Sinopsis Le Coup de Foudre Episode 10 - 2

Sinopsis Le Coup de Foudre Episode 10 - 2

Berusaha menenangkan dirinya di sebuah taman yang sepi, Qiao Yi menasehatinya untuk tidak bersedih. Tapi pada akhirnya, dia tetap menangis.


Tepat saat itu, Yan Mo kebetulan lewat di sana dan melihatnya. Qiao Yi buru-buru menghapus air matanya dan mengklaim kalau dia cuma kangen ibunya.


Mendengar itu, Yan Mo langsung mengajak Qiao Yi ke studio TV, menonton sebuah acara wawancara dengan bintang tamu Ibunya Yan Mo. Qiao Yi kagum banget sama si bintang tamu, dia cantik banget.

"Dia ibuku," bisik Yan Mo. Qiao Yi kaget.

Tanpa Qiao Yi ketahui, sebenarnya saat itu dia bertemu dengan Direktur Hu yang di masa depan nanti akan menjadi atasannya.


Setelah main mesin capit, mereka ke lanut main bilyar. Guan Chao doang sih yang main, Wu Yi cuma duduk di samping sambil mengagumi Guan Chao.

Teringat kata-kata Guan Chao saat Da Xiong memutuskannya waktu itu, bahwa dia tidak akan pernah membuat Wu Yi sedih, Wu Yi sekarang yakin kalau Guan Chao pasti menyukainya, Guan Chao hanya agak malu, dia pasti sedang menunggu waktu untuk menyatakan cinta padanya.

Tiba-tiba Guan Chao menoleh padanya. Wu Yi mendadak tegang, yakin sekali kalau sekaranglah saatnya Guan Chao menyatakan cinta. Guan Chao terus menatapnya... lalu mulai mendekatinya. Wu Yi makin antusias menanti Guan Chao menembaknya.


"Kau sangat spesial hari ini," ujar Guan Chao memulai rayuan gombalnya... lalu mengisyaratkan Wu Yi untuk mendekat padanya.

Wu Yi pun antusias mendekatkan wajahnya sambil merem. Guan Chao pun mendekat sambil mengulurkan tangannya... lalu mencabut bulu mata palsunya Wu Yi. Wkwkwk!

"Pantesan kau tampak beda dari penampilanmu yang biasanya," komentar Guan Chao lalu membuang bulu mata palsu itu. Wu Yi kecewa.
 

Setelah wawancara selesai, Yan Mo membawa Qiao Yi menemui ibunya dan memperkenalkan mereka. Ibu langsung antusias, akhirnya dia bertemu Qiao Yi.

Canggung, Qiao Yi langsung menyodorkan buket bunganya dan secara impuls berkata. "Bu, senang..."

Hah? Dia manggil ibunya Yan Mo 'Ibu'. Wkwkwk! Malu, Qiao Yi buru-buru meralat panggilannya. Tapi tak pelak kesalahannya itu membuat Yan Mo langsung tersenyum sangat lebar.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Aku sering dengar Yan Mo membicarakan tentangmu."

Yan Mo mendadak berubah jaim dan menyangkal. "Tidak sering kok."

"Apanya yang tidak sering. Dari 10 kalimat, 9 di antaranya tentang Qiao Yi."

"Jangan dengarkan ibuku."

"Kau pasti lapar. Mari kita makan bersama setelah aku ganti baju."

Yu Mei mendatangi rumahnya Yan Mo, ngotot ingin mereka membicarakan masalah mereka. Tapi saat dia masuk, tiba-tiba saja kakinya dicengkeram sama Da Chuan yang tengah bergulingan di lantai.

Dia benar-benar sedang kesakitan dan memohon pada Yu Mei untuk membawanya ke rumah sakit. Tapi Yu Mei malah histeris menaboki Da Chuan, mengira dia orang jahat. Baru saat Da Chuan mengaku kalau dia pamannya Yan Mo, Yu Mei akhirnya berhenti.

Dia berniat mau meninggalkan Da Chuan, tapi Da Chuan sontak berusaha memeluknya sebelum kemudian pingsan. Saat itulah Yu Mei baru ingat siapa Da Chuan, orang yang bertengkar dengannya di lampu merah waktu itu.

Terpakslah Yu Mei harus mengantarkan Da Chuan ke rumah sakit. Parahnya lagi, dia dikira keluarganya Da Chuan dan diminta untuk membantu tes urin. Pfft!


Ibu membawa kedua remaja itu ke sebuah restoran. Yan Mo memesan berbagai makanan apapun yang dia inginkan sampai membuat Ibu protes karena dia tidak tanya-tanya Qiao Yi juga. Apa dia tidak menganggap Qiao Yi?

"Dia tidak pilih-pilih makanan. Dia makan apa saja yang enak."

"Kau sangat mengenalnya, yah, nak."

Baguslah Qiao Yi tidak pilih-pilih makanan, tidak seperti Yan Mo suka pilih-pilih makanan. Ibu meminta Yan Mo untuk mengunjungi guru saksofonnya sebelum dia pulang ke Nanchuan. Hah? Qiao Yi kaget mendengar Yan Mo ternyata bisa main saksofon.


Ibu bercerita bahwa ia membawa Yan Mo belajar saksofon ke temannya yang seorang guru saksofon agar Yan Mo punya teman dan tidak menyendiri terus. Tapi hanya dalam waktu dua hari, gurunya komplain karena Yan Mo tidak bisa bergaul dengan anak-anak lain.

Bahkan saat ia tanya kenapa Yan Mo tidak mau bicara dengan anak-anak lain, Yan Mo dengan muka lempengnya berkata bahwa dia tidak bisa bicara saat dia sedang main saksofon. Qiao Yi geli mendengarnya, seharusnya Ibu mengajari Yan Mo balet saja kalau begitu.

Ibu sampai heran sendiri loh, orang yang sangat cerewet seperti dirinya kok bisa melahirkan anak membosankan yang suka tidak suka bicara seperti ini. Kok bisa dia melahirkan anak yang sangat berbakat seperti ini. Tapi di sisi lain, sudah pasti hanya dia yang bisa melahirkan anak seganteng ini.

"Qiao Yi, lain kali datanglah ke Inggris. Kalau aku lagi sibuk, biar Yan Mo yang menemanimu."


Pembicaraan tentang Inggris itu membuat suasana mendadak jadi canggung. Apalagi kemudian Yan Mo tiba-tiba berkata kalau dia tidak jadi pergi ke Inggris, dia mau kuliah di universitas lokal saja.

"Kenapa? Segalanya sudah disiapkan."

Ingin bicara berdua saja dengan putranya, Ibu langsung memberikan kartu kreditnya ke Qiao Yi dan meminta Qiao Yi membantu membayar tagihan mereka. Begitu Qiao Yi pergi, Ibu langsung menuntut apa alasan Yan Mo tidak jadi pergi ke Inggris? Apa karena Qiao Yi?

"Dia tidak tahu apa-apa."

Ibu tahu kalau Yan Mo punya kemampuan untuk membuat keputusannya sendiri dan Ibu tidak akan ikut campur. Tapi Ibu hanya punya satu permintaan, bisakah Yan Mo memutuskan setelah mendiskusikannya dengan Qiao Yi. Apa Yan Mo tidak pernah berpikir bahwa keputusan Yan Mo ini menjadi beban Qiao Yi?


Qiao Yi gelisah menunggu di luar. Yan Mo keluar tak lama kemudian dan langsung mengajaknya pulang. Tapi Qiao Yi protes tak setuju dengan keputusan Yan Mo tadi, kenapa dia tidak ingin lagi melanjutkan studinya ke Inggris?

Kalaupun dia tidak mau pergi, seharusnya dia mengatakannya pada Ibu pada saat yang tepat, bagaimana bisa dia mengatakannya di hadapan orang luar?

"Qiao Yi, kau bukan orang luar. Ayo pulang."

Dia beneran nggak mau ke Inggris? Apa kata ibunya Yan Mo? Ini kan impian Yan Mo sejak kecil, masa dia mau menyerah begitu saja?

"Lalu apa kau mau pergi bersamaku? Aku bisa membantumu memilih universitas dan mempersiapkan ujian. Atau kaua bisa mendaftar di universitas Nanchuan, mereka ada program pertukaran pelajar ke Inggris pada tahun ketiga. Jangan khawatir, serahkan saja semuanya padaku. Asalkan kau percaya padaku, aku..."

Yang tak disangkanya, Qiao Yi langsung setuju tanpa ragu. Yan Mo senang.


Guan Chao dan Wu Yi melanjutkan kencan mereka di air mancur. Kali ini Guan Chao terang-terangan menuntut kapan Wu Yi akan memberitahunya. Sedari tadi Wu Yi terus-menerus meliriknya, Wu Yi pasti selalu memikirkannya, kan? Wu Yi malu, kentara banget yah?

Wu Yi pasti selalu memikirkannya setiap saat, iya kan? Wu Yi pasti ingin selalu melihatnya setiap kalai dia membuka mata, dan selalu memikirkannya setiapa kali Wu Yi menutup mata.

"Betul," cicit Wu Yi.

"Kau pasti berpikir kenapa kau baru sadar betapa memesonanya pria ini, iya kan?"

"Itu yang kupikirkan."

"Kau semakin menyukaiku. Semakin lama kau melihatku, kau semakin tidak bisa mengontrol dirimu sendiri."

"Iya."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Nggak tahu."

"Bodoh. Jawabannya sangat jelas." Guan Chao tiba-tiba mendekat, menyentil ringan keningnya, dan tersenyum sangat memesona tepat saat air mancur menyembur, membuat suasana jadi romantis dan membuat Wu Yi semakin jatuh cinta padanya.

"Bagi kita, masa-masa SMA sangatlah indah. Tapi sering kali ingatan kita kabur. Kenangan itu lama tersimpan dalam hati kita, hanya saja kita tidak memberinya nama. Sampai saat tatapannya menyinari hati kita layaknya cahaya mentari. Ingatan itu mulai bergejolak di dalam hatiku." Narasi Qiao Yi.

Bersambung ke episode 11

Post a Comment

0 Comments