Sinopsis Unwilling Bride Episode 1 - 3

Sinopsis Unwilling Bride Episode 1 - 3

Sebelum sekretarisnya sempat mengucap apapun, Kade langsung menyuruhnya untuk mencari tahu nomor kamarnya May. Oke, Sekretaris pun langsung pergi melaksanakan perintahnya.


Tapi sesampainya kembali ke kamarnya, May malah tidak bisa membuka pintunya. Untuk saja ada pegawai hotel yang punya kunci cadangannya, May pun bergegas masuk tanpa menyadari Sekretarisnya Kade yang membuntutinya.


May menangis teringat ucapan Kade tadi. Dia akhirnya memutuskan untuk mengepak barang-barangnya. Sekretarisnya menelepon saat itu dan langsung menggodanya, bagaimana malam pengantinnya semalam?

"Malam pengantin apaan?"

Loh, kok suara May terdengar kecewa. Kenapa? Apa semalam Ruth mabuk dan pingsan sehingga mereka gagal melakukan malam pengantin?

Tidak, justru dialah yang mabuk. Dia mabuk karena Ruth pergi meninggalkannya dan kabur dari pernikahan mereka. Sekretaris kaget mendengarnya, kok bisa padahal Ruth sendiri yang ngajakin nikah.

"Itulah yang terjadi. Saruth meninggalkanku di pantai."

Sekretaris prihatin mendengarnya, lalu apa May baik-baik saja sekarang? Apa May mau dia datang ke sana? Tidak usah, toh dia juga mau pulang sekarang.


Sekretarisnya Kade datang untuk melaporkan nomor kamarnya May. Kade pun bergegas ke kamar itu. Tapi bahkan sebelum dia sempat mengetuk pintu, pegawai hotel memberitahunya kalau May sudah check-out barusan.

Kade sontak bergegas keluar mencarinya dan mendapati May hendak masuk mobil. Kesal, Kade memperingatkannya untuk enyah saja. "Kuharap aku takkan pernah bertemu lagi denganmu dalam kehidupan ini."


Di The Heaven Mall, Ayahnya Kade mendapat kabar dari mata-matanya tentang pernikahan putrinya yang gagal. Tapi ia tampak santai saja menanggapinya.

Tiba-tiba ada baseball menggelinding di kakinya. Seorang pria lalu muncul dari balik tumpukan barang untuk mengambil bola itu. Sepertinya dia seorang pengunjung tapi tak tampak ada pegawai yang melayaninya.

Pria itu meminta maaf dan hendak mengambilnya dari tangan Ayah, tapi Ayah dengan cepat mengambil alih kotak bola itu dari tangan si pria. Ayah heran, di mana para pegawai toko? Kenapa tidak ada seorangpun yang melayani pelanggan ini?

Pria itu dengan ramah menduga kalau para pegawai mungkin sedang melayani para pelanggan lainnya. Tidak masalah kok.

"Bersama pelanggan lainnya? Tapi tetap saja mereka tidak boleh lupa untuk memperhatikan pelanggan lainnya." Ujar Ayah

Pria itu yang tadinya ramah, entah mengapa mendadak berubah sikap dan nada agak sinis menyindir ucapan Ayah. Sepertinya Ayah sangat memahami kualifikasi untuk menjadi pegawai mall terbaik.

"Tentu saja, karena aku adalah pemilik mall ini."

"Oh, anda pemilik mall ini? Oi, maaf. Mata saya ini buruk sekali." Ucap pria itu sarkastis.

Seorang pegawai akhirnya datang saat itu dan Ayah langsung mengomelinya. Setelah itu Ayah kembali ke pria itu dan memberitahunya untuk memanggil pegawai saja kalau dia membutuhkan sesuatu.


Tapi pria itu sudah berubah pikiran. Dia tidak menginginkan apapun lagi di tempat ini. Dia langsung pergi setelah itu, tapi Ayah bergegas mengejarnya.

Mungkin karena merasa tak enak padanya, Ayah memberikan bola baseball tadi untuk si pria. Ayah bahkan membubuhkan tanda-tangannya di bola itu. Jarang-jarang loh ada orang yang bisa mendapatkan tanda tangan Ayah, dia beruntung mendapatkan tanda tangan Ayah.

Lain kali kalau dia ingin membeli apapun dari The Heaven Mall, dia tunjukkan saja tanda tangannya ini pada para pegawai, maka dia akan mendapatkan diskon 50% dari barang-barang yang dia beli. (Wiii, aku mau dong)

Pria itu sontak tertawa sinis mendengarnya. "Dan bagaimana kalau aku tidak menginginkan apapun dari sini?"

"Kalau begitu, simpan saja itu sebagai kenang-kenangan. Siapa tahu, suatu hari nanti anda menginginkan sesuatu, maka anda bisa menggunakan itu."

"Suatu hari... aku mungkin akan menggunakan bola ini." Ujar pria itu ambigu. Tapi Ayah tak berpikir aneh-aneh tentang ucapannya itu dan langsung pergi.


Ruth dan Pin akhirnya kembali dan menemui Ibunya Pin di restorannya. Ibu sontak marah-marah memukuli Pin sampai Ruth harus bertindak untuk memisahkan mereka.

Merasa bersalah, Pin dan Ruth langsung berlutut di hadapan Ibu untuk memohon pengampunannya. Ibu melempar tatapan tajam ke Ruth sebelum akhirnya ia mulai melunak.

"Ibu memaafkanmu. Tapi apa kau pikir Ibunya Khun Saruth akan memaafkanmu?"

Ah, ternyata hubungan mereka tidak disetujui Ibunya Ruth. Pin bahkan sudah berulang kali menghadapi kemurkaan Ibunya Ruth. Apa Pin lupa kalau Ibunya Ruth tidak menginginkannya jadi menantu?

Ruth menjelaskan bahwa dulu dia harus berpisah dengan Pin karena ibunya yang terus menerus menekannya dengan berbagai cara. Tapi kali ini, Ruth janji tidak akan lagi berpisah dengan Pin dan jabang bayi mereka.


"Tolong kasihanilah kami. Kumohon, Bu." Pinta Pin.

"Sekarang ini ibumu pasti sudah tahu kalau kau melarikan diri dengan Pin dan datang kemari."

Ruth yakin tidak. Ibunya pasti berpikir kalau sekarang ini dia sedang bersama May dan bukannya dengan Pin.

"Siapa itu May? Wanita yang dipilihkan ibumu untukmu?"

Tidak. Ruth dan May sebenarnya adalah teman sekolah dan kedua ibu mereka adalah teman baik. Tapi kedua keluarga mereka mulai bermasalah sejak Ibunya May meninggal dunia.

Dia memacari May semata-mata hanya demi balas dendam pada ibunya yang tidak merestui hubungannya dengan Pin.

 

Dugaannya benar. Ibunya Ruth sekarang ini sedang berusaha keras menghubungi putranya tanpa hasil dan itu kontan membuatnya marah.

Ia bahkan meninggalkan voice mail yang isinya ngamuk-ngamuk merutuki Ruth. Sepertinya ia benar-benar berpikir kalau putranya sudah menikah dengan May.

"Beraninya kau mematikan ponselmu! Kau menyatakan perang denganku?" Kesal Ibunya Ruth lalu pergi ke The Heaven Mall untuk mencari putranya.


Tapi langkahnya terhenti saat Ayahnya May mendadak muncul di hadapannya dan langsung sinis menyindir Ibu Ruth. Tapi Ibu Ruth sama sekali tak terpengaruh sindirannya, malah balas menyindirnya dengan tak kalah ganas. Dia datang mencari putranya.

"Kau bicara seolah putriku menculik putramu."

"Kalau kau berpikir begitu, maka beritahu putrimu untuk memulangkan putraku."

"Sepertinya kau terlalu banyak berprasangka buruk terhadap putriku."

"Aku tidak membenci putrimu, tapi aku membencimu! Aku tidak mau punya hubungan dengan seseorang macam kau. Aku tidak pernah lupa sahabatku mati karena siapa."

Ucapan Ibu Ruth itu kontan membuat Ayah May membisu tak bisa melawannya lagi.


Setibanya kembali di rumah, May menatap foto kenangannya bersama ibunya sambil curhat. Ternyata semua pria itu sama saja. Mereka memandang wanita hanya sebagai mainan.

Mereka suka melakukan apapun semau mereka. Mereka mencinta jika mereka menginginkannya, dan pergi jika mereka ingin pergi. Bahkan Ruth pun begitu.

"Aku merindukanmu, Bu. Aku cuma curhat, tapi aku tidak akan membiarkan pria manapun menghancurkan hidupku. Bahkan sekalipun... terjadi sebuah kesalahan."


Pin membawa Ruth ke dapur restoran ibunya dan menjelaskan kalau tempat ini dulunya milik bos ibunya. Tapi sekarang beliau sudah pindah ke luar negeri dan menyewakan restoran ini ke ibunya dengan harga murah. Dari restoran inilah dia dan ibunya bertahan hidup.

"Tempat ini agak sempat, apa kau bisa tinggal di sini?"

Ruth langsung menggenggam tangan Pin dan meyakinkan kalau dia bisa tinggal di manapun asalkan bersama Pin dan bayi mereka. Dia bahkan tidak akan tinggal di sini gratis, dia akan membantu mereka dengan bekerja di sini.


Setibanya di mall, May disambut sekretarisnya yang langsung penasaran apakah May sudah mendengar kabar dari Ruth?

"Jangan sebut dia lagi. Saruth dan aku sudah berakhir. Pada akhirnya, semua pria di dunia ini sama saja."

"Cuma karena Pak Presdir itu playboy dan menyebabkan ibumu meninggal karena depresi, bukan berarti semua pria sama sepertinya." Oops! Sekretaris keceplosan. "Maaf, Khun May. Tolong jangan pecat aku."

"Kau benar. Fakta bahwa Saruth, pria baik yang kupilih sendiri mencampakkanku di pernikahan kami, bukankah itu membuktikan bahwa teoriku akan pria busuk?"

"Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"

"Aku akan melupakannya, melupakan apa yang terjadi dalam hidupku kemarin dan fokus pada pekerjaanku."

Ngomong-ngomong tentang pekerjaan, Sekretaris memberitahu May bahwa mall saingan mereka yaitu Paradizo Mall sudah buka hari ini. Kabarnya, pemegang saham mall itu bukan cuma Paribur Group, tapi juga ada seorang ahli waris konglomerat dari Amerika.

"Siapa?" Tanya May. (Siapakah dia?)


Seorang reporter berpenampilan culun tapi gayanya gemulai, mewawancarai May dan menanyakan pendapat May tentang pembukaan mall saingannya Paradizo Mall. Dan bukankah target mall baru itu ingin mengambil alih predikat nomor satu sebagai mall terbaik dari The Heaven Mall.

May dengan senyum ramahnya mengaku tak terpengaruh akan hal itu. "Karena The Heaven bukan cuma sebuah mall, kita adalah keluarga."

Bersambung ke part 3

Post a Comment

0 Comments