Sinopsis Bupphae Saniwaat Episode 12 - 1
Phetracha dan Luang Sorasuk membicarakan masalah Khun Ban yang ditugaskan menjadi duta besar.
Walaupun sebenarnya Raja belum mengeluarkan titahnya, tapi Khun Ban sudah tahu kalau si farang itu pasti akan membujuk Raja untuk mengeluarkan titah kerajaan. Bagaimanapun, Khun Ban akan tetap pergi sebagai duta besar untuk Raja Perancis.
"Aku sangat membencinya! Kenapa pejabat lain mengizinkannya?! Bagaimana bisa dia (Phaulkon) memiliki kekuasaan dan otoritas untuk mengabaikan kita?!" Geram Luang Sorasuk.
Dia sungguh tidak mengerti kenapa Phaulkon bisa memiliki kekuasaan dan pengaruh sebesar itu. Dia bahkan bisa keluar-masuk bertemu Raja dengan mudah. Dia hanya perlu membujuk Raja untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan.
"Apapun yang akan terjadi, bukan tergantung pada pembicaranya saja, tapi juga pada pendengarnya juga."
"Raja itu lemah. Dia terlalu mempercayai si abdi farang itu!" Kesal Luang Sorasuk. Phetracha heran melihat kemarahan Luang Sorasuk, ada apa dengannya?
"Ayah, aku anak ayah. Tapi sebenarnya aku adalah anak kandung Raja yang terlahir dari selir tak dikenal, bukan?" (Oh, jadi karena itu dia kesal banget saat mendengar masalah pewaris tahta)
Phetracha sama sekali tidak menyangkalnya. Tapi ia mengingatkan Luang Sorasuk bahwa Luang Sorasuk akan selalu menjadi anaknya dari dulu sampai sekarang dan di masa depan nanti.
"Kau pasti akan mendapatkan apa yang menjadi hak-mu. Kau adalah putra Ork Pra Phetracha, bukan putra Pra Narai. Tapi yang membuatku marah adalah jika dia begitu mengagumi Raja Perancis, lalu kenapa dia tidak pergi sendiri saja?"
Por Date menawari Kade untuk menjadi penerjemah Bahasa Perancis dan Kade menerimanya dengan senang hati. Maka dimulailah tim duta besar Perancis belajar Bahasa Perancis. Pastor Pierre Brigot menjadi pengajar mereka, sementara Kade menjadi penerjemahnya.
Suatu hari, Khun Ying dan para pelayan tengah sibuk melakukan berbagai kegiatannya masing-masing. Kade sendiri sedang sibuk membuat err... semacam rengginang, saat tiba-tiba saja dia melihat sesuatu di kejauhan.
"Itu pohon apa? Apa pohon kapuk?" Tanyanya. Yam membenarkan. Kade mendadak punya ide bagus.
Tak lama kemudian, beberapa pelayan sudah sibuk mengolah kapuk-kapuk itu, sementara Kade dan beberapa pelayan lainnya tengah menjahit kain untuk dibuat jadi bantal modern. Cuma Prik seorang yang sibuk mengawasinya dengan tatapan sinis.
Khun Ying datang tak lama kemudian, Kade langsung tersenyum ramah padanya. Prik sontak memberengut sinis melihat senyuman Kade, tapi saat dia berpaling ke nyonya-nya, dia malah melihat Khun Ying sedang memandangi Kade sambil senyum.
Prik jelas tak senang dan langsung nyinyirin bantal buatan Kade yang super aneh itu. Siapa juga yang bakalan menaruh kepala mereka di bantal semacam itu.
Por Date pulang tak lama kemudian. Tapi kali ini dia bingung karena tak mendapati Kade menyambutnya di dok. Di mana Kade? Salah seorang pelayan melapor kalau Kade sedang menjahit bantal.
Joi tahu betul pikiran tuannya itu. "Biasanya Mae Ying membawakan teh untuk menyambut Tuan setiap hari, tapi hari ini Tuan tidak melihatnya, makanya tuan..."
Tak mempedulikan Joi, Por Date langsung masuk dan mendapati Kade masih sibuk dengan kegiatan barunya sampai lupa menyambut kepulangan calon suaminya sendiri.
"Ehem, aku haus."
Tapi Kade malah nggak peka dan dengan santainya bilang. "Kalau haus yah minum."
Por Date terus berusaha ngasih kode, tapi Kade terus saja ngotot menyuruh Por Date minum kalau haus, masa iya dia mau makan kapuk? Dia benar-benar tidak mempedulikan Por Date dan terus sibuk dengan kapuk-kapuknya.
"Aku mau pergi sekarang."
"Silahkan." Santai Kade
Kecewa, Por Date langsung masuk ruang kerjanya dengan wajah sebal. Joi berusaha menyodorkan seteko teh untuk tuannya itu. Tapi Por Date jadi tambah ngambek dan langsung masuk kamar.
Joi jadi bingung. Untung saja Kade akhirnya datang lalu mengetuk pintu kamar Por Date. Mengira itu Joi, Por Date sontak ngamuk-ngamuk mengomeli Joi yang malang... dan langsung mingkem seketika begitu melihat Kade berdiri di depan pintunya.
Kade dengan santainya menyodorkan teh itu ke Por Date. "Teh, jao ka. Kulihat kau mengeluh haus."
Por Date langsung mengambil teh itu dengan muka jutek lalu cepat-cepat menutup pintu. Padahal di dalam kamar, dia langsung sumringah bahagia.
Bantal pertama buatan Kade akhirnya jadi dan dia langsung menyerahkannya pada Khun Ying yang tampaknya suka dengan bantal baru itu. Tepat saat itu juga, Ayah pulang dan langsung lirik-lirikan penuh cinta dengan sang istri.
Prik mendadak ngedumel keras-keras mengeluhkan bantal itu. Dia masih saja ngotot kalau bantal itu kebesaran dan tidak akan ada yang memakainya.
Tak mau kalah, Kade meyakinkan Khun Ying kalau bantal itu sangat nyaman digunakan untuk tidur. Prik sontak mendengus sinis... dan langsung mendapat hadiah pelototan tajam dari Ayah.
Selesai membuat satu bantal, Kade lanjut menyulam sambil melirik Por Date yang masih jutek. Tapi muka sok juteknya Por Date itu malah terasa lucu di mata Kade.
Bahkan saat mereka hendak makan bersama tak lama kemudian, Por Date masih saja jutek dan mempelototi Kade yang kontan membuat tawa Kade pecah.
"Mae Karakade. Apa yang kau tertawakan? Kau itu akan menikah, tapi masih saja tidak tahu tata krama. Kau selalu memalukan ke mana pun kau pergi." Omel Khun Ying
Kade sontak melakukan Wai dalam-dalam dengan wajah melas dan sukses membuat Por Date tertawa juga.
Malam harinya, semua orang berkumpul sambil melakukan kegiatan masing-masing. Tapi Por Date memperhatikan Kade sedang menatap bulan purnama di langit.
"Bulan di sini sangat besar." Komentar Kade yang kontan membuat semua orang berpaling menatap bulan dengan keheranan.
Tiba-tiba dia punya ide bagus. "Paman, apa Paman ingin mendengarkan sebuah lagu?"
Ayah agak ragu mendengarnya. Ia sudah ngantuk soalnya, takut tidak akan bisa selesai mendengarnya. Tapi Kade bersikeras meminta Ayah untuk mendengarkan nyanyiannya dulu. Dia jamin lagunya akan membuat kantuk Ayah hilang.
Baiklah, Ayah setuju. Maka Kade pun mulai bernyanyi lagu melo modern tentang bulan. Tapi dia baru nyanyi satu baris saja, Ayah langsung buru-buru menghentikannya. Ia memang memuji lagu itu , tapi sebenarnya ia tak mengerti lagu apa itu.
Khun Ying yang terang-terangan nyinyiran lagu gaje itu. Nadanya sih memang beriraman, tapi tidak seperti lagu dari Ayutthaya. Apa itu lagu dari Muang Songkrae?
"Benar, jao ka. Ini lagu dari negaraku."
Khun Ying jadi tambah bingung. "Aku pernah mendengar lagu dari Muang Songkrae sebelumnya, tapi tidak seperti lagu yang kau nyanyikan."
Kade mencoba menjelaskan kalau dia menyanyikan lagu modern, tapi Khun Ying sudah malas mendengarnya lalu masuk kamar. Kecewa, Kade langsung berpaling ke Por Date... tepat saat Por Date lagi nyengir lebar. Ha!
"Lagunya berirama kan, Khun P'?" Goda Kade
Por Date sontak menghapus cengiran lebar di wajahnya sambil mengalihkan tatapannya ke segala arah. Bingung, Joi dengan polosnya memberitahu Kade kalau Por Date lagi sibuk kerja, dia tidak mendengarkan lagunya Kade.
"Eh, Joi! Enyah kau! Pergi!" Desis Por Date kesal.
Begitu Joi pergi, Por Date langsung meninggalkan kerjaannya lalu berdiri di dekat Kade dan berbisik. "Itu lagu pujian tentang bulan. Itu lagu paling merdu yang pernah kudengar."
Tapi bisikannya cukup keras sampai Ayah bisa mendengarnya. Kade jelas senang karena Por Date ternyata mendengarkan lagunya dengan baik. Tentu saja, dia mendengarkan setiap kata.
Kalau begitu, Kade akan menyanyikannya lagi untuk Por Date, jadi Por Date bisa menyanyikannya lain kali untuknya.
"Seharusnya memang aku yang menyanyikannya." Ujar Por Date.
"Kenapa?" Tanya Kade dan Ayah barengan.
"Karena itu lagu tentang pujian terhadap kecantikan wanita."
"Kalau begitu, kau harus latihan menyanyikannya." Ujar Ayah lalu buru-buru mengajak pelayannya meninggalkan kedua muda-mudi itu berduaan.
Kade dan Por Date saling lirik-lirikan malu-malu. Berusaha memecah kecanggungan, mereka tanya secara berbarengan. "Apa kau belum mengantuk?"
Kontan mereka sama-sama geli mendengarnya. Tapi kemudian Kade bicara duluan dan mengaku kalau dia ingin pergi ke kuil. Por Date langsung protes mendengarnya, sekarang ini Kade sudah pernah mengunjungi semua kuil. Dia mau ke kuil mana lagi?
"Kurasa kau pasti sudah mengenal Ayutthaya lebih baik daripada aku sekarang. Kau sangat berisik lebih daripada siapapun yang ada di ibu kota." Ujar Por Date sambil mengulum senyum melihat wajah manyun Kade.
"Sudah tak ada lagi kuil yang bisa dikunjungi lagi." Pungkas Por Date lalu beranjak pergi. Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba dia berhenti untuk bilang. "Apa kau tidak mau pergi ke Lavo saja?"
Wajah manyun Kade berubah sumringah seketika saking bahagianya. "Lavo!"
Bersambung ke part 2
2 Comments
Makasih kak ima sinopsisnya❤️❤️❤️❤️
ReplyDeleteMakasih mba ima semangat trus
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam