Seorang wanita muda diserang di sebuah rumah dengan brutal, entah oleh siapa, entah apa motif dan tujuan penyerangan itu. Si penjahat melepaskan tembakan dan mengenai kaki si wanita.
Wanita itu berusaha keras melawan penyerangnya, namun apalah dayanya melawan seseorang yang lebih kuat darinya. Beberapa kali kepalanya dibenturkan hingga dia lemah tak berdaya. Namun dia masih hidup saat penjahat itu menggotongnya ke jembatan lalu melempar tubuhnya ke sungai di bawah.
Tak berapa lama kemudian, dua orang warga sekitar yang kebetulan berada di daerah sungai itu, menemukan tubuhnya mengambang. Untungnya, wanita itu masih hidup namun kondisinya sekarat, wanita itu pun segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Kita kemudian melihat seorang pria muda bernama Tian yang berkendara sembari menangis begitu sedih. Dia begitu dipenuhi emosi hingga dia hampir saja menabrak seorang pesepeda. Hmm, apakah dia pacar atau suami si wanita?
Entah dia siapanya si wanita, tapi kemudian kita melihat Tian-lah yang menjaga si wanita selama dia dirawat di rumah sakit. Luka-luka di tubuh wanita itu perlahan-lahan sembuh seiring berjalannya waktu, namun dia masih koma.
Namun setelah lebih dari satu bulan lamanya wanita itu koma, akhirnya wanita itu pun siuman. Tian tampak lega. Namun anehnya, setelah itu sikapnya, entah kenapa, tiba-tiba berubah total menjadi lebih dingin pada si wanita.
Keesokan harinya, wanita itu mendengar ribut-ribut di luar kamarnya. Penasaran, dia pun keluar untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata ada seorang pria yang sedang ngamuk-ngamuk karena istrinya meninggal dunia, lalu saat melihat si wanita, pria itu mendadak mau menyerang si wanita sambil menuduh si wanita sebagai penyebab istrinya meninggal dunia.
Untungnya Tian datang saat itu dan menyelamatkan si wanita. Pria itu pun segera diamankan para petugas keamanan. Wanita itu berterima kasih dengan sopan pada Tian (Err... anehnya, cara berterima kasihnya terkesan seperti berterima kasih pada orang asing yang tak dikenal), tapi Tian malah cuma menatapnya dengan dingin... sebelum kemudian dia mulai mengomeli si wanita karena ikut campur dalam kejadian tadi.
Tidak terima, wanita itu langsung membela diri, namun sedetik kemudian dia langsung terdiam karena seketika itu pula dia baru menyadari ada yang aneh dengan dirinya yang baru disadarinya sekarang. Dia tidak ingat namanya sendiri. (Ah! Pantesan cara dia bicara pada Tian seperti bicara pada orang asing, dia tidak ingat siapa Tian)
Dokter langsung memeriksanya, dan mendiagnosa bahwa dia mengalami amnesia sementara yang disebabkan karena gegar otak dan trauma mental. Wanita itu ingin tanya-tanya lebih lanjut, tapi Tian dengan ketusnya menyela dan menegaskan agar mereka membahas masalah ini pelan-pelan saja.
Wanita itu jadi penasaran tentang Tian, apakah mereka saling mengenal? Tapi Tian malah cuma diam sambil menatapnya dengan tajam. Hmm, sepertinya Tian benci sama wanita itu, tapi kenapa?
Setelah Tian pergi, wanita itu berusaha menyemangati dirinya sendiri untuk mengingat tentang dirinya. Dia harus ingat agar dia tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya hingga dia berakhir jadi seperti ini.
Dia terus memaksa dirinya sendiri untuk berpikir. Tapi akhirnya malah membuat kepalanya jadi sakit. Maka kemudian dia memutuskan keluar kamar dan melihat namanya di papan pintu: (Nyonya) Getusa Phuaran. (Kita panggil dia Usa)
Hah? Sebentar... Nyonya? Apa itu artinya dia sudah menikah? Siapa suaminya? Tian kah suaminya? Tapi kenapa sikap Tian seperti itu padanya?
Malam itu, Usa terbangun tengah malam dalam keadaan kakinya sangat kesakitan. Dia mencoba beranjak bangkit, dan langsung shock melihat darah segar mengucur deras dari kakinya yang tertembak.
Usa sontak menjerit ketakutan... lalu terbangun dari mimpi buruk itu dengan napas terengah-engah. Fiuh! Untungnya cuma mimpi. Tapi tak pelak itu membuat Usa begitu ketakutan hingga dia langsung memeluk Tian.
Dia benar-benar mengira kalau Tian adalah suaminya. Tapi yang tak disangkanya, Tian mengaku bahwa dia bukan suaminya Usa, melainkan adik iparnya. Loh? Terus suaminya Usa di mana? Dan kenapa hanya Tian seorang yang menjaganya setiap hari?
Hmm, jelas ada yang disembunyikan oleh Tian. Dia menolak menjawab sekarang, dan menegaskan agar Usa fokus saja pada penyembuhannya dulu. Usa jelas heran dan curiga dengan sikapnya ini, tapi Tian mengklaim bahwa dia tidak menyembunyikan apa pun.
"Semua kejadian, hanya kau satu-satunya yang tahu. Aku juga ingin mendapatkan jawaban darimu." Ujar Tian ambigu.
Beberapa waktu kemudian, Usa akhirnya sudah boleh pulang. Tian membawanya pulang ke sebuah rumah mewah yang di dalamnya dipenuhi foto-foto pernikahan Usa dan Tiewtawat, suaminya sekaligus kakaknya Tian.
Tapi Usa benar-benar tidak ingat dan merasa asing dengan segalanya. Dia bahkan penasaran apakah dia dan suaminya itu saling mencintai?
Tian berkata bahwa kakaknya sangat amat mencintai Usa, " Tapi kau... aku tidak tahu."
Hah? Sindiran kah itu? Usa jelas sebal mendengarnya. "Aku tanya baik-baik!"
"Aku menjawab berdasarkan apa yang kuketahui."
"Tidak bisakah kau bekerja sama sedikit? Dokter Chan menyuruhku untuk mencoba berada di tempat yang kukenal atau mendengarkan cerita lama. Siapa tahu itu bisa memicu ingatanku kembali lebih cepat."
"Makanya aku membawamu ke rumah pengantinmu. Kalian menikah kurang dari setahun dan hanya kalian berdua yang tinggal di sini. Apa yang kuketahui, kuketahui dari pembantu yang datang setiap hari kemari untuk bersih-bersih dan mengantarkan makanan karena kau tidak memasak."
"Kau serius?"
"Apa lagi yang kau inginkan?!"
Usa kesal. "Jika bukan karena aku tidak ingin bersikap kasar, aku ingin sekali berteriak di depan wajahmu!"
"Ini rumahmu. Silahkan lakukan apa pun yang kau inginkan."
"Kalau begitu biarkan aku bertanya satu hal padamu. Di mana suamiku?"
Tian malah lagi-lagi langsung membisu. Usa jadi semakin yakin kalau Tian memang sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Malah sebenarnya Tian selalu menghindari segala pertanyaan yang paling dia inginkan jawabannya. Sekarang Tian malah tidak membawanya menemui suaminya. Apa Tian begitu tidak menyukainya? Karena apa?
"Biasanya Tian tidak tinggal di Ban Rai." Jawab seorang pria lain yang tiba-tiba masuk. Dari kartu identitas yang dibawanya, pria itu seorang polisi. "Dia mengelola pabrik gula di Suphanburi. Karena itulah, wajar jika dia tidak banyak tahu."
Pak polisi menjelaskan bahwa kota yang mereka tinggali ini termasuk kota kecil yang tenang. Penduduknya tidak banyak, makanya para penduduk di sini biasanya saling mengenal satu sama lain dan berteman dengan baik.
Apa itu artinya, pak polisi dan Usa juga berteman? Hmm, tapi dari reaksi pak polisi sepertinya mereka hanya saling mengenal, namun bukan teman. Tapi tujuan kedatangan pak polisi datang kemari bukan sebagai kenalan atau teman, melainkan sebagai polisi yang mau menginterogasi Usa.
Tian memperkenalkan nama pak polisi itu adalah Kapten Chawit. "Dia orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan P'Tiew." (OMG!)
Usa shock mendengarnya. Kapten Chawit menjelaskan bahwa suaminya Usa ditembak mati di rumah ini pada malam Usa ditemukan mengambang di sungai. Yang jadi masalah, sampai detik ini, mereka belum menemukan pembunuhnya. Hanya ada 3 peluru yang mereka temukan, dan tidak ditemukan sidik jari sama sekali.
Usa heran, apakah para tetangga tidak ada yang mendengar suara tembakan? Chawit mengaku bahwa para tetangga mendengarnya. Tapi mereka tidak curiga macam-macam karena biasanya Tiew memang suka latihan menembak.
Ada banyak darah yang mereka temukan di TKP, tapi semua itu hanya darahnya Tiew dan Usa, tidak ada sedikit pun jejak darah orang lain. Yang itu artinya, hanya Usa satu-satunya orang yang paling mengetahui kejadian malam itu. Tapi Usa bingung, bukankah malam itu dia dibuang ke kanal? Bagaimana dia bisa sampai ke sana?
"Semua orang juga ingin mengetahuinya." Sinis Tian.
Semua ini kontan membuat sakit kepalanya Usa kumat. Mereka akhirnya memutuskan untuk tidak memaksa Usa lebih jauh dan Chawit pamit. Setelah mengantarkan Chawit, Tian lalu memberikan cincin berlian ke Usa. Chawit tadi bilang bahwa cincin itu terjatuh di TKP.
Itu adalah cincin pernikahan Usa dengan Tiew. Anehnya, entah apakah karena pengaruh hilang ingatannya atau bagaimana, tapi Usa sama sekali tidak merasakan sedikit pun keterikatan dengan cincin kawin itu, makanya dia menolak memakainya.
Tian kesal mendengarnya, dia merasakan keterikatan atau tidak, tapi dia masih dianggap menantu di rumah ini. Dia wanita yang sudah menikah, jadi seharusnya dia tetap memakai cincin itu terlepas dia merasakan keterikatan dengan cincin itu atau tidak.
Tidak tahan lagi menghadapi Usa, Tian memutuskan pergi ke pabrik gula. Sekarang karena kakaknya sudah tiada, jadi Tian-lah yang menggantikan posisinya.
Bersambung ke part 2
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam