Sinopsis Kleun Cheewit Episode 9 - 1

Sinopsis Kleun Cheewit Episode 9 - 1


Pim dan Managernya baru keluar, tapi langsung diserbu para wartawan yang melemparkan berbagai pertanyaan tentang kabar dipecatnya dia dari lakorn terbarunya.

Si Manager langsung panik dan cepat-cepat menyelamatkan Pim sambil mengklaim kalau Pim tidak dipecat, Pim sendiri yang mengundurkan diri dengan alasan Pim ada proyek besar lainnya.

"Bukan karena anda ada masalah dengan produsernya?" Tanya salah satu wartawan. Pfft!

Pim cuma bisa diam seribu bahasa. Manager berbohong kalau Pim tidak pernah punya masalah dengan siapapun. Semua itu cuma gosip, jangan dipercaya.

Si Manager langsung membuka pintu agar Pim bisa segera melarikan diri, sementara dia berusaha sendirian menghalangi para wartawan itu.


Pim cepat-cepat bersembunyi di balik tiang, tapi para wartawan itu terus mengejarnya. Panik, Pim mengendap-endap di antara sesemakan dan bersembunyi di sana.

Pada saat yang bersamaan, Sitta baru keluar dari hotel itu bersama Sekretarisnya yang melapor bahwa Temannya Way adalah Sathit dan dia seorang pengacara. Dia bersekongkol bersama warga desa untuk melawan mereka.

Kesal, Sitta langsung memerintahkan Sekretarisnya untuk membunuh Thit. Dia lalu masuk mobil... tepat saat Pim mengendap-endap untuk bersembunyi di belakang mobilnya.

Melihat itu, Sitta langsung menyuruh Sekretarisnya untuk membukakan pintu mobil untuk Pim. Melihat para wartawan yang getol mengejarnya, Pim tanpa ragu masuk ke mobilnya Sitta.


"Menjadi selebritis itu sulit. Kau lari dari siapa?"

"Apa anda yakin jika saya memberitahu, anda akan mempercayainya?"

Pim berbohong kalau dia memergoki Jee tidur dengan Chaiyan, dan dia dipecat saat dia membeberkan kebenarannya. Jelas saja itu membuat Sitta kaget dan kesal mendengarnya.

Pim menasehati Sitta untuk mendisiplinkan Jee. Industri hiburan itu, industri kecil. Suatu hari kebenarannya pasti akan terungkap.

"Dia tidak patuh, entah kenapa aku masih memeliharanya. Anak ini selalu saja bikin perkara. Tidak usah hiraukan dia." Kata Sitta sambil menggenggam tangan Pim mesra.

Pim senang-senang saja dengan tindakannya itu. Malah sengaja semakin merajuk manja dan mengklaim kalau dia adalah korban.

"Jika ada sesuatu yang bisa kubantu, katakan saja padaku."


Suki datang ke rumah Jee dengan riang. Dia puas banget dengan apa yang terjadi pada Pim. Dia memang pantas mendapatkannya. Dan yang lebih penting, dia bukan lagi tuan puteri di industri ini.

"Apa itu artinya, Jee tidak akan melihatnya di lokasi syuting lagi?" Tanya Dao

"Benar sekali."

"Tapi bukan itu saja masalahnya. Masih ada masalah dengan Khun Piak dan P'Chaiyan juga. Tidak seharusnya P'Chaiyan mendapat kesialan karena aku."

"Apa boleh buat. Dia sendiri yang salah pilih istri."


Ah, Jee baru ingat. Bagaimana dengan masalah rumahnya Bibi Wadee? Jangan khawatir, Suki sudah menyelidikinya dan mendapati kalau tanah itu sudah dibeli. Jee tahu siapa pembelinya?

"Jangan khawatir. Orang yang membeli tanah itu adalah perusahaan ibumu."

"APA?!"

"Aku tidak tahu bagaimana dan kenapa, tapi Khun Ying... mungkin ingin melakukan amal?"

"Ibuku tidak akan pernah melakukan sesuatu tanpa imbal balik. Ini mungkin cara untuk memojokkan seseorang."


Thit baru saja keluar dari gedung pengadilan saat Way menelepon dan memberitahu Thit bahwa ada seseorang dalam perusahaan yang hendak mengiriminya informasi. Orang itu bilang bahwa ada pemalsuan dokumen.

"Jadi kita sudah mendapatkan bukti untuk melawan mereka?"


Sambil menyeberang jalan yang sangat sepi, Way berkata kalau orang itu akan mengiriminya email. Way janji akan mengirimnya ke Thit jika dia menemukan sesuatu... tepat saat sebuah mobil menabraknya dengan kecepatan tinggi hingga Way terkapar di jalanan dengan bersimbah darah dan ponselnya hancur dilindas mobil itu.

Thit jelas kebingungan karena teleponnya mendadak putus. Tapi dia tidak curiga apapun lalu pergi.


Tepat saat dia baru tiba di kantor, Jane datang membawakan dokumen yang Thit minta. Chait meneleponnya saat itu dan memberitahu kabar buruk, Way meninggal dunia.

"Itu tidak mungkin!"

"Waythit ditabrak sampai mati 2 jam yang lalu. Aku sudah melihat mayatnya. Memang dia."

"Bagaimana mungkin. Barusan dia bicara denganku! Dia bilang kalau dia akan mendapatkan informasi."

"Info? Info apa?"

Seketika itu pula Thit langsung sadar. Itu pasti bukan kecelakaan. Pasti email itulah alasan dia dibunuh. Chait harus mencari tahu siapa pengirimnya. Tapi sepertinya itu sulit karena ponselnya Way hancur total.

"Harus ada cara. Chait, bisakah kau urus jenazahnya? Aku akan mencari bukti."

Jane cemas mendengar semua percakapan mereka tadi. "Apa yang terjadi, P'Thit?"

"Seseorang bermain kotor. Mereka membunuh saksi kita."

"Jangan bilang temanmu..."


Tak lama kemudian, Thit dan Jane pergi ke rumahnya Way sambil celingukan waspada kalau-kalau ada musuh di sekitar sana. 

Pintu rumah itu terantai, tapi Thit bertindak cepat membuka rantai itu dengan linggis lalu bergegas naik ke kamarnya Way untuk mencari komputernya.

Sayangnya mereka tidak sadar bahwa ada dua anak buahnya Sitta yang menyelinap masuk dengan membawa gas lalu menyiramkannya ke rumah itu. Waduh!

Begitu menemukan laptopnya Way, Thit langsung mengecek emailnya. Ada email masuk saat itu juga dari seseorang bernama Aorngat, tapi si pengirim email itu berkata kalau dia tidak bisa lagi mengirim informasi ke Way karena bos menyuruh mereka untuk membuang semuanya.


Tapi tiba-tiba Jane mencium bau asap yang aneh. Hanya Thit yang tidak menyadarinya saking fokusnya dengan email itu.

Jane sontak panik melihat ke bawah dan mendapati lantai bawah sudah dilalap api. Thit langsung menyuruh Jane untuk mengambil laptopnya lalu bergegas membawanya turun.

Tapi jalan keluar mereka terhalang oleh api. Bahkan saat Thit berusaha membuka pintu lain, pintunya malah terkunci. Jane yakin pasti ada seseorang yang sengaja menjebak mereka. Apa yang harus mereka lakukan sekarang?


Dari jendela, Thit bisa melihat dua preman itu sudah melarikan diri. Tak ada jalan lain, Thit terpaksa membawa Jane naik lagi, tapi Jane malah tak sengaja menjatuhkan laptopnya.

Tapi saat Jane mengambil laptopnya, Thit melihat kayu langit-langit hendak terjatuh tepat ke arah Jane. Untunglah Thit sigap menariknya sebelum kayu api itu menimpanya dan cepat-cepat mendorongnya naik tangga.


Saat dia tak sengaja berpegangan ke terali jendela, Thit mendapati terali jendela itu longgar. Dengan sekuat tenaga dia menarik terali itu sampai lepas dan menyuruh Jane keluar duluan.

Dengan hati-hati mereka berjalan di atas atap seng sebelum kemudian Thit menyuruh Jane untuk melompat. Tapi karena Jane terlalu takut, Thit akhirnya melompat duluan lalu menyuruh Jane melompat juga, dia akan menangkap Jane.

"Ayo, Jane. Jangan takut. Aku jamin aku tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu. Ayo!"


Jane benar-benar ketakutan. Tapi akhirnya dia memberanikan diri dan terjun menimpa Thit. Jane kontan canggung dengan kedekatan mereka. Tapi kemudian Thit melihat kedua preman itu kembali dan langsung membawa Jane bersembunyi.

Mereka hampir saja mau masuk lagi untuk membunuh Thit dan Jane. Tapi untunglah tiba-tiba terdengar teriakan para warga yang panik melihat kebakaran itu. Terpaksalah para preman itu harus pergi.


Thit pun bergegas membawa Jane pergi dan mengantarkan Jane sampai ke rumahnya. Saat dia hendak pamit, Jane melihat noda di wajah Thit dan langsung menyekanya. Tapi saking kagetnya, Thit jadi tak nyaman dan langsung menjauh. Dia bahkan menolak ajakan Jane untuk masuk dan cuci muka. Jane cemas karena bukti-bukti mereka sudah dihancurkan. Pasti sudah tak ada yang tersisa.

Tidak masalah, yang penting mereka sudah mendapatkan laptopnya. Thit yakin pasti ada sesuatu di dalam laptop itu yang bisa mereka jadikan bukti.

"Mereka membunuh orang dan menghancurkan bukti, ini jelas bukan kasus korupsi biasa. Kasus ini sangat beresiko, P'Thit."

"Bagaimanapun, aku tidak bisa membiarkan Waythit mati sia-sia."

"Tapi aku tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi padamu juga. Aku akan membantumu mendapatkan keadilan untuk P'Way. Berjanjilah bahwa kita akan menangani kasus ini bersama-sama dan kita akan selamat bersama seperti hari ini."


Tercengang, Thit akhirnya menurutinya dan menautkan jari kelingking mereka. Jane langsung antusias mengingatkan Thit bahwa mereka tidak boleh saling meninggalkan dan tidak boleh terjadi apapun pada Thit.

Tepat saat itu juga, Jade tiba-tiba muncul. Thit langsung sebal melihatnya dan cepat-cepat menyuruh Jade masuk rumah dan pamit dengan alasan mau mengecek isi laptop itu.


Begitu Thit pergi, Jade langsung menginterogasi Jane. Kenapa dia pulang diantarkan Thit? Di mana mobilnya?

"Kami pergi karena ada urusan dan aku memarkir mobilku di kantor."

"Oh-Ho! Kau yakin kalian pergi karena ada urusan?"

"P'Jade! Aku bukan anak kecil. Berhentilah menginterogasiku."

"Bukan anak kecil sama sekali. Tadi itu ada janji jari kelingking segala. Hei, apa semua gigi gerahammu sudah tumbuh?"

"Hei! Apa kau nganggur banget sampai menginterogasiku?!"


Sitta baru saja pulang saat dia mendapat telepon dari Thit yang mengaku sebagai Way. Sitta jelas tidak percaya, Way sudah mati, jadi dia siapa?

"Bagaimana kau tahu dia sudah mati? Beritanya bahkan belum keluar."

"Kau siapa?"

"Kejahatan yang kau lakukan, kau harus melihatnya sendiri. Hukum tidak akan membiarkan orang jahat sepertimu bebas berkeliaran."

Kesal, Sitta langsung memerintahkan Sekretarisnya untuk menyelidiki temannya Way ini. Thit lalu mencoba menghubungi nomor telepon orang yang mengirim email ke Way, tapi nomornya tidak aktif.


Saat menatap fotonya bersama Way yang dijadikan wallpaper laptop itu, Thit bersumpah bahwa dia tidak akan membiarkan Way mati sia-sia. Dia janji akan menegakkan keadilan untuk Way.

Saat menutup laptopnya, Thit melihat foto kenangannya bersama Tiw. "Dan kau juga, Tiw. Aku tidak akan membiarkanmu mati sia-sia."


Tiba-tiba terdengar suara-suara aneh dari luar kamarnya. Cemas, Thit langsung mengambil pistol sebelum keluar dan mengecek situasi.

Perlahan-lahan dia turun sembari mengokang pistolnya sepelan mungkin dan mendapati seseorang sedang errr.... mengubek-ubek kulkasnya. "Siapa kau?!"

Orang itu berbalik dan ternyata Chaiyan yang kontan kaget saat melihat pistol yang diarahkan kepadanya itu. Thit bingung, Chaiyan belum pulang juga?

"Apa kau mengusirku?"


Dia mau membuka kaleng birnya, tapi Thit langsung merebutnya dan mengingatkan Chaiyan kalau dia hanya membiarkan Chaiyan menginap satu malam dan bukannya pindah kemari.

"Melarikan diri seperti ini, tidak akan menyelesaikan apapun."

"Sekarang ini Piak tetap tidak akan mengerti apapun. Jika aku kembali, dia hanya merasa diuntungkan."

"Karena kau menghilang seperti inilah, Piak jadi berpikir gila dan melakukan hal sembrono. Haruskah salah satu dari kalian mati seperti aku dan Tiw? P', kembalilah ke istrimu selama dia masih hidup. Saat dia tidak ada, kau akan menyesalinya."

Tapi Chaiyan bersikeras tidak mau pergi dan lagi-lagi mau membuka kaleng birnya. Thit sontak merebutnya kembali dan mengembalikannya ke kulkas.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

2 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam