Thit tegas mengatakan bahwa dia adalah seorang pengacara, tugasnya adalah setia terhadap kebenaran. Jika dia benci maka dia pasti akan mengatakan benci. Tapi jika dia cinta, bahkan sekalipun tak mungkin, dia akan tetap cinta.
"Walaupun aku tahu kalau aku tidak seharusnya mencintainya. Walaupun aku tahu kalau aku akan terluka, tapi aku akan tetap cinta. Aku aku akan mencintai tanpa berubah..."
"Cukup!"
"Kau tidak percaya apa yang kukatakan?"
"Bukan begitu. Tapi Jee lah yang harus mendengar kata-kata penting itu, bukan aku. Jee akan pergi ke bandara." Ujar Dao sambil menyerahkan passport-nya Jee.
Tepat saat itu juga, Suki datang untuk menjemput Dao tapi malah mendapati Dao menyerahkan passport-nya Jee ke Thit.
Tanpa mempedulikan Suki, Thit berterima kasih karena Dao telah memberinya kesempatan lalu bergegas pergi.
Suki berusaha menghentikannya, tapi Dao langsung membantu menahan Suki yang jelas saja membuat Suki bingung dengan sikapnya. Dao kan tahu kalau Jee tidak ingin bertemu Thit.
Jee berhenti di tengah jalan saat Dao meneleponnya dan mengaku kalau dia memberikan passport-nya Jee ke Thit. Soalnya Thit ingin mengatakan sesuatu yang penting pada Jee.
Dan Dao memohon agar Jee memberi Thit kesempatan untuk mengatakan hal penting itu. Dan setelah itu, terserah Jee apakah dia mau membuka hatinya lagi atau menutup hatinya lagi. Jee kesal mendengarnya.
Thit sudah tiba di bandara dan langsung berlarian mencari Jee. Tapi Jee malah tidak ada di mana-mana. Bahkan ponselnya pun tidak bisa dihubungi.
Jee terus menyetir sejauh mungkin dan mengabaikan teleponnya Thit sepanjang hari saat tiba-tiba saja mobilnya oleng lalu mogok di tengah jalan.
Ternyata bannya kempes. Parahnya lagi, jalan itu sangat sepi. Tak tampak ada satu kendaraan pun yang lewat.
Gagal mencari Jee, Thit akhirnya berhenti di tengah jalan dan menangis teringat ucapan perpisahan Jee waktu itu. Dia sungguh tidak mengerti kenapa Jee melakukan ini.
Jee berniat ingin memperbaiki mobilnya sendiri. Tapi pada akhirnya dia hanya terduduk di sana dan menangis. Ponselnya berbunyi tak lama kemudian dan mendapati voice mail dari Thit yang memintanya untuk menghentikan segalanya sekarang juga.
Bukankah mereka sudah cukup saling menyakiti? Bisakah mereka berhenti membodohi diri mereka sendiri? Untuk apa mereka saling menyakiti? Bisakah Jee berhenti melarikan diri?
"Kau bilang kalau kau tidak punya hutang apapun padaku, lalu kenapa kau lari dariku? Kalau kau masih marah padaku dan membenciku, maka kembalilah. Marahi aku dan kutuk aku sesuka hatimu. Aku siap membayar segalanya demi kau dan bayi kita."
"Bisakah kita meninggalkan masa lalu kita di belakang. Aku tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpamu. Dalam hidup ini, aku tidak menginginkan apapun selain dirimu. Kumohon padamu, tolong jangan tinggalkan aku lagi. Kumohon."
Jee menangis mendengarnya. Tapi tetap saja dia keras kepala tidak mau menghubungi Thit. Tiba-tiba ada sebuah mobil lewat dan Jee melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
Ternyata Jee menemukan sebuah penginapan terdekat. Pemiliknya sepasang suami dan istri yang sedang hamil besar. Mereka menyambutnya dengan ramah, si suami bahkan berkata akan mencarikan mekanik untuk memperbaiki mobil Jee besok.
Thit akhirnya pulang tanpa hasil. Dia terus mengecek ponselnya, tapi tetap saja tidak ada jawaban dari Jee yang kontan membuatnya semakin frustasi.
Keesokan harinya, Jee mendapati kedua pemilik penginapan sedang sibuk membuat membuat boneka tanah liat. Si istri mengaku kalau mereka punya sekolah tembikar.
Kemarin mereka mengajari anak-anak tuna netra dan semua ini adalah hasil karya anak-anak itu. Hasil karya anak-anak ini mereka bakar di sini sebelum kemudian mereka kirimkan kembali ke anak-anak.
Tapi setelah suaminya pergi untuk membakar boneka tanah liat itu, si istri mulai bicara serius dengan Jee dan meyakinkan Jee kalau dia boleh tinggal di sini untuk sementara waktu.
Tidak ada anak-anak yang datang kemari kok, biasanya cuma para turis asing. Dan kalau Jee bingung mau melakukan apa, bagaimana kalau dia belajar membuat boneka tanah liat untuk sementara waktu sampai dia merasa baikan, baru setelah itu, Jee bisa pergi. Jee setuju dan si Istri pun mulai mengajari Jee.
Dao hendak pergi membawakan barang-barangnya Jee saat Jade mendadak muncul dan memluknya dari belakang. "Aku sudah pulang. Apa kau merindukanku?" Goda Jade.
Dia sudah dengar tentang Jee dari adiknya. Jade yakin kalau masalah ini pasti membuat Dao stres, makanya dia langsung datang kemari.
Dao membenarkannya, Jee bersembunyi untuk menyembunyikan kehamilannya, dia sudah menemukan sebuah tempat. Makanya dia mau pergi mengantarkan barang-barangnya Jee.
"Kalau begitu, kemarilah. Aku akan mengantarmu." Tapi sebelum pergi, terlebih dulu Jade memberikan kecu*an manis di pipi dan kening Dao.
Tapi di tengah jalan, Jade tiba-tiba menyadari kehadiran mobil yang tampak jelas sedang membuntuti mereka. Dao langsung panik melihat Thit membuntuti mereka. Mereka tidak boleh membiarkan Thit mengikuti mereka.
Kalau Jee sampai tahu, Jee pasti akan berpikir kalau dia mengkhianatinya. Kalau sudah begitu, Jee tidak akan lagi memberitahu mereka ke mana dia pergi.
Mendengar itu, Jade dengan sengaja membelok ke pom bensin terdekat. Dan begitu Thit ikut masuk ke sana, mereka langsung keluar untuk mengkonfrontasinya. Kenapa Thit mengikuti mereka?
"Aku ingin bertemu Jee, tapi aku tidak tahu di mana dia berada."
"Dan bagaimana kau tahu kalau kami mau pergi menemui Jee?"
"Aku tidak tahu kalian mau pergi ke mana, tapi bisakah kalian beritahu aku di mana Jee saat ini? Aku sungguh ingin bertemu dengannya."
"Jika dia tidak mau menghubungimu, maka itu artinya dia sudah memutuskan kalau dia tidak mau bertemu denganmu lagi."
"Tapi dia salah paham padaku. Aku hanya menginginkan kesempatan untuk memperbaikinya dan menyelesaikan masalah kami. Aku tidak ingin dia menanggung beban seorang diri hanya bersama bayinya."
"Khun Sathit, jika kau tahu bagaimana Jee, maka kau pasti tahu betapa keras kepalanya dia. Jika Jee bilang tidak, berarti tidak. Sekali dia menyingkirkanmu dari hidupnya, maka seumur hidupmu kau tidak akan bisa bersamanya lagi. Sudah terlambat. Maafkan aku." Ujar Dao lalu pergi meninggalkan Thit sendirian.
Saat Jade pulang tak lama kemudian, dia mendapati adiknya sedang melahap kue seorang diri. Jane makan kue karena lagi stres yah? Goda Jade.
"Siapa bilang aku lagi stres?"
"Oh, kukira kau lagi patah hati makanya kau makan kue sebanyak itu."
Wah, Jane tersinggung mendengarnya, siapa bilang dia patah hati? Ini namanya mempelajari sisi lain dari cinta. Dan dia makan kue bukan karena dia stres, tapi karena dia lagi sangat bahagia. Jade tambah getol menggodainya. Jane pasti bahagia melihat kakaknya pulang lebih cepat, kan? Tidak perlu bilang, Jade tahu kok.
"Aku bukan P'Dao yang akan bahagia melihatmu. Tapi kebahagiaanku adalah karena... jeng-jeng-jeng..."
Jane dengan antusias menunjukkan sebuah amplop dan memberitahu Jade bahwa dia sudah diterima untuk meneruskan studi di universitas di Inggris. Dia hebat kan?
"Oh-ho, kau sangat patah hati sampai harus melarikan diri ke luar negeri, yah?"
Jane langsung sebal mengancam akan menimpuk kuenya ke muka Jade. Asal tahu aja yah, dia sudah cukup lama mendaftar. Mulai sekarang, Jade akan memiliki seorang adik yang bukan cuma seorang pengacara, tapi akan jadi seorang hakim.
Jade turut bahagia untuknya. Adiknya bukan cuma pintar belajar, tapi juga kuat dalam hal cinta. Jade benar-benar bahagia untuknya.
Tentu saja, Jane merasa tidak ada gunanya bersedih ataupun stres cuma gara-gara cinta bertepuk sebelah tangan. Lebih baik move on dan terus berjuang.
Bagus kalau Jane berpikir begitu. Jade punya hadiah untuknya. Jade langsung antusias mengulurkan tangannya, Jade mau ngasih duit jajan, kan?
"Nih, duit jajan." Jade langsung usil mengoles krim kue ke tangan Jane lalu mengusapkannya ke muka Jane. Jadilah mereka kejar-kejaran dengan gembira.
Sementara Thit merana sendirian, Jee sibuk menghabiskan hari-harinya dengan membuat boneka tanah liat hingga dia cukup mahir membuat sebuah boneka ibu dan bayinya.
Suatu hari, Thit pergi mengunjungi Khun Ying di kuil untuk meminta maaf karena dia pernah menghina martabat Khun Ying dan menyakiti putrinya.
Dia juga salah karena tidak menyelidiki kebenarannya secara keseluruhan dan asal menghakimi Jee bersalah hanya karena Sitta membantu Jee.
Dia malah menggunakan caranya sendiri untuk menghukum Jee. Dan walaupun Jee sudah membayar kesalahannya dengan kebaikan, dia tidak pernah mau melihat itu.
Dia malah selalu memikirkan tentang balas dendam dan menghancurkan hidup Jee sebagaimana Jee menghancurkan hidupnya.
Tapi sekarang Thit sudah menyadari bahwa apa yang dilakukannya justru membuat dirinya sendiri dan Jee terluka. Thit langsung berlutut di hadapan Khun Ying dan meminta maaf setulus hati atas semua perbuatan buruknya.
Aku tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpamu. Dalam hidup ini, aku tidak menginginkan apapun selain dirimu. Kumohon padamu, tolong jangan tinggalkan aku lagi. Kumohon."
ahhh seandainya dia mengakui perasaan dia pas di ep 12 pasti byk adegan romantis 😄😄😄 lanjut mba
1 Comments
Aku tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpamu. Dalam hidup ini, aku tidak menginginkan apapun selain dirimu. Kumohon padamu, tolong jangan tinggalkan aku lagi. Kumohon."
ReplyDeleteahhh seandainya dia mengakui perasaan dia pas di ep 12 pasti byk adegan romantis 😄😄😄
lanjut mba
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam