Di tengah jalan, Ban Hua mendadak berubah pikiran dan batal pergi. Kalau dia pergi begitu saja, itu hanya akan membuat orang-orang itu senang.
Ban Hua pun memutuskan kembali dan kebetulan berpapasan dengan Rong Xia yang hendak pergi. Ban Hua kesal banget melihatnya lagi. Tapi yah sudahlah, mumpung bertemu, sekalian saja dia melampiaskan amarahnya.
Maka dengan sengaja Ban Hua terus menerus pura-pura tak sengaja menghalangi jalannya Rong Xia lalu menuduh Rong Xia menghalangi jalannya.
Apa maksudnya Rong Xia melakukan ini padanya? Tadi Rong Xia mempermalukannya di hadapan semua orang dan sekarang Rong Xia malah menghalangi jalannya. Apa dia bahkan pernah menyinggung Rong Xia?
Rong Xia bahkan belum buka mulut, malah pengawalnya duluan yang sinis menyindir Ban Hua dan mulut tajamnya. Jelas saja Ban Hua langsung kesal membentaknya untuk diam.
"Berwawasam luas, memahami budaya, juga teladan bagi para cendikiawan. Tapi melihat wanita lemah ditindas seperti tadi, kau malah tidak membantuku. Aku kan sudah memohon (pakai kode sibak rambut) tapi kau tetap tidak membantuku. Apa kau tidak tahu bahwa menolong nyawa seseorang lebih baik daripada membangun tujuh labu air?"
"Stupa." Ujar pengawalnya Rong Xia meralat kesalahan kata Ban Hua, tapi malah mendapat pelototan tajam dari Ban Hua.
Rong Xia dengan sopan meminta maaf pada Ban Hua. "Sebenarnya saya tahu apa masalah Putri hari ini. Tapi saya membaca buku tentang moral sejak saya masih kecil, jadi saya tidak pandai berbohong. Semoga Putri sudi memaafkan saya."
"Dasar kaku! Apanya yang orang paling berbakat di ibu kota."
"Itu hanya reputasi palsu."
"Lalu apa reputasiku?"
"Wanita dari keluarga terpandang, tidak mempermasalahkan hal kecil." Sindir Rong Xia.
Kesal dan malu, Ban Hua langsung menyuruhnya minggir, dia mau makan kepiting. Dia lalu pergi dengan kepala terangkat tinggi-tinggi sambil merutuki Rong Xia.
Tapi, hmmm... sepertinya Rong Xia tertarik pada Ban Hua bukan karena dia suka, melainkan karena alasan lain yang terkait dengan kematian kedua orang tuanya dan kakaknya.
Dalam flashback, sepertinya keluarga Rong Xia dulu pernah ditangkap dan salah dituduh entah karena apa. Yang lebih parah lagi, Rong Xia kemudian menemukan ibunya bunuh diri. Hanya dia seorang yang selamat dari insiden itu.
Pada papan roh keluarganya, Rong Xia berjanji bahwa dia akan mencari kebenarannya. Dan langkah pertamanya untuk itu adalah dengan mendekati Keluarga Ban. Dia janji akan mencari dan membuat para pengkhianat itu membayar keadilan pada keluarga mereka.
Ban Hua lagi-lagi disambut sinis oleh Wan Yu dan yang lain saat dia datang ke jamuan makan kepiting itu. Seorang wanita berkomentar kalau badannya Ban Hua kurusan sekarang, pasti karena dia sedang frustasi.
Ban Hua tak gentar sedikitpun dan santai saja membalas sindiran mereka dengan menyindir balik lalu dengan cepat beralih topik mengomentari alat pemecah kulit kepiting ini.
Yang tak disangkanya, Putri An Le mengaku kalau alat itu adalah kiriman Tuan Cheng'an. Ban Hua mendadak sebal dan langsung melempar alat itu. Tapi kemudian, salah satu wanita memberitahunya kalau kepiting ini juga kiriman Tuan Cheng'an.
Di tempat lain, Ayah memimpi pasukan keluarga Ban untuk mendatangi dan melabrak keluarga Xie. Tapi keluarga Xie menutup gerbang rumah mereka rapat-rapat, maka Ayah langsung memerintahkan semua orang untuk melempari rumah Keluarga Xie pakai telur.
Ban Heng bahkan sukses melempar telur melewati gerbang dan mendarat tepat di kepalanya Tuan Xie. Mereka terus berusaha keras mendobrak pintu gerbang hingga akhirnya mereka sukses meruntuhkannya dan melabrak Tuan Xie.
Yang jadi masalah, Xie Qilin masih belum pulang dan mereka belum bisa menemukannya di mana-mana. Yah sudahlah, pasukan Keluarga Ban akhirnya memutuskan mundur dan pergi, meninggalkan Tuan Xie yang cuma bisa ngomel-ngomel kesal di lantai. Namun tiba-tiba saja papan nama keluarganya terjatuh.
Ban Hua lagi-lagi bermimpi. Kali ini dia melihat dirinya sendiri dan seluruh keluarganya berlutut di hadapan pejabat istana yang membawa titah dari Kaisar. Dia langsung bersembunyi untuk ikut mendengarkan titah Kaisar itu.
Dalam titah itu, mereka sekeluarga dituduh tidak bermoral dan tidak mematuhi hukum. Maka sebagai hukumannya, gelar bangsawan mereka dicabut, status mereka diturunkan menjadi rakyat jelata, dan harta keluarga mereka disita oleh negara.
Ban Hua melihat dirinya sendiri yang bersembunyi dan langsung panik menyuruhnya untuk kabur. Ban Hua pun langsung lari dan bersembunyi di salah satu kedai di pasar. Dan saat itulah dia melihat Qi Lin berkuda melewatinya, tapi Qi Lin tampak buta sebelah dan mengenakan penutup satu mata.
Ban Hua tersentak bangun dari mimpi itu, dan jadi cemas karenanya. Dia memberitahu keluarganya tentang mimpinya itu. Tapi tidak ada yang menanggapinya dengan serius.
Ban Heng malah protes waktu mendengar Ban Hua bermimpi dirinya melarikan diri sendirian dan tidak ngajak-ngajak dia. Dan Ayah malah senang saat mendengar Ban Hua bermimpi Xie Qilin jadi buta.
Ban Heng mengira kalau Ban Hua pasti masih memikirkan Xie Qilin, makanya sampai kebawa mimpi. Ibu berpikir positif bahwa apa yang terjadi di dalam mimpi itu biasanya kebalikan dunia nyata, jadi Ban Hua tidak perlu khawatir.
"Bu, mimpiku batal menikah, sudah menjadi kenyataan. Kalau mimpi dia buta jadi kenyataan lagi, maka kita...."
"Tidak usah takut. Selain Kaisar, siapa yang bisa menyentuh keluarga kita?" Santai Ban Heng.
Ayah setuju. "Betul. Bukankah masih ada nenekmu (Putri Agung, bibinya Kaisar). Meski Kaisar tidak menghormati ayahmu ini, tapi dia tetap harus menghormati bibinya."
Ban Hua stres. "Kenapa mereka tidak mengerti juga? Masa aku yang terlalu banyak berpikir?"
Di istana, Kaisar melihat Tuan Xie sedang meringis kesakitan meratapi dahinya. Tuan Xie langsung berlutut di hadapan Kaisar lalu meratap lebay dan mengeluhkan tentang papan nama keluarganya yang hancur. Errr... waktu jatuh kan nggak pecah? Kok sekarang jadi pecah?
Tuan Ban heran melihat itu. Dia yakin kalau dia tidak merusak papan nama keluarga itu. Jelas papan nama keluarga itu dirusak sendiri oleh Tuan Xie, tapi sekarang dia menuduh keluarga Ban-lah pelakunya.
Tuan Ban langsung maju membela diri dan melaporkan putranya Tuan Xie yang melarikan diri dan membatalkan pernikahan. Dia menjelaskan bahwa mereka mendatangi rumah keluarga Xie karena khawatir putri mereka mendatangi kediaman keluarga Xie.
Karena kedua pejabat itu ribut saling menyalahkan, Kaisar akhirnya meminta pendapat Rong Xia untuk menilai kasus ini secara adil.
Menurut Rong Xia, keluarga Xie-lah yang bersalah dan tidak bermoral. Terutama karena Keluarga Xie duluan yang mengajukan pinangan dan mereka juga yang membatalkan pernikahan secara sepihak. Kejadian ini juga memengaruhi reputasi Putri Ban, jadi wajar saja jika Keluarga Ban marah.
Bingung, Tuan Xie terus berusaha menggunakan papan nama keluarganya untuk terus menyerang Tuan Ban. Tapi Kaisar dengan cepat menyela, dia sudah memiliki penilaiannya sendiri untuk masalah ini.
Kedua pengawalnya Rong Xia melapor bahwa Kaisar benar-benar tidak menghukum keluarga Ban, malah mengirim banyak hadiah ke kediaman Keluarga Ban. Rong Xia yakin ini pastilah karena campur tangan Putri Agung.
Putri Agung dan suaminya, Jenderal Ban, dulu memang berjasa besar pada negara. Jika bukan karena mereka, mungkin tanah Dinasti Ye ini sudah direbut pihak lain.
Menurut informasi yang mereka dapatkan, dulu Jenderal Ban terbaring bertahun-tahun karena terkena racun. Ada banyak rumor tentang bagaimana dia terkena racun, tapi tidak ada bukti.
"Tuan Muda, menurut anda, mungkinkah masalah ini berhubungan dengan Kaisar?"
"Kalau benar begitu, takutnya peristiwa tahun itu ada hubungannya dengan plakat militer."
Kaisar mengirim titah ke kediaman Keluarga Xie. Tuan Xie hampir saja senang. Tapi yang tak disangkanya, Kaisar justru menyalahkan Xie Qilin dan menghukumnya dengan cara mencabut rekomendasi pelajarnya dan dilarang mengikuti ujian negara.
Ban Hua menatap barang-barang berharga di rumahnya dengan sedih. Kalau mimpi itu sampai menjadi kenyataan, mereka benar-benar akan diusir dari rumah ini dan kehilangan semua harta mereka.
Dia juga pasti akan kehilangan semua baju-baju kesayangannya. Dan yang paling mengerikan, para wanita bangsawan itu pasti akan menyerbu dan merebut semua baju dan perhiasan berharganya.
Dia bahkan membayangkan para wanita itu seenaknya mengambili semua barang-barangnya yang kontan membuatnya menjerit histeris. Para pelayannya dan Ban Heng sampai cemas mendengar jeritannya. Dia kenapa?
"Rumah kita tidak boleh sampai digeledah. Kalau tidak... lebih baik aku mati." Ratap Ban Hua sambil mengelus sayang baju mahalnya.
Berusaha menenangkan kakaknya, Ban Heng langsung berusaha mengajak Ban Hua untuk pergi ke kedai teh baru di kota. Dia benar-benar ditugaskan ibu mereka untuk mengajak Ban Hua jalan-jalan. Kalau tidak, uang jajannya bakalan dipotong.
Ban Hua menolak awalnya, tapi kasihan juga dia mendengar rengekan Ban Heng dan akhirnya setuju. Eh, tapi... di mana ayah dan ibu? Ban Heng sontak terdiam canggung.
Soalnya... sebenarnya tugas yang diberikan pada Ban Heng bukan mengajak Ban Hua minum teh, melainkan menjodohkannya dengan Tuan Cheng'an.
Tapi dia dilarang keras memberitahu Ban Hua, jadi dia beralasan kalau ayah dan ibu mereka sedang sibuk mendiskusikan masalah mimpinya Ban Hua. Mereka sangat peduli akan mimpinya Ban Hua sampai tidak selera makan.
Ban Hua terus cemberut sepanjang perjalanan. Tapi saat kereta kuda berhenti, Ban Hua malah mendapati tempat tujuan mereka adalah rumahnya Rong Xia dan bukan kedai teh.
Jelas saja Ban Hua kesal. Dengan takut-takut Ban Heng memberitahu Ban Hua bahwa beberapa hari yang lalu, Tuan Cheng'an membantu mereka memohon ampunan pada Kaisar. Makanya Ayah menyuruhnya untuk mengirim hadiah sebagai ungkapan terima kasih.
Sungguh! Ban Heng bahkan sudah membawa sekotak hadiah. Dia meyakinkan kalau mereka hanya akan mampir sebentar lalu pergi setelah memberikan hadiahnya.
"Kau masuk sendiri saja."
"Kak, apa kau tidak berani? Jangan-jangan kau menyukai Tuan Cheng'an."
Ban Hua sontak menyangkal keras dengan gengsi hingga akhirnya dia mau juga ikut masuk. Saat tengah menunggu Rong Xia di ruang tengah, Ban Hua melihat ada garpu taman yang kontan membuatnya antusias bermain-main dengan alat itu.
"Kenapa Putri mendatangi kediaman saya hari ini?" Sapa Rong Xia yang baru turun, tampak begitu tampan dan bercahaya.
Ban Hua benar-benar terpesona. Jujur dia akui bahwa walaupun Rong Xia tuh nyebelin, tapi dia benar-benar tampan.
Bersambung ke episode 2
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam