Sinopsis Kleun Cheewit Episode 8 - 1

Sinopsis Kleun Cheewit Episode 8 - 1

 

Sitta jelas marah saat para anak buahnya melapor kalau mereka kehilangan Thit, bukan cuma karena Thit dibantu oleh warga desa, tapi juga karena dibantu Jee.

Sitta tak percaya. "Kalian tidak mampu membawanya kemari dan berbohong kalau Jeerawat membantunya? Bawa dia kemari sekarang juga! Akan kubuktikan pada kalian siapa diantara aku dan si pecundang itu yang akan dipilih Jeerawat! Bawa Jeerawat bersujud di hadapanku sekarang juga!"

 

Thit dan Jee berakhir di pulau terpencil. Thit menyuruh Jee menunggu di sini saja. Jee akan dijemput kalau mereka sudah menemukan perahu itu. Jee tidak mengerti kenapa mereka tidak kembali saja ke daratan.

Tidak bisa, karena perahu itu tidak punya cukup bahan bakar, jadi mereka harus bermalam di sini dan mencari seseorang yang bisa membawa mereka kembali ke daratan. Thit lalu berjalan pergi meninggalkan Jee.

"Kau mau ke mana?"

"Ke tempat di mana mereka tidak akan menemukanku."

Tapi Jee takut sendirian dan langsung ikut menyusul Thit. "Aku boleh ikut, kan? Kumohon."


"Kenapa? Bukankah kau datang bersama Sitta? Kenapa juga kau melarikan diri dari mereka? Dan di desa itu juga... kau pikir kau melakukan apa? Kau ingin membayar dosamu dengan nyawamu? Aku ingin kau mengakui kejahatanmu karena membunuh Tiw dan bukannya mati. Siapa yang menyuruhmu melakukan itu?! Hah?!"

Jee tidak membantunya. Sama seperti Thit yang tidak ingin menjadi pembunuh, Jee hanya ingin melakukan sesuatu Tiw. Jee tidak bisa kembali untuk mengubah apa yang telah terjadi.

Tapi dia sungguh-sungguh menyesal. Tak pernah satu haripun dia lupa bahwa orang baik seperti Tiw mati tanpa keadilan.

"Setidaknya... biarkan aku melakukan sesuatu untuknya. Aku yakin dia pasti ingin kau bertahan hidup. Dan juga Bibi Wadee dan anak-anak yang harus kau jaga. Seseorang yang tidak berharga sepertiku, aku tidak akan menyesal biarpun aku mati."

Thit menangis mendengarnya, tapi juga masih tampak kesal dan terus menerus menepuki botol air minumnya dengan frustasi. 

Melihat Thit menghindari kontak mata dengannya, Jee jadi semakin sedih menyadari Thit tak ingin melihatnya. Maka Jee pun pergi dengan berlinang air mata.


Tak tahu harus ke mana, Jee akhirnya masuk ke dalam hutan, jatuh bangun tak tentu arah, bahkan sampai tak sengaja menabrak pohon dengan tangannya yang terluka.

Lama kelamaan Jee mulai ketakutan sampai akhirnya dia melihat entah apa yang kontan membuatnya menjerit ketakutan dan langsung berlari kembali ke pantai dan mendapati Thit masih di sana.


Dia masih tampak kesal, tapi kemudian dengan manisnya dia memberitahu Jee untuk tidak masuk hutan lagi, di sana berbahaya. 

Dia bahkan tidak keberatan lagi jika Jee mau ikut dengannya. Jee langsung mengikutinya dengan antusias, tapi malah membuat lengannya semakin kesakitan.


Prihatin melihat keadaannya, Thit langsung melepaskan kemejanya lalu mengubahnya jadi kain penyangga dan melilitkannya ke lengan Jee yang terluka.

Tak sengaja dia melakukannya terlalu keras sampai Jee kesakitan. Thit langsung meminta maaf dan tanya apakah Jee kesakitan. Ketulusannya benar-benar membuat Jee terpesona dan menjawabnya dengan hanya gelengan kepala.

Jee berterima kasih padanya, tapi Thit masih terlalu canggung padanya dan hanya menerima ucapan terima kasihnya dengan anggukan kepala. 

Dengan manisnya dia membantu Jee bangkit, tapi begitu menyadari kedekatan mereka, dia cepat-cepat menghindar dengan canggung.

 

Chaiyan datang ke apartemennya Jee, tapi Dao memberitahu kalau Jee masih belum kembali dan juga memperingatkannya untuk tidak memberitahu siapapun.

"Thit, ke mana kau membawa Jee?" Gerutu Chaiyan.

Dao dan Suki jelas terkejut mendengarnya, apa hubungannya pengacara itu dengan masalah ini? Chaiyan mengaku kalau kemarin saat dia menelepon Thit, dia mendengar mereka berdua bersama.

Suki jadi tambah bingung, apa yang sebenarnya terjadi sih ini? Tepat saat itu juga, ponselnya Dao berdering dari Jade.

Tapi bahkan sebelum dia sempat menjawabnya, Suki langsung merampasnya dan berbohong kalau mereka sudah menemukan Jee. Dia selamat, Jade tidak perlu mengkhawatirkannya. Makasih sudah khawatir. Dadah!


Dia lalu duduk sambil memegangi kepalanya yang lagi stres. Tapi saat Chaiyan mau ikutan duduk, Suki langsung menjerit heboh.

"Berhenti! Kumohon, Khun Chaiyan! Pulanglah dan urus saja Khun Piak! Aku tidak tahan kalau harus perang dengan Khun Piak! Mengerti? Aku bisa gila! Please? Go home~~~!!! Please~~~?"

Terpaksalah Chaiyan pulang dan Suki kembali merajuk stres.


Thit mengajak Jee masuk ke air untuk berenang ke pulang seberang dan meyakinkan Jee untuk tidak takut, airnya tidak dalam kok. Jee mengikutinya dengan takut-takut. Tapi tiba-tiba dia terpeleset dan langsung refleks berpegangan ke Thit.

"Saat kita kembali ke daratan nanti, belajarlah berenang. Kau kan selalu masuk ke air." Goda Thit.

"Nggak lucu."

Tapi Thit tiba-tiba tersenyum lebar sampai Jee terpana dibuatnya. Dan Thit baru menyadari senyumannya sendiri saat dia melihat tatapan heran Jee dan langsung cepat-cepat menormalkan ekspresinya kembali.


Tapi saat mereka hendak melanjutkan, Jee semakin ketakutan menyadari airnya mulai semakin dalam. Thit bilang airnya tidak dalam?

"Jangan takut. Waktu mobilnya tenggelam, aku menyelamatkanmu kan. Ini gampang kok."

Dia lalu menyuruh Jee memegang botolnya dan menyuruh Jee menggamit lengannya. Pelan-pelan dia membawa Jee semakin dalam ke air, tapi Jee benar-benar ketakutan sampai akhirnya dia tidak tahan lagi dan menolak pergi.

Kesal, Thit meyakinkan Jee kalau dia tidak akan tenggelam. Saat Jee masih saja terus berusaha melawannya, Thit tanya apa yang biasanya Jee lakukan saat dia bermain lakorn.

"Aku... berpikir... dan merasa seperti karakter lakorn yang kumainkan."

"Kalau begitu, anggap saja ini (lengannya) sebagai life jacket. Kau berenang dan berpegangan pada life jacket agar kau tidak tenggelam. Ayo. Jika tidak, akan kutinggalkan kau di sini."


Thita bahkan langsung berpaling pergi saat itu juga. Ketakutan, Jee sontak merngkul Thit dan menutup matanya rapat-rapat saking tegangnya.

"Jangan tegang. Tarik napas dalam-dalam. Tenang dan santai saja."

Jee mencoba menurutinya dan membiarkan Thit membawanya berenang ke tengah laut walaupun dia masih sangat ketakutan.

 

Di apartemennya Jee, Suki lagi sibuk bicara dengan klien mereka di telepon dan berbohong pada si klien kalau Jee sedang sakit makanya dia tidak bisa ke acara opening mereka.

"Apa? Om-om? Tidak! Tidak ada! Nong Jee tidak punya om-om. Dia lagi sama aku. Sungguh! Jangan asal nuduh!"

Saat Dao muncul dengan membawa sebotol minuman, Suki langsung heboh pura-pura seolah Jee lagi minta air minum biar dia punya alasan untuk cepat-cepat menutup teleponnya.

Dao memberikan minuman itu. Tapi baru juga menenggak satu tegukan, teleponnya berbunyi lagi dari klien lainnya dan lagi-lagi dia harus berbohong kalau Jee lagi sakit.

 

Thit dan Jee akhirnya tiba di pulau seberang. Melihat Thit ngos-ngosan, Jee memberikan botol minumannya. Tapi Thit melihat Jee juga tampak kelelahan dan langsung menyodorkan air itu kembali ke Jee. Jee pasti haus kan, minum saja duluan.

Bahkan setelah Thit selesai minum, dia mengembalikannya ke Jee, buat jaga-jaga kalau Jee haus lagi. Dia lalu membantu memperbaiki penyangga lengannya Jee sebelum kemudian berjalan pergi menyusuri pantai.

Tapi Jee heran, sepertinya Thit tahu betul tentang tempat ini. Thit tidak menjawabnya dan hanya menyuruh Jee menunggu di sini, dia mau keliling dulu.


Thit memecah bebatuan hingga dia berhasil mendapatkan err... kerang? (aku nggak tahu itu apa). Tapi senyumnya seketika menghilang saat dia mengalihkan pandangannya ke pantai itu... pantai yang mengingatkannya akan kenangannya bersama Tiw. Ah, jadi dia pernah liburan bersama Tiw ke pulau itu.

Flashback.


Waktu itu, Thit menulis nama Tiw di pasir pantai biar nanti kalau ada pesawat lewat di sana, semua orang akan tahu siapa pemilik pulau ini.

"Wah! Pintar sekali, Pak Pengacara. Terus nanti waktu air pasang menyapu pantai, namaku akan menghilang bersama arus."

"Terus kau mau aku menulisnya di mana? Bagaimana kalau di atas pohon di atas sana? Atau di atas bebatuan di sana agar namamu abadi?"

"Silahkan saja biar aku bisa memanggil petugas kepariwisataan untuk menuntutmu."

"Terus aku harus menulisnya di mana, Bu Guru dan calon istriku yang cantik?"


Ah, Thit punya ide. Dia langsung merngkul Tiw mesra dan menyuruh Tiw untuk membaca apa yang akan dia tulis di telapak tangannya.

"Cinta... Tiw?"

"Aku mencintaimu, Tiw." Dia lalu meletakkan tangan Tiw di d**anya. "Sekarang, ini tidak akan tersapu oleh arus. Karena ada di sini (di hatinya)."

Flashback end.


Kaki Thit lemas teringat kenangan indah itu. Dengan sedih dia mengusap pasir pantai yang penuh kenangan itu dan mencengkeramnya erat-erat.

Saat dia kembali tak lama kemudian, dia membawa beberapa seafood untuk mereka berdua. "Kalau kau bisa memakannya, makanlah agar kau punya tenaga."

Tapi Jee cuma diam menatap makanan itu dan melamun sampai Thit berpikir kalau Jee tidak suka. Cuma ada makanan ini di pulau ini. Kalau Jee mau makan makanan mewah, dia makan saja di rumah.

"Aku memikirkan nenekku. Pertama kalinya dia membawaku ke laut, dia membelikan seafood untuk Pan dan aku."

Nenek Jan dulu memiliki sebuah guci dan menyatakan bahwa jika ada yang mau mengambil uangnya, maka ambil saja uang dari dompetnya, jangan ambil uang yang ada di gucinya. Karena ia ingin memakai uang yang di guci untuk membawa cucu-cucunya liburan.

Nenek bahkan tidak punya cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tapi tetap saja ia membawa Jee dan Pan liburan ke pantai. Dia dan Pan bisa makan seafood, sementara Nenek Jan hanya melihat mereka dan beralasan kalau ia tidak lapar.

Prihatin melihat air mata tulus Jee, Thit berjanji akan memberitahu Jee jika Nenek Jan atau Pan menghubunginya nanti.

Bersambung ke part 2

Post a Comment

2 Comments

  1. Huhuhuhu...kok sedih dan senang kyknya mo ada benih2 antara jee ma thit...lanjuutt min..

    ReplyDelete

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam