Sinopsis Find Me in Your Memory Episode 8 - 2

 Sinopsis Find Me in Your Memory Episode 8 - 2

Tak butuh waktu lama, entah bagaimana Jeong Hoon dengan cepat menemukan apartemen lain untuk mereka. Keamanan apartemen itu cukup ketat, tidak mudah bagi pengunjung untuk mendapatkan akses masuk, jadi mereka aman di sini.


Tapi apartemen sebagus ini, apa benar-benar boleh mereka tempati? Bagaimana dengan pemiliknya? Jeong Hoon dengan canggung mengklaim kalau apartemen ini kosong karena pekerjaan dan akan kosong cukup lama, jadi mereka bisa tinggal di sini dengan tenang. Ha Kyung penasaran, bagaimana Jeong Hoon bisa mengenal pemilik apartemen ini?

"Kami... dekat seperti keluarga." Ujar Jeong Hoon.


Tak lama kemudian, Ha Jin mengantarkan Jeong Hoon keluar. Tapi Ha Jin masih agak cemas, Jeong Hoon tidak akan menghilang tiba-tiba seperti kemarin kan?

"Kau boleh pergi ke mana pun, ke tempat yang jauh sekalipun. Tapi kalau kau pergi, beri tahu aku. Biar aku tahu keberadaanmu dan menunggumu."

"Sekarang aku tidak bisa pergi meski ingin."

"Kenapa? Karena aku?"

Jeong Hoon tersenyum mendengarnya. Dia harus kembali ke program berita, cutinya berakhir besok, jadi dia akan mulai bekerja lagi mulai lusa. Ha Jin senang mendengarnya, dia ingin sekali melihat Jeong Hoon membawakan berita.

"Aku akan meneleponmu begitu sampai rumah. Masuklah."

"Hati-hati di jalan."


Ha Kyung barusan memeriksa salah satu kamar dan mendapati ada pisau cukur, jelas pemilik tempat ini seorang pria. Tapi siapa yah? Apa mungkin ini rumahnya Pewarta Lee? Mungkin dia punya dua rumah? Ha Jin tak yakin.

"Tapi kalau bukan begitu, bagaimana bisa dia mendapatkan rumah sebagus ini dalam waktu sesingkat ini?"

Ngomong-ngomong tentang Pewarta Lee, Ha Kyung merasa Pewarta Lee benar-benar ada rasa sama Ha Jin. Buktinya dia sangat mengkhawatirkan Ha Jin sampai mendapatkan rumah ini begitu cepat. Dia terlalu perhatian bagi sebuah hubungan palsu. Ha Jin langsung sumringah saking bahagianya.

"Lihatlah senyum lebarmu. Bagaimana kalau kita meneruskan perasaan romantis ini dengan mendengarkan musik? Aku lihat beberapa piringan hitam di sana."


Ha Kyung langsung mencari ke rak, tapi malah tak sengaja menemukan beberapa foto pemilik rumah ini yang terselip di buku. Tapi itu foto-foto masa kecil, siapa yah dia? Masa Pewarta Lee? Tapi Ha Kyung rasa bukan Pewarta Lee, soalnya mukanya biasa aja. Tapi Ha Kyung merasa familier dengan wajahnya. Siapa yah?


Siapa lagi kalau bukan Il Kwon yang sekarang sedang sumbar tentang kebaikan hatinya yang rela membantu Jeong Hoon dengan meminjamkan apartemennya untuk Ha Jin tinggali. Bukankah dia hebat?

"Iya, terima kasih."

"Kau tidak terdengar tulus."

"Terima kasih sebanyak-banyaknya. Puas? Bisakah kau merasakan ketulusanku sekarang?"

Kalau Jeong Hoon benar-benar merasa berterima kasih padanya, Il kwon minta diuatkan 10 kupon. Baiklah, Jeong Hoon akan buatkan 20 kupon untuknya. Il Kwon senang. Kalau begitu, dia mau tidur sekarang, kamarnya yang mana? Tapi yang tak disangkanya, Jeong Hoon malah menyuruhnya untuk tinggal di hotel saja.

"Kukira aku akan tinggal bersamamu untuk sementara waktu."

"Bersamaku? Kenapa? Tinggal saja di tempat yang nyaman. Tinggal bersamaku pasti tidak akan nyaman bagimu." Ujar Jeong Hoon lalu memberikan kartu kreditnya pada Il Kwon.

Il Kwon senang. Tapi Jeong Hoon jangan protes tentang berapa banyak uang yang akan dia habiskan di hotel. Jeong Hoon tidak keberatan dan langsung mengusirnya.

 

Ayah Jeong Hoon tak sengaja menemukan sebuah kotak saat dia tengah mencari kacamatanya. Entah apa isinya, ia langsung menelepon Jeong Hoon, tapi Jeong Hoon sengaja mengabaikan teleponnya, di sedang sibuk memperhatikan rekaman CCTV saat si penguntit menyemprot pilox.

 

Keesokan harinya di stasiun TV, Direktur Choi lega melihat Jeong Hoon akhirnya kembali. Dan kedekatan mereka lagi-lagi membuat PD Kim cemburu. Ujung-ujungnya Jeong Hoon jadi canggung sendiri karena harus terjebak di tengah perdebatan suami-istri itu.

Mengingat kejadian dengan penggantinya Jeong Hoon yang mengatai suaranya menyebalkan, PD Kim jadi penasaran tentang pendapat Jeong Hoon tentang suaranya? Apa dia terdengar menyebalkan waktu mehitung mundur? Jeong Hoon bingung, dia tidak merasa seperti itu. PD Kim langsung sumringah mendengarnya.


Ha Jin memutuskan datang ke stasiun TV untuk memberikan dukungan moral bagi Jeong Hoon yang mulai bekerja kembali hari ini... Sekalian dia bisa melakukan penelitian tentang berita siaran langsung.

"Penelitian apanya? Aku bisa membaca niatanmu dengan jelas. Kau mengkhawatirkannya."

Ha Kyung heran padanya. Di saat seperti ini seharusnya Ha Jin lebih mencemaskan dirinya sendiri. Mengingat Ha Jin begitu mencemaskan Pewarta Lee, sepertinya Ha Jin benar-benar menyukai Pewarta Lee.

"Aku hanya merasa dia membutuhkan aku sekarang. Nanti kutelepon kau kalau aku sudah selesai."

Ah! Ha Kyung baru ingat kalau ponselnya ketinggalan. Terpaksa dia harus meninggalkan Ha Jin untuk mengambil ponselnya di rumah.


Jeong Hoon tengah bersiap di ruang gantinya saat tiba-tiba dia melihat pulpennya. Pulpen penuh kenangan akan mendiang ibu. Dulu itu adalah pulpen milik Ibu yang selalu ia gunakan saat menulis puisi, yang kemudian ia hadiahkan pada Jeong Hoon saat Jeong Hoon pertama kali menjadi reporter.

Saat Ha Jin tiba di sana, Jeong Hoon malah tidak ada di ruang tunggunya. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi karena tidak dibawa. Staf di sana juga tidak tahu ke mana dia pergi.

Cemas, Ha Jin langsung berkeliling gedung mencari Jeong Hoon hingga akhirnya dia menemukan Jeong Hoon ada di rooftop, tengah berusaha menguasai emosi dan kesedihannya. Prihatin, Ha Jin pun memutuskan untuk melakukan sesuatu.


Saat akhirnya Jeong Hoon sudah lebih tenang dan hendak kembali, Ha Jin mendadak muncul di hadapannya sambil menyodorkan sebotol aqua dan dengan riang mengucap selamat atas kembalinya.

"Kenapa kau datang kemari selarut ini?"

"Kenapa wajahmu seperti itu? Kau sepertinya senang melihatku, tapi sepertinya juga tidak."

"Terima kasih untuk airnya. Tapi apa kau datang sendirian? Di mana Ha Kyung?"

"Kami datang bersama, tapi dia meninggalkan ponselnya di rumah."

"Begitu rupanya. Bagaimana kabarmu? Baik-baik saja?"

Aku baik-baik saja berkat kau, Pewarta Lee."

"Syukurlah. Kalau kau tidak keberatan, maukah kau menungguku sampai selesai? Akan kuantarkan kau pulang."

Tentu saja Ha Jin tidak keberatan. "Baiklah."


Tak lama kemudian, Jeong Hoon kembali ke ruang ganti dan memantapkan hati membawa pulpen ibunya bersamanya. PD Kim pun senang melihatnya kembali ke depan kamera dan langsung menggodanya seperti biasanya.

"Kenapa kau serius begitu? Apa kau gugup karena sudah terlalu lama?"

"Aku? Mana mungkin. Kurasa kaulah yang gugup."

"Mendengarmu mengucap candaan, kurasa aku tidak perlu khawatir. Kita punya banyak berita, jadi pertahankan kecepatan. Baik, 10 detik menuju pembukaan!"

Jeong Hoon pun mulai mengeluarkan pulpennya dan melihat Ha Jin tengah menontonnya dari belakang kamera dan pemandangan itu kontan membuat senyumnya merekah.


Dan Ha Jin benar-benar setia menonton sampai akhir acara. Dia bahkan langsung memuji-muji Jeong Hoon yang tampak sangat keren saat membawakan berita. Jeong Hoon memintanya menunggu sebentar, dia akan ganti baju secepatnya.

Tapi PD Kim mendadak muncul dan mengklaim kalau dia dan Jeong Hoon mau makan bersama dan mengundang Ha Jin untuk ikut makan bersama mereka. Jeong Hoon bingung sendiri mendengarnya, mereka mau makan bersama? Kenapa?

"Apa maksudmu kenapa? Tentu saja kita akan merayakan kembalinya dirimu. Aku yang traktir." Dia bahkan langsung merangkul Jeong Hoon dan menyeretnya paksa, membuat mereka tak punya pilihan lain selain mengikutinya.

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments