Cemburu, Thit langsung pergi sambil beralasan pada Guru Arie kalau dia melupakan sesuatu di mobil.
Sayangnya, dia tidak melihat jawaban Jee yang tegas menolak perasaan Jade. Jade tidak mengerti, apa dia membuat Jee marah? Tidak, hanya saja Jee tidak tahu harus mengatakan apa.
Jade mengira kalau Jee pasti masih bingung dengan perasaannya, makanya dia tidak punya jawaban sekarang. Tapi sebentar lagi Jade harus kembali ke pekerjaannya dan mungkin bisa sampai berbulan-bulan.
"Aku akan menunggu jawabanmu. Dan lagi, aku punya Dao sebagai mak comblang kita."
"Kurasa... kau tidak perlu menunggu. Maafkan aku. Sudah ada seseorang yang kusuka."
Jade tentu saja kecewa mendengarnya, tapi dia tidak sakit hati. Jee tidak perlu meminta maaf, dia mengerti sesuatu seperti ini tidak bisa dipaksakan.
"Tapi jika aku bisa, aku ingin (menerima perasaan Jade). Karena aku yakin bahwa jika aku melihatmu, aku akan sangat bahagia karena aku bisa menyukaimu tanpa merasa bersalah pada seseorang."
Jade heran kenapa Jee bicara seperti itu. Apakah Jee tidak bisa mengungkapkan perasaannya pada pria yang Jee sukai?
Sesampainya di parkiran, Thit masih kembang kempis menahan kesal. Melihat itu, Guru Arie langsung menggodanya, barang apa yang Thit lupakan di mobil?
"Err... dompetku. Awalnya kukira aku lupa, tapi ternyata aku salah."
"Kurasa kau tidak melupakan apapun di dalam mobilku, tapi kau melupakan sesuatu di dalam sana."
Thit mau menemui Piak saja. Tapi tepat saat itu juga, mereka melihat mobilnya Jee keluar lalu dua orang pengendara sepeda tampak membuntutinya. Thit mengenali mereka, kedua orang itu penembaknya Jade.
"Hah? Apa?! Jadi Jee dibuntuti?!"
Cemas, Thit segera menelepon Ayah Piak dulu untuk memastikan kondisi Piak. Ayah Piak meyakinkannya kalau Piak baik-baik saja, jadi Thit tidak perlu mengunjunginya. Kalau dia punya urusan yang lebih penting, lakukan saja urusannya. Thit pun bergegas menyeret Guru Arie untuk menyusul Jee.
Sesampainya di rumah, Jee langsung memanggil-manggil Dao, mereka harus bicara. Tapi Suki mendadak muncul dengan muka masam.
Jee malas bicara dengannya, tapi Suki tidak peduli dan terus nyerocos mengomeli Jee karena tidak mengindahkan peringatannya untuk tidak menjenguk Piak. Untung saja tadi Jade membantunya menyelesaikan situasi itu.
Kesal, Jee sengaja menyalakan volume TV sekeras-kerasnya sampai Suki protes dan mematikan TV-nya, membanting remote-nya ke meja lalu mengomelinya lagi. Tepat saat itu juga, Jee melihat sebuah surat yang tertindih remote.
Jee langsung mengacuhkan Suki untuk membaca surat itu yang ternyata dari Dao. Jee sontak cemas setelah membaca surat itu. Penasaran, Suki ikut membaca surat itu dan ternyata itu surat perpisahan.
Jee bergegas ke kamar Dao, tapi kamar itu sudah kosong, bahkan seluruh barang-barangnya Dao sudah tidak ada di sana.
Dalam suratnya, Dao meminta maaf karena pergi tanpa pamit. Karena dia tahu kalau Jee tidak akan melepaskannya jika dia bilang. Dao beralasan kalau dia sudah cukup lama ingin menjadi guru di daerah, tapi selama ini dia tidak bisa karena harus menjaga Jee.
Semua orang berpikir bahwa jadi terkenal seperti ini, pastilah sangat bahagia dengan ketenaran dan kekayaan yang dimilikinya. Tapi itu tidak benar.
"Apa yang membuat Jeerawat bahagia bukanlah uang, tapi sesuatu yang jauh lebih indah dan berharga daripada itu. Dan itu adalah cinta."
Tak mengerti kenapa Dao mendadak meninggalkannya, Jee langsung bergegas pergi untuk mencari Dao.
Thit dan Guru Arie baru tiba di depan apartemennya Jee sambil menelepon Chait untuk minta bantuannya. Chait mengaku kalau dia dan anak buahnya sedang dalam perjalanan ke sana.
Tak lama kemudian, mereka melihat mobilnya Jee keluar dan lagi-lagi dua preman itu membuntutinya. Guru Arie pun bergegas mengejar mereka dan Thit langsung melaporkannya ke Chait.
Tanpa menyadari orang-orang yang membuntutinya, Jee fokus menyetir sembari memikirkan suratnya Dao.
"Kulihat kau sudah memiliki seseorang yang memberimu cinta dan peukan menggantikanku. Seorang pria yang membuat seorang wanita yang tidak pernah mendengarkan musik, jadi suka mendengarkan lagu cinta dan tersenyum bersamanya."
"Seorang pria yang membuat wanita yang tidak mengenal cinta dan tidak pernah bisa memerankan adegan cinta padahal dia sudah dia mempelajarinya dari film-film romantis, tapi sekarang dia tidak memerlukan semua film-film itu. Dia bisa memahami cinta dari hatinya."
Setibanya di bandara, Jee berusaha mengsms Dao dan mencarinya ke mana-mana, tapi Dao tidak terlihat di mana pun dan sms-nya pun tidak terbalas.
Thit bertemu Chait cs di bandara. Chait menemukan motor tersangka, tapi mereka tidak ada. Itu berarti mereka sudah masuk bandara. Thit menyarankan agar mereka berpencar.
Chait keberatan dan menyuruh Thit untuk tidak ikutan, soalnya dia juga terget para penjahat itu. Thit menolak, dia sudah cukup lama bersembunyi dari mereka. Jika mereka mau menembaknya, maka dia akan melawan.
Dia lalu mengajak Guru Arie ikut bersamanya. Tapi Guru Arie malah membuat-buat alasan biar tidak usah ikut. Masa bodo, Thit langsung menyeret paksa Guru Arie tanpa mempedulikan protesnya. Chait yang cemas, memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mengikuti Thit dan Guru Arie.
Guru Arie berusaha menghubungi Jee, tapi tidak diangkat-angkat. Tentu saja, itu karena Jee sendiri masih terus berusaha menghubungi Dao tanpa hasil.
Jee terus berlarian kesana-kemari tanpa sedikitpun menyadari kedua preman yang membuntutinya. Untung saja Thit cs cepat menemukan kedua preman itu dan langsung mengejar mereka.
Tapi kemudian mereka terpisah saat kedua preman itu berpencar. Guru Arie sampai bingung harus mengikuti siapa dan akhirnya memutuskan pergi mengikuti Pak Polisi.
Tidak mendapati Dao di mana pun, Jee akhirnya menyerah dan masuk ke sebuah lounge kosong dengan sedih teringat ucapan terakhir Dao dalam suratnya.
"Aku ingin memberitahumu, bahwa kau tidak memilih pria yang salah. Khun Jade adalah orang yang baik dan satu-satunya pria yang kuyakini bisa menghangatkan hatimu. Aku sangat lega dan bahagia karena hari ini aku melihat dua orang yang kucintai, saling mencintai. Jagalah cinta ini dengan baik, si cengeng. Aku sangat menyayangimu, Jeerawat. Gurumu, Dao."
"Bukan Khun Jade, Dao. Bukan Khun Jade." Tangis Dao
Dalam kesedihannya, dia mencoba menelepon Thit, tapi malah terkejut mendengar bunyi dering telepon di dekatnya. Saat dia menoleh, dia melihat Thit muncul di sana lalu mengangkat teleponnya.
"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk mematikan ponselmu?" Omel Jee.
Jee langsung berlari ke dalam plukan Thit dan menangis di sana. Thit pun membalas plukannya. Tapi mereka tidak menyadari seorang anak buahnya Sitta memotret mereka lalu mengirimkannya ke Sitta.
Sitta jelas marah melihat foto itu. Jadi sekarang mereka saling mencintai? Kalau begitu, sekarang saatnya dia bertindak. Entah apa rencananya, tapi kemudian dia membuka sebuah laci yang didalamnya ada pistol dan sebuah amplop.
Di rumah sakit, Piak gelisah menunggu Chaiyan yang dia kira belum datang juga. Saat seseorang membuka pintu, dia sontak pura-pura tidur, padahal yang datang cuma ayahnya.
"Apa Chaiyan menelepon?"
"Tidak. Cuma para wartawan yang menelepon dan menanyakanmu."
"Dan apakah Ayah memberitahu mereka sesuai apa yang kusuruh?"
"Ayah tidak mengatakan apapun."
"Ayah!"
"Cukup, Piak. Chaiyan dan Jee tidak punya hubungan apapun."
"Ayah masih belum percaya padaku?"
"Kalau begitu lihatlah ini." Ayah memperlihatkan berita tentang hubungan Jee dan Jade. Tapi Piak ngotot tidak mempercayainya, berita ini pasti palsu. Tapi baguslah jika berita ini benar, usahanya jadi tidak akan sia-sia dan biar mata Chaiyan terbuka.
Jade mencoba menelepon Jee, tapi nomornya tidak bisa dihubungi. Jane mendadak muncul sambil menuntut penjelasan atas berita tentang hubungan Jee dan Jade itu. Ini beneran atau cuma akting?
Jade membenarnya, dia bahkan sudah menyatakan perasaannya pada Jee. Jane jelas kecewa mendengarnya, lalu apa yang dikatakan Jee?
"Khun Jee tidak membalas perasaanku."
Mendengar itu, Jane jadi teringat saat dia memergoki Jee dan Thit di parkiran rumah sakit dan langsung curiga kalau Thit lah alasannya. Jane tanya kenapa Jee menolak Jade?
"Khun Jee sudah memiliki orang lain dalam hatinya." Jawab Jade. Prihatin, Jane langsung merngkulnya dan berusaha menghiburnya.
Setibanya di depan apartemennya Jee, Thit menelepon Guru Arie dan memberitahu kalau dia sudah mengantarkan Jee pulang, jadi Guru Arie tidak usah khawatir. Chait juga sudah mengirim petugas untuk melindungi mereka.
Saat dia berpaling ke Jee, dia mendapati Jee sedang menatapnya. Canggung, Thit keluar lalu membukakan pintu mobil untuk Jee, bahkan membantu membukakan seatbelt-nya Jee. Kedekatan itu sontak membuat mereka jadi gugup.
Apalagi saat Jee keluar dan menutup pintu, jaraknya terlalu dekat dengan Thit hingga saat dia oleng, Thit refleks melingkarkan tangannya ke Jee.
Canggung, Jee cepat-cepat melepaskannya dan meminta Thit untuk tidak mempedulikan apa yang terjadi di bandara tadi. "Aku cuma... bingung dan lemah. Aku..."
Tapi Thit tiba-tiba menghentikan ocehannya dengan menggenggam erat tangannya. Selama beberapa lama, mereka saling bertatapan dengan penuh cinta sebelum kemudian Thit mengantarkan Jee sampai ke kamarnya.
3 Comments
Maaf teh bukan aku.. ada salah satu penulisku dia post sembarangan.. maaf saya tidak tahu..
ReplyDeleteLanjuuttt min buruaann makin baper...semangaatt🤩🤩🤩
ReplyDeleteMasuk terus minnn
ReplyDeleteLanjut..
Bapernya kemana"
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam