Xi Xi terbangun keesokan harinya dan mendapati dirinya sendiri sedang memeluk sesuatu di balik selimut. Si Chen kah itu?
Oh tidak. Nyatanya Si Chen malah tidur di ruang baca semalam. Yang dia peluk semalaman itu cuma guling. Soalnya Si Chen susah lepas dari pelukan Xi Xi semalam, makanya dia mengambil guling untuk menggantikan dirinya.
Setelah Xi Xi mandi, Si Chen mengajaknya keliling, memperlihatkan rumah besarnya yang kayak istana itu. Agar pernikahan kontrak mereka ini tidak ketahuan, Si Chen ingin mereka tetap sekamar tapi tidak seranjang. Dia menempatkan Xi Xi di ruang wardrobe-nya, dia jarang masuk kemari kecuali untuk ambil barang, jadi Xi Xi tidak perlu khawatir.
Salah satu barang yang Xi Xi bawa adalah sebuah pot tanaman kecil yang dia beri nama 'Xiao Fai Cai' (Ah! Jadi dia Xiao Fa Cai). Dia membawanya soalnya tanaman ini adalah peliharaannya yang selalu dia bawa ke mana-mana.
Sementara itu di Venesia, ayahnya Si Chen sedang menemani ibunya Si Chen berlibur sekaligus berusaha merahasiakan pernikahan putra mereka darinya. Setiap kali muncul notifikasi update berita di Weibo, Ayah langsung menjauhkan tabletnya Ibu dengan alasan bisa tidak menganggu acara liburan mereka. Tapi Ibu bisa merasakan ada yang aneh dari sikap Ayah dan langsung menuntut penjelasan.
Berdasarkan informasi dari Shang Ke, Xi Wei mengetahui bahwa Xi Xi memiliki seorang mantan pacar. Xi Wei pun langsung gercep mencari mantannya Xi Xi itu. Pada saat yang bersamaan, Zi Xin baru mengetahui pernikahan Xi Xi dari berita-berita di internet.
Karena masih belum terbiasa, Si Chen santai saja masuk ke ruang wardrobe-nya dengan hanya pakai handuk yang kontan saja mengagetkan Xi Xi. Dia sendiri jadi canggung dan langsung keluar sambil minta maaf.
Saat Xi Xi mau tidur, tiba-tiba dia malah melihat sekelebat bayangan di luar jendela lalu diikuti dengan suara-suara aneh di luar yang terang saja membuatnya jadi ketakutan.
Dia langsung keluar dari ruang wardrobe dan mendapati Si Chen sedang push-up. Ternyata suara-suara aneh itu suaranya Si Chen lagi olahraga. Tapi ngapain sih dia olahraga malam-malam begini? Ganggu orang mau tidur saja.
Si Chen mengaku kalau dia menderita insomnia parah. Katanya olahraga malam biasanya cukup efektif untuk membantu cepat tidur. Biasanya sih tidak terlalu berguna di dirinya. Tapi kalau beruntung, dia bisa tidur minimal 3 jam.
Oh, jadi dia rajin berolahraga tiap malam, Xi Xi malah mendadak nakal menatap tubuh Si Chen sampai Si Chen harus memperingatkannya untuk tidak berpikir aneh-aneh
Xi Xi sontak terkikik geli mendengarnya, sepertinya dia insomnia gara-gara punya banyak niat jahat. Jelas saja Si Chen tersinggung dan langsung meng-kabedon Xi Xi ke tembok yang jelas saja membuat Xi Xi jadi gugup.
Puas menggoda, Si Chen memutuskan mengalah dan tidur di ruang baca saja. Tapi Xi Xi tidak setuju, takutnya ketahuan orang rumah. Tapi tentu saja mereka tidak akan tidur bareng.
Kalau begitu, Si Chen menyuruhnya tidur di kursi malas saja. What?! Xi Xi nggak mau dan langsung berusaha merebut ranjangnya Si Chen. Tapi Si Chen lagi-lagi meng-kabedon-nya ke ranjang, menegaskan bahwa ranjang ini adalah miliknya lalu membopong Xi Xi ke kursi malas itu.
Yah sudahlah, terpaksa Xi Xi harus tiduran di sana. Ada buku di meja, Xi Xi pun memutuskan untuk membacanya keras-keras tak peduli biarpun Si Chen memprotesnya. Namun yang tak disangka, pembacaan buku itu seperti baca dongeng sebelum tidur yang sukses membuat Si Chen terlelap. Xi Xi sampai heran melihatnya tidur secepat itu, mengira kalau Si Chen berbohong tentang insomnianya.
Si Chen bangun agak kesiangan keesokan harinya dan langsung kaget menyadari dirinya semalam tidur sangat lelap. Kok bisa? Dia menderita insomnia beneran loh.
"Mungkin aku yang membaca buku cukup menghipnosis." Gumam Xi Xi masih ngantuk.
"Dulu aku membaca buku, kenapa tidak pernah ada efek seperti ini?"
"Jadi kau menyalahkanku?"
"Malam ini lanjut bacakan buku untukku." Perintah Si Chen.
Xi Xi diberitahu Xiao Ya bahwa toko online mereka diblokir oleh platform karena dituduh melanggar peraturan. Mereka berdua pun langsung pergi ke kantor perusahaan itu untuk mengajukan banding.
Namun yang tak disangka, mereka malah bertemu dengan Zi Xin yang mengaku bekerja di sana. Dia tidak memberitahu apa posisinya di sana, berniat merahasiakannya, tapi akhirnya ketahuan juga kalau dia presdir perusahaan Wenye saat sekretarisnya Zi Xin datang. Berkat hubungan mereka ini, Zi Xin pun segera menyuruh sekretarisnya untuk menyelesaikan masalah toko online-nya Xi Xi.
Setelah itu, dia mengajak Xi Xi makan siang di restoran yang sebelumnya. Dan saat itulah akhirnya Zi Xin memiliki kesempatan untuk menyerahkan hadiah pewarna merahnya. Sesuai harapannya, Xi Xi senang banget. Susah sekali loh mendapatkan warna ini.
Dia sama sekali tidak jatuh cinta sama Zi Xin hanya karena pewarna itu dan hanya merasa berterima kasih padanya. Karena itulah, sebagai gantinya, dia bersedia melakukan apa pun permintaan Zi Xin asalkan dia sanggup melakukannya. Kalau begitu, Zi Xin memintanya untuk membuatkannya sebuah lukisan dengan memakai warna itu. Deal! Tapi Zi Xin penasaran bagaimana ceritanya dia bisa menjadi Nyonya Yin?
"Aku juga tidak menyangka. Hal ini terjadi begitu tiba-tiba." Renung Xi Xi.
Dia baru sadar sedetik kemudian kalau dia sedang mengeluh dan buru-buru meralat maksudnya adalah dia jatuh cinta mendadak sama Si Chen dan akhirnya menikah kilat sama dia.
Zi Xin khawatir, bagaimana dengan pelajaran seni rupa mereka sekarang setelah Xi Xi menjadi Nyonya Yin.Xi Xi meyakinkannya untuk tidak khawatir, pelajaran seni rupa mereka akan tetap lanjut seperti sebelumnya. Dan jangan memanggilnya Nyonya Yin terus, dia tidak terbiasa, panggil Xi Xi saja. Zi Xin pun senang.
Di rumah, Xi Wei dengan sangat antusias menyerahkan tas mahal pesanan Nenek. Tas itu di-desain sendiri oleh Nenek dan Xi Wei membantunya mencari pengrajin yang bisa membuatkan tas desain Nenek. Dia bahkan berusaha memuji-muji tas desain Nenek itu setinggi langit.
Namun yang tak disangkanya, Nenek malah berkata bahwa tas ini mau ia hadiahkan pada Xi Xi. Xi Wei jelas kecewa, tapi dia berusaha menahan diri. Saat dia kembali ke kantornya tak lama kemudian, mantannya Xi Xi sudah menunggu di sana.
Xi Xi akhirnya pulang malam harinya dan Nenek langsung pura-pura mengeluh sedih karena Xi Xi keluar rumah seharian sebelum kemudian menyerahkan hadiahnya. Xi Xi jadi tak enak, hadiah ini pasti mahal banget.
"Jika mau ingin berterima kasih padaku, maka kau harus berusaha keras agar aku bisa segera menggendong cicit." Kata Nenek. Xi Xi kan jadi malu.
Nenek memberitahu bahwa Si Chen sudah menunggunya sedari tadi, tapi sepertinya Si Chen sedang marah. Tapi jangan khawatir, akan Nenek ajarkan sebuah trik ajaib untuk menyenangkan Si Chen. Ajaka saja dia main game dan mengalah padanya. Kalau Si Chen menang, maka emosinya pasti akan mereda.
Tiba-tiba Si Chen memanggilnya. Xi Xi memanggilnya 'Bos', tapi Si Chen memperingatkannya untuk memanggilnya 'Suamiku'. Kalau sampai mereka ketahuan orang lain, maka Xi Xi wajib bayar ganti rugi.
Iiish! Terpaksalah Xi Xi menurutinya dan memanggilnya 'Suamiku' dengan nada geram. Puas, Si Chen langsung menginterogasinya tentang kepergiannya ke perusahaan Wenye tadi. Gara-gara ulah Xi Xi tadi, Si Chen terus menerus diteror berbagai telepon. Apa dia benar-benar kencan diam-diam dengan Mo Zi Xin?
Hah? Nggak tuh. Xi Xi akui kalau dia memang pergi menemui Mo Zi Xin, tapi itu bukan kencan diam-diam, dia pergi secara terang-terangan kok.
"Ini terakhir kalinya kau berbuat salah. Jika masih ada lain kali, maka aku akan memecatmu dan kau harus ganti rugi." Ancam Si Chen. Dia lalu menanyakan apa sebenarnya hubungan mereka, tanyanya terkesan cuek, tapi jelas dia sangat penasaran.
"Lapor, Bos."
"Panggil 'Suamiku'."
"Lapor, Suamiku. Aku dan Mo Zi Xin kenal saat SMP. Dia adalah kakak kelasku. Hari ini aku pergi ke Grup Wenye untuk melepaskan blokiran toko online-ku, tapi maah kebetulan mengetahui kala dia adalah presdir Grup Wenye. Lalu kami sekalian makan bersama."
Sungguh, cuma itu doang. Si Chen akhirnya bisa pusa dan tenang setelah mendapat semua penjelasan itu. Xi Xi ingin mengembalikan tas mahal pemberian Nenek itu, tapi Si Chen menyuruhnya menerimanya saja. Itu pemberian Nenek.
Xi Xi curiga. "Apa kau akan memotongnya dari gajiku?"
"Gu Xi Xi, jangan lupa, aku masih marah."
Teringat nasehat Nenek tentang cara menyenangkan Si Chen, Xi Xi pun langsung mengajaknya main game. Tapi gara-gara keasyikan main game, bukannya ngalah, Xi Xi malah menang telak dari Si Chen. Pfft! Si Chen jadi tambah kesal.
Baru menyadari kesalahannya, Xi Xi buru-buru mengajaknya main satu ronde lagi dan kali ini dia fokus untuk pura-pura kalah dan membiarkan Si Chen menang. Si Chen sontak girang banget sampai-sampai dia refleks mau mengajak Xi Xi tos.
Baru sadar, Si Chen buru-buru menarik tangannya lalu menyuruh Xi Xi untuk bergegas mandi. "Setelah itu temani aku tidur." Err... maksudnya. "Temani aku.... tidur doang."
Yah begitulah, malam itu, Xi Xi membacakan buku lagi untuk Si Chen dan sukses membuatnya tertidur cepat dan lelap.
Shang Ke yang naksir salah satu pegawainya, Mu Ruo Na, menguping Ruo Na sedang ngobrol dengan seseorang di telepon. Mereka terdengar sangat akrab yang jelas saja membuat Shang Ke jadi cemburu.
Saat dia mencoba menginterogasi Ruo Na, Ruo Na mengaku kalau dia cuma sedang bicara dengan klien. Tapi Shang Ke tak percaya. Maka kemudian dia diam-diam membuntuti Ruo Na dan melihatnya bertemu dengan seorang pria bernama Mark yang terkenal playboy.
Awalnya mereka memang bicara bisnis, tapi dengan cepat Mark berubah haluan merayu Ruo Na. Dia bahkan kurang ajar menyentuh-nyentuh Ruo Na. Ruo Na jelas tak suka, dia sebenarnya bisa mengatasi pria itu.
Tapi Shang Ke mendadak muncul bak pahlawan, berniat menyelamatkan Ruo Na, tapi dia kalah kuat dari Mark yang langsung menghajarnya dan mematahkan tangannya dengan ganas. Ruo Na jelas kesal dan langsung menendang itunya Mark. Wkwkwk! Dia benar-benar mencemaskan Shang Ke lalu cepat-cepat membawanya ke rumah sakit.
Dari rumah sakit, Ruo Na mengantarkannya pulang. Dia mau langsung pergi setelah itu, tapi Shang Ke tak mau berpisah secepat ini dan langsung berusaha cari-cari alasan untuk membuat Ruo Na tinggal lebih lama.
Dia bahkan terang-terangan mengaku kalau dia ada di sana tadi adalah karena Ruo Na. "Kau tahu kalau aku menyukaimu. Apa kau tidak menyukaiku sama sekali?"
Ruo Na tercengang mendengar pernyataan cintanya. Jelas dia juga suka sama Shang Ke, tapi dia berbohong menyangkalnya dengan alasan kalau Shang Ke adalah bosnya. Sulit baginya memandang bosnya sebagai seorang kekasih. Lagipula dia masuk ke perusahaan hanya untuk bekerja. Dia tidak mau memperumitnya dengan masalah lain.
Shang Ke langsung tertunduk sedih mendengarnya. Tapi dia jelas takkan menyerah begitu saja, lalu memberitahu Ruo Na tentang tempat dia menyimpan kunci cadangan rumahnya biar Ruo Na bisa masuk rumahnya kapan saja.
Xi Xi dihubungi ibunya yang sepertinya sedang ada masalah. Xi Xi pun bergegas pergi ke toko laundry ibunya dan mendapatinya sedang diomeli tuan tanah mereka yang menuntut uang sewa. Berusaha mengatasi maslaah ini, Xi Xi berjanji pada tuan tanah bahwa dia minta waktu beberapa hari, dia janji akan membayarnya. Si tuan tanah akhirnya bersedia mengalah, tapi hanya akan dia beri waktu satu minggu.
Xi Xi heran kenapa Ibu tidak punya uang untuk membayar sewa, bukankah dia punya uang dari maharnya? Ibu dengan canggung berkata kalau dia menggunakannya untuk membeli beberapa mesin baru.
Tapi Xi Xi tak percaya, dia langsung bisa menduga dengan sangat tepat kalau uang maharnya pasti sudah diambil sama Nenek. Ibu akhirnya jujur mengiyakannya, bukan hanya Nenek, tapi juga Ayah.
Ibu rasanya ingin menyerah saja dan menutup toko, tapi Xi Xi tak setuju. Toko ini adalah tempat harapan Ibu. Lagipula, sayang sekali kan kalau Ibu kehilangan para pelanggan tetapnya.
Xi Xi jadi melamun sedih dan tidak fokus saat dia sedang menemani Nenek makan malam. Nenek mengira kalau Xi Xi pasti lagi tengkar sama Si Chen. Apalagi Nenek tadi tak sengaja lewat kamar mereka dan melihat ada bantal dan selimut di kursi malas.
Nenek jadi semakin yakin kalau mereka sedang bertengkar hebat sampai pisah ranjang. Mereka masih pengantin baru, tidak seharusnya mereka pisah ranjang, itu akan sangat memengaruhi hubungan mereka.
Canggung, Xi Xi buru-buru beralasan bahwa semalam dia dan Si Chen main game sambil bertaruh. Yang kalah harus tidur di kursi malas, begitu. Mereka tidak bertengkar kok. Untungnya Nenek percaya dan lega mendengarnya.
Karena Si Chen hari ini akan lembur, Nenek menyuruh bibi pembantu menyiapkan sup untuk diantarkan ke perusahaan. Xi Xi mendadak punya ide dan usul agar dia saja yang mengantarkan sup itu. Nenek jelas langsung setuju.
Si Chen masih sibuk rapat saat dia datang membawakan supnya. Saat akhirnya Si Chen selesai tak ama kemudian, dia mendapati Xi Xi ketiduran di mejanya dalam posisi satu tangan menopang kepalanya. Dan pemandangan itu kontan membuatnya terpesona.
Tiba-tiba tangannya Xi Xi terjatuh, untungnya Si Chen sigap menangkap kepalanya sehingga sekarang tangannya-lah yang menopang kepala Xi Xi. Tiba-tiba Xi Xi terbangun dan langsung melompat kaget saat melihat tangan Si Chen menyentuh wajahnya.
Bersambung ke episode 6
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam