Saat ponselnya berbunyi lagi, Jee langsung mengangkatnya dengan antusias, mengira Thit menelepon lagi. Tapi yang menelepon ternyata Jade.
Dia tadi dengar dari adiknya kalau Jee datang menjenguknya tadi. Sayang sekali dia tidur tadi, jadi mereka tidak sempat ngobrol. Apa polisi sudah menangkap penjahatnya? Dan apakah Suki sudah menyewa bodyguard lain untuk menggantikannya? Jee sampai geli mendengar rentetan kecemasannya.
Tepat saat itu juga, Dao datang untuk mengirimkan skrip terbarunya Jee yang dititipkan Suki, dan juga beberapa video film romantis yang harus Jee tonton sebagai referensi.
Tapi Jee menolak dan menyuruh Dao menyimpannya sendiri saja, soalnya itu kan film-film kesukaan Dao. Tapi kalau Jee tidak menonton film-film ini, apa dia akan bisa berakting dalam adegan memperlihatkan cintanya nanti? Cemas Dao.
"Tentu saja. Kurasa... aku mengerti sekarang."
Oke, kalau begitu Dao pergi. Tapi kemudian dia mendengar Jee bicara pada Jade di telepon yang sontak menarik perhatiannya.
"Kau menanyakan semua pertanyaan itu sekaligus, bagaimana bisa aku menjawab semuanya, Khun Jade?"
"Aku mencemaskanmu."
"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi bukankah Dao sudah memberitahumu kalau mereka bukan mau menembakku, melainkan menarget Khun Sathit? Tapi aku benar-benar menyesal karena kau jadi terluka karena aku, dan terima kasih banyak."
"Aku tidak keberatan, asalkan kau selamat."
"Kau bicara seperti seorang hero dan aku merasa seperti seorang penjahat yang tidak merawatmu sama sekali. Besok aku lagi kosong, aku akan datang untuk merawatmu. Katakan saja semua yang kau inginkan. Oke? Aku bersedia melakukan apapun untukmu."
Dao langsung berkaca-kaca mendengarnya, mengira cinta yang Jee maksud barusan adalah Jade. Tapi biarpun sedih, dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini adalah hal baik, akhirnya Jee bisa mengenal cinta.
Keesokan harinya, Piak masih terus merenung sedih. Saat mendengar pintu terbuka, dia langsung antusias mengira Chaiyan pulang. Tapi tidak, yang datang ternyata Ayah.
Piak langsung menangis dalam plukan Ayah dan mengaku kalau dia sudah sadar kalau dirinya salah. Sekarang dia tahu bagaimana sakitnya dituduh melakukan hal yang tidak dia lakukan. Apa dia sudah menyakiti Chaiyan?
"Sekarang kau sadar? Jika aku tidak melihatmu sedih, aku pasti akan memberi ucapan selamat ke Chaiyan. Itu belum cukup, Ayah juga akan memberikan sesaji ke sepuluh kuil." Goda Ayah.
"Apa aku sejahat itu sampai Ayah harus berdoa?"
Piak tidak jahat, cuma keras kepala saja. Dan berhubung sekarang dia sudah menyadari dan mengakui kesalahannya, maka seharusnya dia tahu bagaimana memperbaikinya, kan?
"Piak, jika kau menginginkan cinta maka kau harus belajar untuk mengalah."
Piak meyakinkan Ayah kalau kali ini dia tidak salah, dia sungguh tidak menyewa orang untuk menembak Jee.
"Hei, saat Ayah ada masalah dengan ibumu, Ayah tidak pernah bertanya pada diri Ayah sendiri akan siapa yang salah atau benar. Tapi Ayah selalu bertanya pada diri Ayah sendiri apakah Ayah masih mencintai ibumu, lalu Ayah akan mengalah."
Ayah tahu kalau kali ini Chaiyan yang salah karena asal menuduh Piak. Tapi ini bisa saja menjadi ujian terakhir di antara mereka berdua untuk mengetahui apakah cinta Piak pada Chaiyan kurang atau lebih daripada apapun. Pikirkanlah.
Chaiyan baru bangun saat kedua wanita sedang bersiap pergi. Dao nyerocos panjang lebar memberitahu Jee bahwa dia sudah memasakkan sup untuk Jade soalnya kemarin Jade mengeluh bosan dengan makanan rumah sakit, hari ini seharusnya dia sudah boleh makan yang lain.
Dia juga membawakan rambutan, dia bahkan sudah mengeluarkan bijinya dan menyuruh Jee untuk memasukkannya ke kulkas nanti biar Jade bisa memakannya sewaktu-waktu. Soalnya Jade dan Jane bilang kalau mereka suka rambutan dingin.
Jee heran mendengarnya. "Kau tahu banyak hal tentang Khun Jade, yah?"
"Err... aku kan sudah cukup lama mengenal Khun Jade dan Khun Jane. Nanti kau juga akan tahu... dan mungkin lebih daripada aku."
"Hmm? Apa maksudmu, Dao?"
"Jee, akan kuurus P'Chaiyan. Kau cepatlah pergi. Khun Jade menunggumu."
Tapi sebelum pergi, Jee terlebih dahulu mengomeli Chaiyan bak seorang ibu memberi peringatan pada anaknya untuk tidak menyusahkan Dao, jangan nakal dan jangan keras kepala. Dia akan membawakan jajan saat dia pulang nanti.
"Sekalian saja kau suruh aku cuci tangan sebelum makan dan minum susu sebelum bobok."
"Dan jangan lupa minum susu sebelum bobok."
"Jee! Aku kan cuma lagi sarkastis. Aku bukan anak kecil. Walaupun semalam aku masuk dan bertingkah kayak anak kecil... sedikit, tapi aku sudah sadar sekarang."
Dia mengklaim kalau dia bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak akan menyusahkan siapapun. Mendengar itu, Jee langsung menjejalkan secangkir kopi ke mulutnya biar dia cepat sadar sepenuhnya dan segera pulang.
Tapi hal itu malah membuat Chaiyan mual sampai dia langsung melesat ke kamar mandi dan muntah-muntah. Eww, jijay! Jee dan Dao langsung stres melihatnya. Sudahlah, Jee pergi saja duluan, biar Dao sendiri yang mengurus Chaiyan.
Tapi tidak, mending Dao saja yang pergi ke Jade. Dia sendiri yang akan mengurus Chaiyan. Nanti dia nyusul setelah selesai. Dia bahkan langsung masuk kamar mandi tanpa mempedulikan protesnya Dao.
Di rumah sakit, Jade berdandan seganteng mungkin untuk menyambut Jee. Dia mendengar suara pintu terbuka tak lama kemudian. Dia langsung senang mengira Jee yang datang, tapi senyumnya menghilang dengan cepat saat melihat Dao yang datang.
Dao tak enak hati menjelaskan kalau Jee terhalang sesuatu saat ini, tapi dia pasti datang kok nanti. Apa Jade lapar? Kemarin kan dia mengeluhkan makanan, makanya hari ini dia membuatkan sup babi pedas untuk Jade. Tapi Jade lebih penasaran tentang Jee, kapan dia akan datang?
"Mungkin sebentar lagi."
"Kalau begitu, aku akan menunggu dan makan bersama Khun Jee."
"Tapi kau harus makan dulu sebelum minum obat."
Jade ngotot tidak mau minum obat. Soalnya dia jadi ngantuk setelah meminumnya. Kalau dia ngantuk dan ketiduran, dia akan kehilangan kesempatan untuk bertemu Jee lagi. Ada banyak hal yang ingin dia bicarakan dengan Jee.
Selesai mengurus Chaiyan, Jee pamit mau pergi. Tapi Chaiyan yang cuma pakai baju mandi, protes karena bajunya kena muntahan.
"Yah, cuci sana."
"Cuci bagaimana? Kau bilang mesin cucinya rusak?"
"Oi! Aku ingin sekali bilang ke Khun Piak untuk tidak khawatir kalau aku akan merebut suaminya karena dia (Chaiyan) itu sangat menyusahkan. Aku tidak mau menyia-nyiakan obat sakit kepala. Aku akan keluar dan membelikan baju baru untukmu."
Jee lalu pergi sambil menggerutui nasibnya. Semua ini pasti karma dari kehidupannya yang sebelumnya dan sekarang dia harus membayarnya pada suami istri itu.
Tapi tepat saat dia masuk lift, Piak muncul dari lift sebelah dan langsung menuju apartemennya Jee. Waduh!
Chaiyan lagi santai nonton TV saat bel pintu berbunyi. Mengira Jee kembali karena melupakan sesuatu, dia santai saja membukanya tapi malah berhadapan dengan Piak yang jelas saja langsung salah paham melihat Chaiyan di sana hanya memakai baju mandi.
Jee sendiri baru sadar kalau dia lupa membawa ponselnya. Saat dia kembali, dia malah mendapati Chaiyan sedang diserang dengan ganas oleh Piak. Bahkan saat dia melihat Jee, dia langsung melempar vas bunga padanya.
Untung saja Jee berhasil menghindarinya tepat waktu. Tapi Piak benar-benar lagi gila dan langsung menyerang Jee sambil jejeritan histeris, bahkan Chaiyan pun sulit menghentikannya.
Saat dia menendang Jee, tak sengaja Jee menyentuh ponselnya sampai terjatuh ke lantai. Dalam usahanya menahan Piak, Chaiyan tak sengaja membuat Piak tersungkur ke lantai.
Piak jelas sakit hati dibuatnya. "Kau berani menyakitiku, Chaiyan?"
"Kalau kau melakukan apapun lagi pada Jee, aku akan membalasnya lebih daripada ini."
Piak jelas tambah salah paham mendengarnya. "Katakan saja. Apa kau memilihnya?!"
Chaiyan malah terprovokasi dan mengiyakannya saja. Bahkan menyatakan kalau dia hanya mau bersama Jee. "Aku memilih Jee, aku mencintai Jee. Itu kan kata-kata yang ingin kau dengar? Tuh, sudah kukatakan. Selesai!"
"Selesai? Kau berselingkuh dengannya! Kau pikir ini bisa selesai dengan mudah?! Nang Jee! Tunggulah karma dan hukuman atas apa yang kau lakukan padaku!"
Tepat saat itu juga, ponselnya Jee berbunyi. Piak sontak merebut ponsel itu dan memberitahu orang di seberang bahwa Jee tidak bisa menerima teleponnya. "Dia sedang tidur dengan suami orang lain sekarang!"
Dia langsung membanting ponsel itu sampai pecah lalu pergi. Thit lah yang menelepon tadi dan langsung cemas mendengar suara Piak.
Saking cemasnya, dia ngotot mau pergi ke Piak sambil menyeret Guru Arie ikut bersamanya. Bahkan saat Guru Arie mengingatkannya bahwa dia harus bersembunyi, Thit langsung mengancam akan mencari mobil sendiri dan pergi sendiri.
1 Comments
Yuuuppp lanjuuuttt min...pagi2 lngsung nengok blog mimin....semangaattt min
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam