Sinopsis Rookie Historian Goo Hae Ryung Episode 2 - 1

Sinopsis Rookie Historian Goo Hae Ryung Episode 2 - 1

Episode sebelumnya: Part 1 / Part 2

Tak lama kemudian, Kasim Heo heboh mengejar Lee Rim yang ngotot ingin keluar istana. Dia benar-benar panik dan cemas karena Raja memerintahkan Lee Rim tidak boleh keluar dari kediamannya, tapi sekarang Lee Rim malah nekat mau keluar istana, siang-siang begini lagi, saat jalanan sedang ramai-ramainya karena sedang banyak orang yang menantikan karya terbaru Maehwa.


Lee Rim tak peduli, sudah dua tahun sejak terakhir kali dia keluar dari istana, dia sudah cukup bersabar selama ini. Jangan khawatir, tidak ada yang mengenalinya kok... selama Kasim Heo bisa tutup mulut.


Tapi di tengah jalan, tiba-tiba saja mereka melihat kakaknya Lee Rim, sang putra mahkota - Lee Jin. Rim sontak panik ingin melarikan diri, tapi Kasim Heo dengan cepat menariknya. Soalnya sikapnya itu malah tambah mencurigakan, jadi mereka langsung membungkuk dalam-dalam, berharap tidak dikenali.

Tapi Pangeran Jin tiba-tiba berhenti dan dengan manisnya berkata. "Kembalilah saat sulsi (sekitar jam 19.00 sampai 21.00)... kalian berdua."

Rim senang, Jin mengizinkannya keluar. Kasim Heo sampai heran, apa yang dipikirkan Pangeran Jin sebenarnya?


Di pasar, para wanita sudah antri mengular di depan toko buku. Tuan Kim, si pemilik toko buku dengan antusiasnya teriak-teriak heboh mengumumkan jilid ketiga Asmara Sinar Rembulan bisa dipinjam sejak pukul 9.00.

Tapi kemudian Hae Ryung datang dan minta pekerjaan padanya. Tapi Tuan Kim lagi kesal banget sama dia. Yah, bagaimana tidak kesal. Gara-gara Hae Ryung yang membacakan novel jelek itu, Tuan Kim yang memperkenalkan Hae Ryung pada si nyonya bangsawan, jadi didamprat habis-habisan sama si nyonya bangsawan itu.

Kalau Hae Ryung masih menolak membaca novel-novel roman seperti novel Asmara Sinar Rembulan ini, maka mereka tidak akan bekerja sama lagi!

 

Rim dan Kasim Heo akhirnya tiba di pasar tepat saat para wanita itu baru saja keluar dari toko buku dengan membawa buku-buku karangannya. Rim benar-benar tercengang melihat semua itu, apalagi mereka semua tampak jelas sangat menyukai ceritanya.

Kasim Heo menyuruh Rim menunggu di sini saja, soalnya dia mau masuk ke toko buku itu dan mengambil bayarannya Rim. Tapi tentu saja Rim tidak bisa tinggal diam saking antusiasnya.
Dia akhirnya masuk ke toko buku itu, senyumnya semakin mengembang lebar melihat bukunya laris manis dibaca banyak orang. Apalagi saat dia membaca sebuah buku yang berisi pujian-pujian dari para pembacanya.


Tepat saat itu juga, pandangannya jatuh pada Hae Ryung yang juga sedang membaca bukunya. Rim kontan terpesona melihat kecantikannya. Dia buru-buru turun dan mulai berjalan mendekati Hae Ryung... saat tiba-tiba saja Hae Ryung menguap bosan. Pfft!

Rim kaget melihat reaksinya. Hae Ryung jadi malu kedapatan menguap, soalnya buku ini membosankan sih dia sampai tertidur berdiri.

Rim tak percaya mendengarnya. Dia tidak mengerti, kenapa Hae Ryung tidak menyukai novelnya Maehwa? Bukankah kalimat-kalimat novel itu sangat indah, ada banyak kejutan di plotnya, dan karakaternya pun begitu hidup. Kenapa Hae Ryung tidak menyukai novel yang ditulis dengan penuh usaha ini? Memangnya novel ini kurang apa?


Alih-alih menjawabnya, Hae Ryung malah balas mengkritiki sikap Rim yang tidak sopan padanya. Tidak seharusnya dia bicara dengan cara seperti itu pada seorang nona bangsawan yang tidak dia kenal.

Rim canggung mendengarnya. Yah, soalnya dia terbiasa menyebut orang dengan sebutan kehormatan. Tapi ujung-ujungnya dia menyerah juga. Dia  meralat panggilannya pada Hae Ryung sebagai 'Nona' dan mengubah kalimatnya jadi lebih sopan.

Puas mendengar Rim bicara lebih sopan padanya, Hae Ryung akhirnya menjawab pertanyaannya. Alasannya tidak menyukai novelnya Maehwa ada banyak sampai sulit disebut satu per satu. Intinya, tidak ada yang benar dalam novel ini.


Memang sih, selama membaca novel ini Hae Ryung sampai menangis 3 kali. Yang pertama, dia menangis karena kertas berharga ini malah digunakan untuk buku semacam ini. (Pfft!) Yang kedua, dia menangis karena aksara-aksara Korea digunakan untuk menulis buku semacam ini. Dan yang terakhir, dia menangis karena takut delusi si penulis buku ini akan tersebar di ibu kota seperti wabah penyakit.

"Sulit dipercaya penulis ini merilis buku macam ini demi mendapat uang. Bukankah dia tidak tahu malu? Kalau dia punya malu, seharusnya dia berhenti."

Puas mengeluarkan semua unek-uneknya tentang novel itu, Hae Ryung pun pergi. Rim jelas tidak terima dan sontak pergi mengejarnya.


Tuan Kim sengaja tidak langsung memberikan uangnya, malah menanyakan tentang Maehwa. Ada orang yang ingin bertemu Maehwa soalnya, ini kesempatan emas untuk mendapatkan lebih banyak yang.

Jelas Kasim Heo tak setuju dan langsung merebut kantong uangnya. Tapi setibanya di luar, dia malah kebingungan karena Rim menghilang entah ke mana.

Seketika itu pula Tuan Kim memberi isyarat lalu dua preman yang memukuli si budak kecil waktu itu, langsung mengejar Kasim Heo dan menuntut keberadaan Maehwa. Kasim Heo berbohong kalau dia tidak mengenal Maehwa, tapi tentu saja tak ada yanag mempercayainya dan langsung menakut-nakutinya pakai pisau.


Rim mendadak muncul mencegat jalannya Hae Ryung dan nyinyir menuduh Hae Ryung tidak menyukai novelnya Maehwa karena Hae Ryung sebenarnya tidak mengerti soal keindahan.

"Kesempurnaan ada di dalam kalimat. Keindahan sejati tidak bisa kau lihat. Keindahan harus terpancarkan secara alami, tidak bisa dipaksakan dengan menggunakan teknik." Blas Hae Ryung.

Rim tertawa sinis mendengarnya. "Tidak bisa dipaksakan dengan menggunakan teknik? Cih! Burung piput takkan bisa memahami angsa liar. Jadi aku akan..."

"Dan angsa liar tidak akan bisa memahami burung pheonix. Aku akan bersikap baik dan memaafkanmu."

"Memaafkan? Memaafkan siapa? Kau akan memaafkan aku?"

Iya, karena Rim sudah bersikap tak sopan padanya dengan membuang-buang waktunya. Rim tidak terima, dia juga sudah buang-buang waktunya hanya untuk mendengarkan komentar konyolnya Hae Ryung.


Mengira Rim itu seorang cendikiawan, dia heran kenapa Rim malah berkeliaran siang-siang begini dan bukannya belajar. Sepertinya dia punya banyak waktu luang, yah.

"Itu membuktikan bahwa novelnya Maehwa sepadan dengan waktuku."

Hae Ryung menyarankannya menghabiskan waktunya dengan membaca buku klasik lain dan belajar lebih banyak. Melihat Rim begitu tertarik dengan novel roman, Hae Ryung jadi sangat khawatir dengan pendidikan cendikiawan di negara ini.

"Dan jika kau terus bersikap mencurigakan begini, aku akan meragukanmu."

"Meragukanku?"

"Aku mulai ragu, bahwa kau sebenarnya adalah Maehwa."

Pfft! Rim kontan speechless. Hae Ryung dengan santainya menepuk bahu Riama lalu pergi tanpa mengacuhkan protes Rim yang ngotot kalau dia bukan Maehwa.


Tiba-tiba Kasim Heo muncul dan langsung menarik Rim melarikan diri dari para preman yang mengejarnya.


Untung saja mereka akhirnya sampai di istana dengan selamat walaupun gara-gara kejadian tadi, kaki Rim jadi lecet. Dia kesal banget, benar-benar tidak bisa dimaafkan. Ksim Heo setuju, sudah lama mereka berbisnis dengan Tuan Kim, tapi sekarang Tuan Kim malah mengkhianati mereka.

Tapi bukan Tuan Kim yang Rim maksud. "Wanita itu, si burung pipit. Berani sekali dia menyebut novelku sebagai bovel roman tak berguna. Dia bilang aku harus lebih banyak belajar."

Berusaha menghiburnya, Kasim Heo meyakinkannya untuk tidak usah mendengarkan ucapan seorang wanita karena ada lebih banyak orang yang mencintai novel-novelnya Rim. Mungkin wanita itu salah makan dan jadi gila.

Tapi Rim malah bersikeras mau mencari tahu tentang wanita itu sendiri. Kasim Heo sampai emosi dibuatnya. Berapa kali harus dia bilang, kalau Raja sampai tahu Rim terluka, maka riwayat Kasim Heo bakalan tamat. Kenapa tidak sekalian saja Rim membunuhnya dengan tangannya sendiri! Rim akhirnya mengalah.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments