Sinopsis Dr. Frost episode 2 - part 1

 Episode 2: Blackout



Di sebuah bar, sekelompok pemain baseball sedang kumpul-kumpul dan minum-minum alkohol bersama. Tapi salah  satu orang diantara mereka, pria bernama Kang Jin Wook, lebih memilih minum air putih walaupun dia tampak iri melihat teman-temannya minum alkohol.

Saat seorang pelayan muda yang cantik datang mengantarkan pesanan mereka, Jin Wook tampak gugup dekat-dekat dengan pelayan cantik itu. Temannya Jin Wook yang memperhatikan reaksi Jin Wook, berusaha menyemangati Jin Wook supaya Jin Wook mau mendekati pelayan cantik itu.

Temannya berusaha membujuk Jin Wook untuk minum segelas bir, tapi Jin Wook menolaknya karena jika dia mabuk maka dia akan kehilangan kesadaran. Saat itu, tiba-tiba Jin Wook mendapat telepon dari seseorang. Dia lalu pergi sebentar untuk menerima telepon itu.

Saat dia mengangkat teleponnya, dia melihat si pelayan cantik sedang menonton TV dengan senyum penuh kekaguman pada apa yang tengah ditontonnya. Jin Wook meminta maaf pada orang yang meneleponnya karena akhir-akhir ini, dia sibuk dengan pekerjaannya sampai lupa dengan janji konselingnya.


Si pelayan cantik ternyata sedang menonton sebuah pertandingan baseball. Namun senyum kekagumannya bukan tertuju pada pertandingan baseball-nya tapi pada seorang pria tua yang terlihat sedang melemparkan bola baseball.


Saat dia kembali ke mejanya, temannya mengajak bersulang lagi. Tapi kali ini, Jin Wook langsung kesal karena temannya itu ternyata sudah mencampur air putihnya dengan soju. Temannya langsung tertawa senang dan terus berusaha menyemangati Jin Wook untuk minum-minum agar dia bisa mencurahkan seluruh perasaannya dan menyatakan cintanya pada si pelayan cantik. Setelah beberapa kali bujukan, Jin Wook akhirnya menyerah dan menuruti keinginan teman-temannya dan minum-minum sampai mabuk.


Keesokan paginya, Jin Wook terbangun di jalanan. Anehnya, dalam perjalanan pulang, para pejalan kaki lainnya meliriknya dengan ketakutan. Jin Wook tidak mengerti kenapa orang-orang memandangnya dengan cara seperti itu. Saat dia melewati sebuah toko, Jin Wook menatap bayangan dirinya di kaca dan langsung gemetar ketakutan karena ternyata bagian depan kaos putihnya dan juga telapak tangannya bernoda darah.


Sementara itu di kampus, Sung Ah sedang membantu Song Sun membawakan beberapa dokumen saat seorang pria muda masuk membawakan beberapa dokumen juga. Pria muda itu adalah ketua Tim Bae. Melihat ketua tim Bae kecapaian, Song Sun langsung mengambilkan sapu tangan untuk pria muda itu sambil tersenyum malu-malu.


Ketua tim Bae juga membawakan buku yang selama ini dicari-cari oleh Song Sun. Song Sun langsung bahagia melihat buku itu, dia bertanya keheranan dari mana ketua tim Bae bisa mendapat buku itu karena buku itu saat ini benar-benar sulit dicari. Ketuan tim Bae dengan senyum malu-malu berkata bahwa dia pergi ke berbagai tempat untuk mencari buku itu dan dia akhirnya menemukan buku itu di toko buku bekas. Lalu setelah itu, ketua tim Bae pamit pergi dengan malu-malu. Sung Ah yang melihat interaksi mereka, langsung menggodai Song Sun.

"Saya dengar proyek kali ini adalah proyek besar. Anda pasti kesulitan profesor Song" Sung Ah cemas

"Asisten Yoon kan ada disini, kenapa aku harus khawatir? Iya kan?"

"Tentu saja, percayalah padaku. Aku akan kembali akhir pekan ini dan membantu anda" janji Sung Ah


Song Sun lalu meminta Sung Ah untuk mengambilkan daftar telepon di laci. Di laci itu, Sung Ah mendapati sebuah foto Song Sun bersama teman-teman sekelasnya dulu, termasuk diantara mereka adalah Frost.

"Ini kan profesor frost, apa anda berdua teman sekelas?" tanya Sung Ah

Song Sun langsung tergagap menjawabnya "Huh? uuh... iya"

Dalam foto itu, Sung Ah melihat rambutnya Frost juga putih. Sung Ah penasaran kenapa rambutnya Frost bisa putih seperti itu? Jangan-jangan waktu kecil Frost salah minum obat. Walaupun dalam foto itu Song Sun tampak akrab dengan Frost, tapi Sung Ah menduga kalau Song Sun pasti tidak akrab dengan Frost.


Di sebuah toilet umum, Jin Wook berusaha mencuci noda darah di tangannya dengan panik. Tapi yang membuatnya bingung adalah noda darah di baju putihnya yang sulit dihapus.


Di kantor konseling, Sung Ah tengah memasukkan beberapa dokumen ke kardus saat dia mendapat telepon dari Dr. Kim yang menelepon untuk meminta bantuan Sung Ah mencari Jin Wook karena Jin Wook sudah membatalkan 3 kali sesi konseling dan sekarang dia tidak bisa menghubungi Jin Wook. Awalnya Sung Ah ragu karena dengan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakannya tapi pada akhirnya dia bersedia membantu Dr. Kim mencari Jin Wook.


Sementara itu di kantornya Sang Won, Sang Won meeting bersama Frost dan Song Sun. Sang Won berusaha menyarankan Song Sun untuk mengerjakan proyek besar ini bersama Frost tapi Song Sun menolak sarannya dengan tegas dan menyatakan bahwa dia bisa mengerjakan proyek besar ini sendirian.

"Aku tahu kau bisa, tapi kalau profesor Baek bergabung denganmu pasti akan jauh lebih baik. Bagaimana menurutmu profesor Baek?"

Frost berkata bahwa dia bersedia mengerjakan proyek ini selama topik penelitiannya menarik. Sang Won langsung senang mendengar jawaban Frost tapi Song Sun tampak tak senang.


Ditengah-tengah meeting, tiba-tiba detektif Nam datang untuk menemui Frost. Tapi saat dia melihat Song Sun, detektif Nam langsung bengong melihat Song Sun tampak bercahaya.


"Kenapa pak detektif kemari?" tanya Sang Won menyadarkan detektif Nam dari lamunannya

Detektif Nam akhirnya sadar dan memberitahu Sang Won bahwa dia datang untuk menjemput Frost karena hari ini ada sebuah kasus. Frost pun langsung bangkit sambil memberitahu Sang Won bahwa hari ini dia harus pergi karena ada penelitian lapangan.

Dalam perjalanan keluar, detektif Nam berusaha mengorek informasi dari Frost tentang Song Sun. Siapa wanita itu? Apa dia seorang profesor? Siapa namanya? Umurnya? Apa Frost mengenalnya dengan baik? Apa dia sudah menikah? Sayangnya Frost tidak mau menjawabnya karena dia lebih tertarik membicarakan kasus baru yang terjadi hari ini.


Sang Won dan Song Sun duduk bersama di bangku taman melihat para mahasiswa sedang asyik bercengkerama penuh canda tawa dengan teman-temannya.

"Sekali saja, aku berharap bisa kembali ke saat-saat seperti itu" desah Sang Won sambil menatap para mahasiswa

"Tidak ada seorangpun yang bisa kembali ke masa lalu, prof" jawab Song Sun

Song Sun mengeluhkan tindakan Sang Won yang mempekerjakan Frost di kampus mereka dan juga menyuruh Frost untuk bekerja sama dengannya karena semua hal itu membuatnya tidak nyaman. Sang Won mengerti tapi dia tetap meminta Song Sun untuk bekerja sama dengan Frost dengan semua emosinya itu.

"Biarpun emosimu mengalir dengan sewajarnya. Jika kau merasa tidak nyaman maka lakukanlah dengan rasa tidak nyaman itu. Jika kau merasa sulit maka lakukanlah dengan cara sulit itu. Bukankah emosi itu seperti air yang mengalir di sungai? Kalau kau menghalanginya maka air (emosi) itu akan meluap. Kau harus membiarkannya mengalir supaya air itu mengalir ke lautan yang luas. Aku menyukai kalian berdua. Aku lebih suka melihat kalian bersama-sama " ujar Sang Won


Pelayan cantik yang kemarin, hari ini ditemukan dalam keadaan sudah tak bernyawa di sebuah jalan dan di dekat mayatnya ditemukan sebuah seragam baseball bernomor 99. Dari KTP-nya, detektif Nam mendapatkan informasi bahwa mayat wanita itu bernama Oh Ji Min yang berusia 21 tahun. Dari keadaan mayatnya, detektif Nam menduga bahwa pembunuhan ini sepertinya bukan dikarenakan perampokan atau pelecehan seksual.

"Bagaimana dengan perkiraan waktu kematiannya?" tanya detektif Nam


Salah seorang polisi muda memberitahu detektif bahwa dari keadaan rigor mortis (kekakuan mayat), kemungkinan mayat mati sekitar jam 2 dini hari. Detektif Nam memperhatikan adanya luka berdarah di bagian kepala dan ada pula bekas darah berbentuk telapak tangan di tembok jalan. Dari bekas darah di tembok, detektif Nam memperkirakan bahwa pada malam terjadinya pembunuhan, kemungkinan korban sempat berjuang menyeret dirinya berjalan dengan berpegangan di tembok itu dengan tangannya yang bersimbah darah. Detektif Nam mulai melacak jejak-jejak darah sampai akhirnya dia melihat jejak darah itu berakhir didepan kakinya Frost.

Frost ternyata sedang memperhatikan bekas darah di sebuah tembok. Diduga di tempat itu pertama kalinya kejahatan pembunuhan ini terjadi dan darah korban terciprat sampai ke tembok itu.

"Baju yang menutupi wajah korban, bukankah itu seragam baseball?" tanya Frost

"Iya dan seragam itu jelas bukan baju korban. Apa munurtmu tidak aneh?" jawab detektif Nam


Seorang pria tiba-tiba datang dan langsung menyatakan dugaannya. Pria itu dengan sok pintar, menduga ada 2 kemungkinan si pelaku meletakkan seragam baseball-nya di tubuh korban. Kemungkinan yang pertama, si pelaku sengaja meletakkan seragamnya di tubuh korban untuk pamer pada dunia bahwa dialah yang membunuhnya. Kemungkinan yang kedua adalah mungkin si pelaku melakukannya sebagai ritual.

Pria itu hendak menjelaskan lebih detil maksudnya tapi Frost tiba-tiba melangkah pergi untuk meneliti keadaan mayat korban. Sementara Frost sibuk meneliti korban, pria itu mengoceh panjang lebar tentang dugaannya dibalik makna angka 99 di seragam baseball itu. Pria itu yakin bahwa angka 99 di seragam itu adalah sebuah simbol tertentu karena dulu pada tahun 1979 di Amerika ada seorang pembunuh berantai bernama James Campbell yang selalu menulis angka 9 di tubuh para korban yang dibunuhnya.


"Ini adalah pembunuhan sederhana, yang lainnya hanyalah metafora agama. Kenapa angka 99? Nomor yang mendekati angka sempurna..." seru pria itu menggebu-gebu

"Apa maksud anda?" sela detektif Nam "Tolong dipersingkat saja"

Pria itu menduga bahwa motif pembunuhan ini adalah pembunuhan pengkultusan, si pembunuh ini adalah pembunuh baru yang meniru James Campbell dan pembunuhan ini dilakukan untuk melengkapi angka 100. Polisi yang lain kagum dengan teori pria itu tapi detektif Nam sama sekali tidak terkesan.



"Bagaimana menurutmu?" detektif Nam meminta pendapat Frost tentang teori si psikolog

Frost memperhatikan di tubuh korban tidak ada tanda-tanda luka pertahanan diri. di bagian kepala yang terluka, ada bekas debu-debu beton. Di tangan korban ada bekas cat minyak yang menunjukkan bahwa korban adalah mahasiswi seni. 

"Entahlah, aku tidak tahu" jawab Frost

Pria itu ternyata tahu kalau Frost adalah profesor psikologi di universitas Yonggang. Dia mengulurkan tangan ke Frost dan memperkenalkan dirinya, tapi Frost cuma melirik tangannya sebentar lalu pergi begitu saja.


Karena tidak punya baju ganti, Jin Wook akhirnya tetap memakai baju putih bernoda darahnya dan pulang dengan naik taksi. Pak supir melihat noda darah di bajunya dan saat dia melihat Jin Wook yang tampak stres, dia berusaha menanyakan keadaan Jin Wook. Tapi Jin Wook tidak menjawab karena terlalu sibuk mengingat kejadian semalam.

Dia ingat semalam dia dipaksa minum-minum oleh teman-temannya. Dia juga ingat kemarin malam dia pernah bicara dengan Ji Min tapi malam itu Ji Min dengan kejamnya mengatai Jin Wook "Kau bukan manusia! Kau sangat mengerikan "

Saat mereka berhenti di lampu merah, pak supir menyalahkan radio. Mereka mendengar berita tentang penemuan mayat wanita yang dibunuh dengan cara yang kejam dan pembunuhnya diperkirakan adalah seorang pria muda sekitar umur 20 tahuan dan tinggi 175, di TKP ditemukan seragam baseball dengan nomor punggung 99 dan berdasarkan rekaman kamera CCTV di sekitar TKP, terlihat si tersangka memakai baju putih bernoda darah dan sepatu warna biru.

Pak supir langsung menyadari bahwa ciri-ciri si pelaku sama dengan Jin Wook tapi dia diam saja. Diam-diam dia hendak mengambil ponselnya saat mobil-mobil dibelakangnya tiba-tiba ribut mengklaksonnya. Saat itu Jin Wook menyadari apa yang ingin dilakukan pak supir, dengan panik Jin Wook langsung keluar melarikan diri dari taksi.


Frost dan detektif Nam pergi mendatangi ibu korban. Dari foto-foto keluarga di rumah korban, Frost melihat semua foto-foto itu hanya terdiri dari foto Ji Min bersama dengan ibunya saja. Frost lalu minta izin sang ibu untuk masuk kedalam rumah Ji Min.

Didalam kamar Ji Min, Frost mendapati beberapa lukisan hasil karya Ji Min dan juga gambar-gambar ibu dan anak tersenyum bahagia yang digambar Ji Min waktu kecil. Walaupun apartemen Ji Min adalah apartemen sederhana tapi Frost menemukan beberapa tas-tas mewah di lemari. 

Frost juga menemukan sebuah kotak hadiah berisi pulpen mahal yang entah diperuntukkan untuk siapa. Hadiah itu juga disertai sebuah kartu pesan yang bertuliskan: Aku membeli ini agar kau bisa selalu merasa bahwa kita selalu bersama. Dengan penuh cinta, Ji Min.


"Apakah Ji Min hanya bekerja di bar?" tanya Frost pada ibunya Ji Min

"Sejauh yang kutahu, iya" jawab ibunya Ji Min

"Kalau begitu, mungkinkah ada seseorang terdekat yang memberinya hadiah-hadiah mahal sebagai hadiah? Di lemari ada beberapa baju dan tas mahal yang pasti sangat sulit dibeli oleh orang yang hanya bekerja paruh waktu" ujar Frost dengan nada hina

Frost hendak membuka laci paling bawah tapi ibunya Ji Min dengan penuh kesedihan dan amarah langsung melarang Frost membukanya, dia tersinggung mendengar hinaan Frost atas putrinya. Frost dengan dinginnya berkata bahwa dia tidak menghina tapi hanya mengutarakan apa yang dia lihat. Detektif Nam mendapat telepon yang memberitahunya bahwa barusan ada seseorang yang melapor melihat si tersangka.


Jin Wook akhirnya sampai ke apartemennya. Dia ditelepon temannya yang memberitahunya bahwa pelayan yang kemarin hari ini ditemukan mati dan di TKP ditemukan seragam baseball yang mirip seragam baseballnya mereka. Mendengar itu, Jin Wook langsung lemas seketika.


Tak lama kemudian, setelah ganti baju, Jin Wook berniat pergi dengan mobilnya saat seorang pria asing tiba-tiba muncul dari kursi belakang dan mengancamnya dengan pisau. Pria itu memaksa Jin Wook untuk menyerahkan ponselnya dan jalan. Dalam perjalanan, pria itu menunjukkan foto Ji Min dan bertanya apakah Jin Wook mengenal gadis dalam foto itu.

Jin Wook kaget melihat foto itu "Aku tidak tahu apa-apa, aku tidak membunuhnya"

"Dasar bajing**. Kau bukan kau yang membunuhnya?" pria asing itu tidak percaya


Saat mereka berhenti di lampu merah, Jin Wook dengan suara gemetaran terus berusaha meyakinkan pria asing itu bahwa dia tidak membunuh wanita itu. Tapi semakin Jin Wook berusaha meyakinkannya, pria asing itu jadi semakin marah dan langsung menempelkan pisaunya di leher Jin Wook.

Dalam perjalanan mencari Jin Wook, Sung Ah berusaha menelepon tapi tidak diangkat-angkat. Saat dia belok di lampu merah, dia melihat Jin Wook dalam mobilnya sedang diancam dengan pisau oleh seorang pria yang terlihat sangar.


Saat pisaunya masih menempel di lehernya Jin Wook, pria itu tiba-tiba dikagetkan oleh keberadaan polisi lalu lintas di depan lampu merah yang melihatnya. Polisi yang curiga itu perlahan mulai mendekati mobilnya Jin Wook tapi sayang tiba-tiba dihentikan oleh seorang pejalan kaki yang menanyakan letak sebuah gedung.


Untungnya saat Jin Wook terselamatkan berkat Sung Ah yang dengan penuh keberanian menabrakkan mobilnya ke mobilnya Jin Wook. Kejadian tabrakan itu sukses menarik perhatian banyak pejalan kaki dan si polisi lalu lintas dan si pria asing itu langsung melarikan diri.

Setelah itu, Jin Wook menceritakan kejadian pembunuhan ini pada Sung Ah tapi dia tidak bisa mengingat apapun. Sung Ah menyarankan agar Jin Wook menyerahkan diri saja tapi Jin Wook tidak mau karena dia yakin kalau polisi tidak akan percaya kalau dia bukan pembunuhnya karena dia sama sekali tidak bisa mengingat kejadian semalam. Sung Ah akhirnya menyarankan Jin Wook meminta bantuan orang lain yang bisa membantunya mengembalikan ingatannya yang hilang.


Frost sedang melihat-lihat foto-foto korban di kantor konseling sementara detektif Nam sedang mendesah kesal setelah membaca berita di koran yang memberitakan teori pria sok pintar di TKP kemarin yang menyatakan dugaannya tentang munculnya pembunuh berantai baru. Si polisi muda melapor pada detektif Nam bahwa di dalam mulut korban ada sebuah USB yang hancur.

"USB? Benda yang dibuat untuk nyimpan-nyimpan itu yah?" detektif Nam tidak mengerti USB

"Iya, sekarang USB itu sedang berusaha dipulihkan dan mungkin akan butuh waktu beberapa hari" jawab si polisi muda

Detektif Nam memerintahkan si detektif muda untuk mulai mencari pria muda yang dilaporkan terlibat pertengkaran mulut dengan Oh Ji Min pada malam pembunuhan waktu itu. Detektif Nam memerintahkan si polisi muda untuk tidak terlalu membuang-buang waktu dan segera menangkap si pelaku karena pria sok pintar itu saat ini terus-menerus mengoceh ke media, jadi kalau mereka tidak segera menangkap pelakunya bisa-bisa mereka sebagai polisi akan tampak seperti sekumpulan orang tolol.

"Bagaimana dengan sketsa wajah si pelaku?" tanya detektif Nam

"Kudengar sudah hampir selesai" jawab si polisi muda


Sung Ah membawa Jin Wook untuk konseling dengan Frost. Frost memperhatikan Jin Wook tampak gemetar hebat penuh rasa takut dan panik. Frost akhirnya menyimpulkan bahwa Jin Wook mengalami Blackout yaitu hilangnya ingatan sementara yang diakibatkan karena terlalu banyak mengkonsumsi minuman beralkohol, banyaknya jumlah alkohol yang diserap oleh otak membuat otak jadi tidak mampu menyimpan ingatan.

"Lalu bagaimana dengan hipnosis? Asisten Yoon bilang kau bisa mengembalikan ingatan melalui hipnosis..."

"Memori yang hilang akibat blackout tidak bisa disembuhkan bahkan dengan hipnosis sekalipun. Karena otakmu tidak menyimpan memori apapun" ujar Frost


Jin Wook langsung lemas mendengarnya. Saat dia melihat foto-foto korban di meja kerjanya Frost, Jin Wook langsung memalingkan wajahnya dengan panik. Melihat itu, Frost langsung mengambil salah satu foto yang menampilkan wajah korban dihadapan Jin Wook sembari berkata bahwa blackout terkadang adalah sebuah kebiasaan yang bisa dihentikan jika orang tersebut mau berhenti minum-minum. Untuk mengetahui kenapa orang tersebut tidak mau berhenti minum-minum, maka mereka harus mencari tahu apa permasalahannya melalui prosedur pendekatan kognitif.

Saat Jin Wook melihat foto mayat Ji Min, Frost mulai memperhatikan segala gerakan dan bahasa tubuh Jin Wook. Dia memperhatikan kaki Jin Wook bergerak-gerak tidak tenang. Dan saat Jin Wook melihat Frost, Jin Wook langsung cepat-cepat memalingkan wajahnya.


 "Apa hal terakhir yang kau ingat?" tanya Frost

"Apa?"

"Saat kau mulai berhenti mengingat. Apa kau ingat jam berapa waktu itu?"

"Aku tidak tahu. Aku tidak ingat apa-apa" jawab Jin Wook gugup

"Tersangka utama dari pembunuhan Ji Min semalam" Frost dengan tatapan tajam menuduh Jin Wook sebagai tersangka utama "Entah apakah kau yang membunuhnya atau tidak, kau berada dalam situasi dimana kau tidak bisa mengkonfirmasi hal itu"

Sung Ah berusaha membela Jin Wook karena dia yakin bahwa Jin Wook bukan pelakunya. Tapi Frost berkata bahwa Jin Wook mungkin adalah pembunuhnya.


Tepat saat itu, detektif Nam datang dan saat dia melihat wajah Jin Wook dia langsung mengeluarkan ponselnya, dimana di ponsel itu dia mendapat pesan gambar sketsa wajah tersangka dan sketsa wajah itu sangat mirip dengan Jin Wook. 

"Wah, sketsa jaman sekarang benar-benar hebat. Pria yang ini bisa terlihat sama persis dengan pria yang itu" ujar detektif Nam sambil tersenyum senang mendapati tersangkanya sudah ada didepan matanya.

Tapi seketika itu pula, Jin Wook melarikan diri secepat kilat. Detektif Nam hendak mengejarnya tapi Sung Ah langsung menarik detektif Nam sampai terjatuh sambil berusaha meyakinkan detektif Nam bahwa Jin Wook tidak bersalah, malam itu dia hanya minum-minum dan tidak bisa mengingat apapun, Jin Wook bahkan mengatakan padanya bahwa dia sendiri bingung kenapa bajunya bisa berada di TKP.

"Minggir" teriak detektif Nam

Tapi Sung Ah terus berusaha menghalanginya. Sung Ah berusaha minta bantuan Frost tapi Frost dengan dinginnya berkata bahwa jika Jin Wook tidak bersalah maka dia pasti akan dibebaskan.


Saat Jin Wook melarikan diri keluar kampus, ada seseorang yang mengawasinya dari sebuah mobil. Pria misterius dalam mobil itu diberitahu oleh supirnya bahwa dari hasil investigasi, Jin Wook adalah tersangkanya. Si pria misterius lalu memerintahkan si supir untuk segera menangkap Jin Wook sebelum keduluan polisi.


Di kantor konseling, Sung Ah berusaha menelepon Jin Wook sambil menatap tajam Frost. Dia tidak percaya dengan tindakan Frost, bagaimana bisa dia melakukan itu pada klien yang datang padanya untuk minta bantuan. Tapi Frost dengan tenangnya berkata bahwa Jin Wook mungkin adalah pembunuhnya.


Karena tidak bisa meminta bantuan Frost, Sung Ah akhirnya berinisiatif untuk mencari Jin Wook sendirian. Dia berusaha mencari ke apartemennya Jin Wook tapi setelah beberapa kali mencoba menggedor pintu rumahnya, tetap saja tidak ada jawaban. Sung Ah lalu pergi mencari Jin Wook di kantornya tapi bosnya Jin Wook membeirtahunya bahwa Jin Wook hari ini tidak datang.


Malam harinya, di bar Mirror, bar tempat Frost bekerja sebagai bartender. 2 bartender temannya Frost dan beberapa pengunjung lainnya sedang bengong menatap seorang wanita mabuk yang dengan marah memaki dan mengatai Frost sebagai sampah. Wanita mabuk itu ternyata Sung Ah yang mabuk-mabukan karena stres tidak bisa menemukan keberadaan Jin Wook dimanapun.

"Ah, dasar psycho berambut putih" maki Sung Ah "Tuangkan aku minuman lagi"

Frost pun langsung menurutinya dan menuangkan segelas alkohol untuk Sung Ah.

"Prof, bagaimana bisa kau memberinya alkohol lagi hanya karena dia memintanya" protes bartender pertama

"Tidak. Kalau pelanggan meminta tambah minum lagi maka kita harus memberikan apa yang dia minta kalau tidak dia bisa menggila" ujar bartender kedua


Mendengar si bartender muda memanggil Frost sebagai profesor, Sung Ah semakin getol mengolok-olok Frost. Sambil menunjuk dadanya Frost, Sung Ah bertanya-tanya jika dia memotong dada itu, apakah dada itu akan berdarah. Sung Ah yakin kalau dia memotong dadanya Frost yang keluar pasti bukan darah tapi es.

"Bagaimana bisa seseorang begitu egois? Kalau begitu hiduplah seorang diri. Kenapa juga kau mengkonseling? Kenapa kau mengkonseling, aaaah..." saking kesalnya Sung Ah sampai terjatuh dari kursinya.


Frost akhirnya terpaksa menggendong Sung Ah keluar bar sementara Sung Ah masih menggerutu kesal "Apa kau bisa disebut konselor setelah kau melakukan hal itu? Huh? Katakan! Lepaskan aku!"

Frost langsung menurut, tapi bukannya menurunkan Sung Ah dengan baik-baik, Frost malah langsung melepaskan genggamannya sampai Sung Ah terjatuh.


Saat sudah bisa bangkit lagi, Sung Ah langsung menggenggam wajah Frost "Lihat apa kau? Kau bisa memotong orang dengan matamu itu"

Dari cara Sung Ah menyentuh wajahnya, Frost menyimpulkan bahwa Sung Ah adalah tipe orang yang merasa dirinya lebih hebat dari orang lain.

Tapi tiba-tiba Sung Ah menyodok dahinya sambil berkata "Bahkan sekalipun kau seksi..."

"Aku seksi?" pikir Frost. Frost akhirnya mengubah kesimpulannya "Dia pasti mabuk"


"Aku membiarkanmu hanya karena wajahmu, tapi... jangan hidup seperti itu. Profesor, apa kau itu manusia? Kau itu cuma robot. Kau tidak boleh hidup seperti itu"

"Gara-gara alkohol, aktifitas bagian cuping depan menurun secara signifikan. Dia adalah contoh orang klinis" pikir Frost

Sung Ah tiba-tiba terdiam. Frost jadi bertanya-tanya apakah Sung Ah sudah selesai. Tapi Sung Ah tiba-tiba membenturkan kepalanya ke dadanya Frost untuk mendengarkan detak jantung Frost dan seketika itu pula musik romantis mulai mengalun... hehe


"Ternyata berdetak" ujar Sung Ah takjub "Berdetak dengan baik"

Frost terlihat tidak nyaman dengan kedekatan mereka. Dengan cepat dia mendorong kepala Sung Ah menjauh darinya. Dia hendak melangkah pergi saat Sung Ah tiba-tiba berteriak kesal "Hei, psycho berambut putih!"


Keesokan paginya, Sung Ah tertidur di sofa kantor. Saat tengah menggeliat, dia malah terjatuh dari sofa. Setelah cukup sadar, Sung Ah langsung teringat tentang Jin Wook. Dia hendak pergi saat tak sengaja dia melihat bayangannya di cermin. Dari cermin itu, dia melihat ada sebuah pesan tertempel di dahinya. Pesan itu dari Frost yang isinya melarang Sung Ah minum-minum karena saat ini mereka sedang meneliti kasus pembunuhan Oh Ji Min.


Sementara itu, Jin Wook sedang bersembunyi dari polisi yang berjaga saat dia mulai teringat kejadian kemarin malam. Kemarin malam, Jin Wook menemukan Ji Min terduduk lemah di sebuah jalan dan meminta bantuan Jin Wook. Dia hendak membantu Ji Min berdiri saat dia terkejut melihat darah mengalir dari kepala Ji Min.


Seorang polisi lain datang dan saat dia melihat Jin Wook yang tampak mencurigakan, polisi itu langsung mendekati tempat persembunyiannya. Jin Wook langsung panik berusaha mencari cara agar tidak ketahuan si polisi namun tepat saat itu ada orang lain yang tiba-tiba menariknya menjauh sebelum polisi sempat melihatnya. Orang yang menariknya itu ternyata Frost.


Beberapa saat kemudian, Jin Wook membawa Frost ke sebuah jalan tempat dia mulai kehilangan ingatannya malam itu. Jin Wook penasaran, apaka Frost masih menganggapnya sebagai kriminal.

"Apakah kau penjahat atau tidak, aku tidak peduli"

"Lalu kenapa anda tertarik dengan kasus ini?"

"Apa kau benar-benar tidak mengingat apapun?"

Jin Wook lalu membawa Frost ke apartemennya. Di rumah itu, Frost melihat kamar Jin Wook tidak dipasangi pintu. Di kamarnya Jin Wook, Frost melihat Jin Wook masih menyimpan buku diary masa kecilnya dan sebuah foto yang terpotong sebagian. Foto yang terpotong sebagian itu menunjukkan Jin Wook kecil sedang memegang sebuah boneka sementara tangannya yang satunya terulur memegang rok seseorang. Lalu secara diam-diam, Frost mencuri foto Jin Wook yang berpose bersama tim baseballnya. Dan dari salah satu koleksi baju Jin Wook, Frost menemukan sebuah baju wanita.


Karena mereka sudah terlalu lama, Jin Wook cemas kalau-kalau polisi datang mencarinya. Tapi Frost sama sekali tidak mencemaskan hal itu karena dia yakin polisi tidak akan mencari lagi di rumahnya ini.

"Tinggallah disini sampai aku menyuruhmu pergi" perintah Frost


Frost lalu mendatangi bar tempat Ji Min bekerja untuk menginterogasi salah satu pelayan. Frost menunjukkan foto Jin Wook yang dicurinya dan bertanya pada pelayan itu, apakah dia mengenal pria dalam foto itu.

"Dia pelanggan tetap kami" jawab si pelayan

Si pelayan itu berkata bahwa Jin Wook selalu datang hanya pada saat Ji Min bekerja saja dan kemarin pria itu datang dengan beberapa temannya.


Pada saat yang bersamaan, detektif Nam sedang menginterogasi teman tim baseballnya Jin Wook. Temannya Jin Wook itu dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa Jin Wook bukanlah orang yang bisa membunuh orang lain. Lagipula malam itu ada lebih dari 10 orang yang mengenakan seragam baseball yang sama.

"Tapi diantara semua orang itu, hanya Kang Jin Wook yang mendekati Oh Ji Min" kata detektif Nam

Temannya itu berkata bahwa Jin Wook adalah orang yang pemalu karena itulah walaupun dia sering datang ke bar tapi Jin Wook tidak pernah bicara dengan Ji Min.

"Anehnya Jin Wook itu sangat lemah pada wanita. Karena itulah aku memaksanya minum-minum agar dia punya keberanian untuk menanyakan nomor telepon wanita itu" ujar temannya Jin Wook

"Tapi setelah itu ada sesuatu yang terjadi"

Temannya ingat, malam itu Jin Wook melihat Ji Min bicara dengan seorang pria dan Jin Wook jadi marah melihat hal itu.


Flashback.
Jin Wook yang saat itu sudah mabuk, mendesis kesal saat dia melihat Ji Min sedang bicara dengan seorang pria. 


Dia lalu menghampiri Ji Min dan mencoba mengajak Ji Min kencan dengannya. Tapi Ji Min mengacuhkannya dan kembali melanjutkan percakapannya di telepon.

"Kau bukan manusia. Kau sangat mengerikan" caci Ji Min

Kata-kata kasar itu Ji Min tujukan pada peneleponnya tapi Jin Wook tampak sangat marah mendengar kata-kata kasar itu.


Kembali ke masa kini.
Dari cerita temannya Jin Wook, detektif Nam menyimpulkan bahwa gara-gara mendengar kata-kata kasar Ji Min, Jin Wook langsung minum-minum lebih banyak lagi. Dan semakin banyak alkohol yang Jin Wook konsumsi, Jin Wook semakin merasa buruk.

"Dan setelah itu kau tidak melihat Kang Jin Wook?" tanya detektif Nam

Temannya Jin Wook membenarkan, saat mereka hendak pulang bersama-sama malam itu, hanya Jin Wook yang menghilang sendirian.

Di bar, pelayan yang sedang diinterogasi Frost malam itu menyaksikan sendiri perubahan ekspresi Jin Wook yang sangat berbeda dari biasanya setelah dia mendengar Ji Min mengucapkan kata-kata kasar itu.

"Saya ragu apakah saya harus memberitahu anda. Tapi... ada sebuah rumor jelek tentang Ji Min"

"Rumor jelek? Rumor apa?" tanya Frost



Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments