Sinopsis Memory Lost Season 3 Episode 8 - 1

 Sinopsis Memory Lost Season 3 Episode 8 - 1


Dalam kondisinya yang sekarat, S menekan remote controlnya. Semua bom yang terpasang di seluruh kapal pun meledak seketika hingga membuat badan kapal berlubang dan air laut pun mulai masuk. Ledakan itu terlihat dari rekaman satelit yang sontak membuat tim maritim dan polisi terkejut.


Cold Face dan Lao Dao selamat, mereka berenang bersama sampai ke tepian sungai dan langsung menjerit bahagia saking senangnya karena masih hidup.

Lao Dao senang melihat senyum bahagia Cold Face yang jarang-jarang terlihat tersungging di wajahnya. "Kau harus lebih banyak tersenyum di masa depan. Jangan kelihatan terlalu serius setiap saat. Ngerti nggak?"

"Ngerti! Kukasih tahu kau, di masa mendatang, jangan terlalu memikirkan orang-orang yang menertawaimu. Siapa yang akan mengolokmu? Saudara-saudaramu tidak akan mengolokmu. Kami semua bisa melihat kebaikan dalam dirimu. Terutama aku."

Mereka pun saling berjabat tangan dan menyatakan mereka adalah saudara. Tapi di mana si Xiao Zhuan itu?


Seorang petugas melapor ke Xiao Zhuan bahwa mereka sudah menemukan kedua pria itu di tepi sungai dan mereka selamat. Xiao Zhuan pun bergegas kembali ke daratan.

Kedua orang tua Lao Dao dan Suster Xia menangis menatap sungai itu saat tiba-tiba saja Suster Xia mendengar suara tawa Cold Face dari belakang.

Suster Xia dan kedua orang tua Lao Dao sontak berlari dan menghambur ke dalam pelukan kedua pria itu. Kedua orang tua Lao Dao sungguh bangga pada putra semata wayang mereka itu.


Suster Xia memperingatkan Cold Face untuk jangan pernah lagi berkata kalau Cold Face akan meninggalkannya. "Selama kau masih ada di sini, aku - Xia Ziqi, akan selalu ada di sini juga. Aku akan selalu ada di sisimu apapun yang terjadi."

Terharu, Cold Face meminta maaf atas ucapannya dan berjanji bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan Suster Xia lagi lalu menciumnya.


Xiao Zhuan dan yang lain langsung dadah-dadah penuh semangat saat akhirnya mereka tiba di dermaga dan melihat kedua rekan mereka itu selamat.


Tak bisa keluar dari kamar itu, Su Mian hanya bisa termenung sambil membunyikan peluit pemberian Han Chen.

Mendengar suara peluit itu, Han Chen akhirnya tersadar. A yang sudah semakin lemah bergumam bahwa dia memang sengaja tidak membunuh Han Chen karena S berkata kalau dia ingin memberikan kehidupan yang Su Mian inginkan. (Bingung aku sama dia. Di satu sisi dia mendukung S, tapi kayaknya dia sayang Su Mian sampai memanggil Su Mian sebagai kakaknya)

"Mungkin aku salah. Tapi aku berharap, aku bisa menebus dosaku." Desah A

S pun tersadar berkat suara peluit itu, tapi dia terlalu lemah untuk bangkit. Han Chen sekuat tenaga bangkit dan pergi mencari asal suara.


Dia berjalan terpincang-pincang, jatuh bangun tanpa mempedulikan bom yang terus meledak di belakangnya. Saat sebuah bom meledak lagi, Han Chen langsung terjatuh ke air tepat di depan kamar Su Mian disekap.

Mendengar suara seseorang jatuh di depan, Su Mian langsung meniup peluitnya makin semangat. Han Chen berusaha keras untuk bangkit hingga akhirnya dia membuka pintu itu.


Lega, Su Mian langsung menghambur ke dalam pelukannya. "Aku tahu kau belum mati. Aku tahu kau belum mati. Aku tahu."

"Aku sudah janji sebelumnya padamu, selama kau meniup peluit itu, aku akan muncul di sisimu."

"Kau sangat bodoh." Su Mian menciumnya dan kembali memeluknya erat-erat sampai saat Han Chen mengingatkannya kalau mereka masih belum selamat sekarang. Su Mian pun langsung memapah Han Chen keluar dari sana.


Terbaring tak berdaya, S membatin. "A akhirnya menjadi seperti harapanmu, tapi kau masih saja belum menjadi milikku. Cintaku, suara peluitmu memberinya kehidupan dan menentukan kematianku."


Han Chen dan Jin Xi akhirnya tiba di geladak tepat saat bom-bom di kapal itu meledak makin dahsyat dan mereka berdua pun menyelamatkan diri dengan melompat ke laut.

Sekarang marilah kita melihat apa sebenarnya yang terjadi di masa lalu...


Waktu itu, Ayahnya S memanfaatkan putranya sendiri sebagai sandera sambil menutupi mata S dengan kain. Mereka berdiri di tepi gedung sementara Ayahnya Su Mian menodongkan senjata padanya dan menyuruhnya menyerah.

Ayah S menolak, bahkan langsung menarik S untuk jatuh bersamanya. Ayah Su Mian sontak berlari untuk menyelamatkan S. 

 

Dia berhasil mencengkeram baju Ayah S, tapi saat itu pula Ayah S dengan liciknya membalikkan keadaan dengan menendang Ayah Su Mian hingga dia terjungkal dan yang harus berpegangan di tepi gedung. Ayah S nyinyir, dia mau menyelamatkan nyawa putra seorang pembunuh?

"Aku tidak akan membiarkan nyawa anak yang tidak bersalah, hilang di hadapan mataku!"

"Benar-benar seorang polisi yang mulia," sinis Ayah S. "Lihatlah dirimu yang sekarang, kenapa juga kau ingin jadi pahlawan? Apa kau mau memohon padaku? Kalau kau memohon kepadaku, aku bisa menyelamatkan nyawamu."


"Kau pikir kau akan bisa bebas jika aku mati? Bahkan sekalipun aku meninggalkan dunia ini, akan selalu ada seseorang sepertiku yang akan meneruskan tugasku!"

"Kalau begitu, aku hanya bisa bilang kalau kalian semua sangat bodoh dan menyedihkan."

"Kaulah yang menyedihkan! Kau tidak bisa merasakan cinta di dunia ini, tidak bisa merasakan kehangatan, tidak bisa merasakan kebahagiaan! Hentikan semua ini. Berhentilah menjadi pembunuh berdarah dingin. Jika tidak, kau akan tenggelam ke dalam kegelapan tanpa akhir."

Ayah S sinis mendengarnya dan memutuskan agar Ayah Su Mian saja yang pergi kegelapan tanpa akhir. Dia lansung menginjak tangan Ayah Su Mian sekeras-kerasnya hingga Ayah Su Mian terpaksa melepaskan pegangannya dan terjatuh dari gedung tinggi itu.

 

S kecil hanya rdiam tercengang menyaksikan kematian Ayah Su Mian, ucapan Ayah Su Mian tadi tampaknya membuatnya penasaran.


S kecil diam-diam menyaksikan prosesi pemakaman Ayah Su Mian dari kejauhan, dan saat itulah dia mulai memperhatikan Su Mian kecil.

Bahkan setelah semua pelayat pergi, Su Mian menolak pergi, dia masih ingin lebih lama di sana dan bicara pada ayahnya.

Begitu Su Mian kecil sendirian, S kecil mendekatinya dan menyarankan Su Mian untuk melupakan dukanya. Tanpa peduli siapa yang bicara padanya, Su Mian menolak sarannya. "Sebelum pembunuh ayahku ditangkap, aku tidak akan melupakan dukaku!"


Beberapa tahun berlalu. Hari itu, Han Chen sedang menyeberang jalan bersama Xin Jia yang  membuntutinya kemanapun dia pergi. Dia mencoba mengajak Han Chen jalan dan nonton malam ini, tapi Han Chen dingin menolaknya.

Di zebra cross berikutnya, langkah Han Chen terhenti saat melihat seorang pencuri yang sedang merogoh tas seorang wanita. Dia sudah mau bertindak saat tiba-tiba saja Su Mian yang awalnya berdiri di samping si target, mendadak berbalik mencegah aksi si pencuri.

Si pencuri mencoba berkilah, tapi Su Mian jelas tak percaya, soalnya dia sudah sedari tadi memperhatikan si pencuri. Sudah 7 menit dia memperhatikan si pencuri dan dia memperhatikan si pencuri menggunakan waktu 3 setengah menit untuk mengobservasi keramaian, lalu pada 3 menit 41 detik, si pencuri mulai menarget gadis itu.


"Dari penampilan dan perilakumu, kau masih pelajar, kan? Atau kau bolos sekolah? Gadis ini jelas target yang lebih muda karena dia sendirian dan memakai tas punggung dibandingkan pria sehat di sana atau yang jalan bersama pendamping."

Su Mian terus nyerocos sementara Han Chen diam-diam kagum juga mendengar kelihaian observasinya Su Mian. Tapi kemudian, dia melihat dua orang pria sangar yang berjalan ke arah Su Mian. 


Saat si pencuri diam-diam memasukkan tangannya ke jaket untuk mengambil pisau, Su Mian jeli melihatnya dan langsung bergerak cepat menampik pisau itu dan meringkusnya.

Sayangnya, Su Mian tidak perhatian dengan dua pria sangar di belakangnya. Kedua pria sangar itu hampir saja menghajar Su Mian. Han Chen langsung maju melawan kedua preman itu, mengalahkan mereka dengan mudah lalu memborgol mereka.


Su Mian masih saja tidak melihat apa yang terjadi di belakangnya saking sibuknya berkutat dengan si pencuri. Saat Han Chen menepuk bahunya, Su Mian refleks berbalik menyerangnya... sampai saat Han Chen memperlihatkan kartu ID-nya dan baru saat itulah Su Mian melihat kedua preman itu.

"Nona, jika kau mau jadi pahlawan, kau harus bisa menjaga dirimu sendiri dulu. Jika kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri, tidak seharusnya kau pamer."

"Apa maksudmu?"

"Bukan apa-apa. Cuma sekedar mengingatkan saja," ujar Han Chen lalu pergi menggiring para preman itu pergi ke kantor polisi.


Suatu hari, Su Mian mendatangi kantor polisi Kota Bei karena hari ini adalah hari pertamanya magang di sana. Tapi gara-gara dia buta arah, dia malah mondar-mandir kebingungan mencari ruang konferensi.

Dia terus saja berputar-putar mengelilingi tempat itu saking bingungnya... sampai saat dia melihat seseorang, sedang bekerja sendirian di salah satu ruangan dan orang itu adalah Han Chen.


Belum sadar siapa pria itu, Su Mian tanya di mana ruang konferensinya. Han Chen memberinya arahan dengan sangat cepat sampai Jin Xi tak sempat mengingat apa yang diomongkannya.

"Bi-bisakah kau mengatakannya pelan-pelan?"

Han Chen langsung menatapnya dengan kesal dan saat itulah mereka berdua saling mengenali.

Melihat kartu ID Su Mian yang menyebutkan kalau dia adalah anak magang, Han Chen langsung nyinyir. "Apa kualitas anak magang di kantor ini, begitu rendah? Bagaimana bisa orang yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri, menjadi polisi?"

"Bahkan seseorang sepertimu bisa, kenapa aku tidak bisa?" Balas Su Mian lalu pergi ke suatu arah.


"Hei! Tempat sekecil ini, tapi kau masih bisa salah arah. Kau jenius sekali!"

Kesal dan malu, Su Mian berbalik ke arah sebaliknya sambil tetap menegakkan kepala dengan angkuhnya. "Terima kasih atas pujiannya. Aku memang selalu jenius."

Su Mian pun pergi... berputar-putar di situ-situ doang sampai Han Chen capek sendiri melihatnya. Akhirnya dia memutuskan keluar dan menggoda Su Mian. "Jenius, kau masih tersesat?"

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments