan jangan lupa dengan kesepakatan mereka. JIka kau kehilangan Danurut, ibu akan mencarikan seorang pria untukmu."

"Aku tidak mau! Aku tidak mau pria..."

"Cukup! Diam! Jangan membantah! Buat dirimu lebih baik agar kau terlihat pantas menjadi putriku. Dan jangan mempermalukan ibu dan ayahmu lebih dari ini. Cukup sampai di sini!"


Tak lama kemudian, Suam masuk ke ruang kerja Rut sambil menutupi dirinya pakai cardigan. Rut geli melihatnya, Suam tidak perlu malu. Ingat, Rut pernah menyentuhnya waktu itu.

"Khun! Yang waktu itu terpaksa."

"Jadi kau mengakuinya bahwa yang waktu itu memang kau, kan?"

Pfft! Suam speechless. Rut tiba-tiba menyodorkan sebuah cincin untuknya, cincin kawin mereka. Wah! Suam senang. Sungguh tak disangka, cewek semacam E-Suam bisa pakai cincin perak juga.

"Itu emas putih." Ralat Rut. "Dan jangan sebut dirimu 'E'."

"Kenapa? Kenapa aku tidak boleh menyebut diriku sendiri 'E'? Orang lain juga memanggilku seperti itu."

"Mulai sekarang tidak boleh. Terserah kau mau memanggil dirimu apa, tapi tolong hormati istriku juga."

Suam terharu mendengarnya. Dia sampai jadi malu dan canggung, dan langsung berjalan agak menjauh.


Tapi saat dia mengalihkan pandangannya ke laptopnya Rut, dia langsung penasaran dengan kasus wanita tenggelam itu, jadi Rut yang menangani kasus ini? Suam yakin dia pernah melihat wanita dalam foto ini. Sebentar! Biar dia ingat-ingat dulu. Di mana yah dia pernah melihat wanita ini?... Oh! Suam ingat, dia hantu wanita yang dia lihat waktu itu.

"Tunggu, Suam. Apa? Kau pernah melihat wanita ini sebelumnya? Di mana? Kapan?"

Baru sadar dirinya keceplosan, Suam mendadak bingung harus menjawab apa.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

1 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam