Sinopsis Le Coup de Foudre Episode 14 - 1

Sinopsis Le Coup de Foudre Episode 14 - 1

Ibu mengaku kalau tadi dia ditelepon Guru Gao yang memberinya kalau nilainya Qiao Yi turun drastis, dia juga tidak konsen di kelas. Bagaimana Qiao Yi bisa kuliah ke Inggris kalau dia begini terus.


"Aku tidak akan pergi."

"Kenapa?"

"Tidak mau saja."

Ibu mengklaim bahwa situasi mereka tidak seburuk yang Qiao Yi kira. Nanti kalau keadaan Ayah sudah membaik, Ibu akan mencari pekerjaan. Jadi Qiao Yi tidak perlu khawatir.


Qiao Yi dengan cepat menghindari topik itu dengan menyudahi makannya dan keluar untuk melanjutkan belajarnya. Saat dia hendak membuang makanannya, Ibu menyuruhnya untuk membiarkannya saja, biar Ibu sendiri yang mengurusnya nanti.

Tapi tetap saja Qiao Yi tidak bisa konsen belajar. Dia memutuskan masuk kembali... tapi malah mendapati Ibu tengah memakan sisa makanannya. Kaget melihat pemandangan itu, Qiao Yi cepat-cepat keluar dan menangis diam-diam... sampai dia ketiduran.


Tak lama kemudian, pintu tiba-tiba terbuka sehingga membuat Qiao Yi terbangun... dan melihat Yan Mo berjalan mendekatinya lalu membelai kepalanya.

Err... sepertinya ini hanya mimpinya Qiao Yi. Tapi saat terbangun, dia benar-benar melihat Yan Mo berdiri di hadapannya. Karena inilah, Yan Mo kemudian membuat sebuah keputusan lalu memberitahukannya pada ibunya.


Entah apa yang dia katakan. Tapi keesokan harinya, Ibunya Yan Mo sengaja pergi ke sekolah untuk menemui Qiao Yi lalu mengajaknya bicara berdua.

Ia mengaku bahwa semalam Yan Mo tegas menolak pergi ke Inggris. Bagaimana dengan keadaan ayahnya Qiao Yi, apa ia baik-baik saja?

"Ia baru saja menjalani operasi. Dokter bilang bahwa mungkin ia mungkin tidak bisa berjalan lagi."

"Lalu, apa rencanamu?"

"Saya tidak akan pergi ke Inggris. Saya tidak bisa meninggalkan keluarga sya dalam situasi seperti ini."


Ibu mengerti, dia juga turut sedih atas apa yang terjadi pada keluargany Qiao Yi. Jadi... bagaimana kalau dia membantu Qiao Yi? Begini saja, Qiao Yi bisa kuliah di Cina dulu. Nanti jika situasinya sudah mulai membaik, dia bisa pergi ke Inggris, entah dengan cara pertukaran pelajar atau kuliah S2.

Ibu akan membiayai semua biaya sekolahnya dan biaya hidupnya. Jangan merasa tak enak, Qiao Yi anggap saja uang itu sebagai hutang yang bisa dia kembalikan setelah dia dapat pekerjaan nantinya.

"Kenapa anda ingin membantu saya?"

Ibu mengaku bahwa dia hanya ingin putranya memiliki pendidikan yang baik dan impiannya untuk kuliah ke Cambridge tercapai. Makanya Ibu menawarkan semua ini. Qiao Yi tidak perlu menjawabnya sekarang, pikirkan saja dulu baik-baik.

Tapi Qiao Yi tampak jelas kurang senang dengan penawaran bantuannya itu. Dengan sopan dia membuat keputusan saat itu juga dan menegaskan bahwa dia tidak akan pergi ke Inggris.

"Tolong bilang padanya bahwa saya menyeesal karena mengecewakannya." Ujar Qiao Yi lalu pergi.


Mereka sama-sama termenung sedih karenanya. Tapi kemudian Yan Mo menelepon Qiao Yi. Dia memberitahu kalau dia akan pergi minggu depan dan minta bertemu Qiao Yi sebelum dia pergi. Pokoknya Qiao Yi harus datang.

Yan Mo pun menunggu kedatangan Qiao Yi di restoran. Tapi bahkan sampai restoran tutup, Qiao Yi tetap tidak datang.


Keesokan harinya di sekolah, Yan Mo diantarkan keluar oleh teman-temannya yang memintanya untuk tidak melupakan mereka selama dia tinggal di Inggris nanti.

Qiao Yi lewat saat itu. Dia ingin cepat-cepat menghindar tapi Yan Mo tiba-tiba memanggilnya. Dia mau pergi, apa Qiao Yi tidak mau mengatakan sesuatu padanya?

"Kuharap perjalananmu menyenangkan."

"Apa lagi?"

"Semoga masa depanmu cerah."

"Apa lagi?"

Ketua Kelas dan Da Shi tiba-tiba bekerja sama membantu Yan Mo untuk nembak Qiao Yi. Mereka berakting menasehati Yan Mo untuk cari pacar selama dia kuliah di Inggris nantinya.

"Aku sudah menemukan seseorang yang kucintai," ujar Yan Mo yang jelas ditujukan untuk Qiao Yi.

Tapi Qiao Yi dingin menolaknya dan langsung pergi. Padahal begitu sendirian di rumah sakit, Qiao Yi menangis sedih. Guan Chao pun patah hati dan diam-diam menangis melihat keluarganya berakhir seperti ini.


"Tak ada seorangpun yang tahu bagaimana caranya menjadi kuat saat kita masih muda. Seseorang bisa menjadi sangat kuat setelah banyak menangis. Hidup memaksa kita untuk menjadi dewasa. Lagi dan lagi, kita memberitahu diri kita sendiri di dalam kegelapan bahwa langit hendak terang, tapi tak ada seorangpun yang tahu sampai kapan malam akan berakhir. Oh waktu, cepatlah berlalu, dan biarkan aku menjadi percaya diri dan kuat. Biarkanlah malam cepat berakhir."

4 tahun berlalu...


Ayah sekarang bertahan hidup dengan kursi roda. Pun begitu, ia tetap menjalani hidupnya dengan positif seperti biasanya. Hari itu, ia berusaha keras meraih botol alkohol yang ada di rak atas.

Tapi botolnya malah terjatuh dengan bunyi kelontang keras yang sontak membuat Ibu kesal melihat apa yang sedang dilakukan Ayah. Ketakutan, Ayah berusaha melarikan diri, tapi gagal terus gara-gara kursi rodanya terhalang palang pintu.

Ibu jadi ngedumel kesal gara-gara itu. Padahal Ayah sudah janji mau berhenti minum, tapi sekarang malah nyari wine. Ia bahkan menasehati Qiao Yi untuk mencari suami yang bisa menepati janjinya.


Usai membantu Ibu, Qiao Yi balik ke asrama universitasnya. Qiao Yi bercerita bahwa ayahnya dirawat selama 2 bulan di rumah sakit sebelum akhirnya diperbolehkan pulang.

Ia kehilangan kakinya, dan walaupun ia bisa menerima fakta itu, tapi ia berubah jadi lebih cerewet dan suka menggosip... sampai Ibu harus pakai sumpal kuping saking malesnya mendengarkan ocehan Ayah yang tiada akhir.


Karena nilai ujiannya cukup buruk, jadi Qiao yi hanya bisa masuk ke universitas kelas dua falkultas media, yang lokasinya tidak jauh dari rumah.

Sedangkan Guan Chao, mungkin karena musibah besar yang menimpa keluarganya, Guan Chao memutuskan melepaskan impiannya untuk jadi Angkatan Udara dan ganti mengambil jurusan kedokteran di Beijing.

Nilainya Wu Yi yang paling buruk, jadi ibunya mengirimnya ke universitas swasta di Beijing. Tapi dia lebih suka menulis novel dibanding belajar. Malah sekarang dia jadi lumayan terkenal.

"Sedangkan Yan Mo. Aku belum pernah mendengar kabarnya sejak dia pergi ke Inggris pada tahun kedua saat kami SMA. Dia seolah menghilang dari dunia ini."


Walaupun dia cuma bisa kuliah di universitas yang kurang terkenal, tapi Qiao Yi sekarang jadi lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Bahkan teman-teman asramanya sampai heran mendengarnya punya segudang kegiatan.

Tepat saat itu juga, dia ditelepon Wu Yi yang meratap sedih minta bantuannya. Ternyata dia mau bertemu dengan editor di perusahaan percetakaannya, dan dia bisa jadi teken kontrak kalau segalanya berjalan lancar. Qiao Yi tidak mengerti apa masalahnya, bukankah itu bagus, impian Wu Yi akan terwujud.

Memang sih. Tapi masalahnya, Wu Yi sebenarnya nggak pede. Dia kelihatannya doang percaya diri, tapi biasanya dia akan mengacau jika menghadapi situasi yang sangat penting seperti ini.

"Qiao Yi, temanilah aku!"

"Sekarang?!"

"Aku sakit! Datanglah! Hiks!"

"Tenanglah dulu. Biarkan aku berpikir." Qiao Yi galau, bingung harus bagaimana.


Malam harinya, Qiao Yi menemui Da Chuan. Da Chuan sekarang mengambil jurusan manajemen golf. Dan dia pulang ke Nanchuan karena sebentar lagi akan ada pertandingan golf di sini.

Tiba-tiba ponselnya Da Chuan berbunyi dan dia langsung canggung pada Qiao Yi karena ternyata Yan Mo lah yang menelepon. Qiao Yi tetap berusaha bersikap biasa-biasa saja, dan Da Chuan dengan cepat mengalihkan topik meminta Qiao Yi untuk mengajaknya keliling kampus.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments