Sinopsis Put Your Head on My Shoulder Episode 24 - 2 [END]

 Sinopsis Put Your Head on My Shoulder Episode 24 - 2 [END]

Walaupun orang tua Mo Mo tidak bisa datang, tapi orang tua Wei Yi datang mengunjungi mereka. Saat para wanita sibuk di dapur, Ibu langsung membahas tentang Wei Yi yang menolak mengadakan resepsi. Ibu tidak akan bisa memaksanya. Tapi yah sudahlah.


"Bibi... err... Ibu, Ibu dan Ayah bisa tinggal lebih lama kok."

"Mana boleh begitu. Kalian kan baru saja menikah. Kalau kami tinggal lebih lama, Ziao Yi pasti akan marah pada kami."

"Tidak mungkin."

 

Sementara itu, para pria sama-sama sedang sibuk baca koran. Ayah dan anak itu sangat kompak dalam setiap gerakan mereka. Ayah ambil kacamata, Wei Yi juga ambil kacamata. Ayah minum teh, Wei Yi juga minum teh.

Tapi kemudian pemandangan matahari terbenam jauh lebih menarik perhatian Ayah dan ia langsung mengajak Wei Yi ikutan.

"Lihatlah. Matahari terbenamnya sangat indah. Tapi sebentar lagi akan petang."

"Besok juga akan terbit lagi. Ini cuma masalah rotasi bumi."

"Xiao Yi, menikah itu tidak menakutkan. Tapi pernikahan itu tidak mudah."

"Aku tahu."


"Sungguh? Menikah itu tidak seperti melakukan penelitian ilmiah yang selalu meninggalkan jejak. Seperti yang kau katakan barusan tentang rotasi bumi, kalau kau mengatakan itu pada ibumu, dia pasti akan mengomel sepanjang hari."

"Tapi Si Tu Mo tidak akan begitu."

"Nak, ayah sungguh berharap pernikahanmu akan bahagia."

"Terima kasih, Yah."


Malam harinya, Wei Yi melihat Mo Mo lagi sibuk nyari lowongan kerja. Masalahnya, dia agak kesulitan dengan berbagai syarat yang berbeda-beda dari tiap-tiap perusahaan. Bahkan ada perusahaan yang isyaratnya adalah harus ada cerita di dalam mata.

"Sini kulihat. Hmm, memang ada cerita di dalam matamu." Goda Wei Yi

"Dasar gombal! aku sekali memukul orang yag tidak perlu susah-susah cari pekerjaan sepertimu."


Wei Yi menyarankannya untuk tidak cari kerja dulu. Mending dia istirahat sebentar sambil memikirkan apa yang benar-benar dia inginkan, meneruskan studinya atau bekerja.

"Memangnya kau akan menafkahiku kalau aku nggak kerja."

"Tentu saja."

Wei Yi langsung mengeluarkan kartu kreditnya dan memberikannya ke Mo Mo. Itu pemberian neneknya setelah tahu kalau mereka sudah menikah.

"Bagaimana bisa kita menghabiskan uangnya nenek?"

"Sebenarnya itu adalah kumpulan dari beasiswa yang kuberikan padanya sejak aku kecil. Tak kusangka ternyata ia menabungnya."

"Berarti isinya nggak banyak."

"240.000 RMB"


Mo Mo sontak melotot mendengar jumlah sebanyak itu... dan tiba-tiba saja dia jadi sok imut duduk di pangkuan Wei Yi dan memeluknya manjah. Biarkan dia yang menyimpan kartu ini. Takutnya kalau Wei Yi yang pegang, besok bakalan ada mesin-mesin aneh lagi masuk rumah ini. Jangan khawatir, dia tidak akan boros.


Tak lama kemudian, Mo Mo sibuk melakukan tes online di salah satu perusahaan yang syaratnya adalah harus mengenali 300 bintang. Oh yah, apa Wei Yi tahu tentang Four Flow Men?

Yang Mo Mo maksud artis. Tapi dasar Wei Yi, dia malah nyambungnya ke ilmu fisika. Mo Mo males banget mendengar ocehan ilmiahnya. Sudahlah, Wei Yi mungkin juga tidak mengenal Empat Raja Hong Kong.

"Apaan tuh?"


Mo Mo tak percaya mendengarnya. Wei Yi beneran nggak tahu siapa Empat Raja Hong Kong? Ayahnya aja tahu loh. Empat Raja Hong Kong itu adalah Andy Law, Leon Lai, Jacky Cheung, dan Aaron Kwok.

Wei Yi tak mau kalah dan langsung nyerocos sengit tentang empat hukum fisika. Mo Mo sampai geli melihatnya dan langsung menghadiahinya dengan kecupan manis.

Wei Yi jadi malu dan langsung mengubur dirinya di dalam selimut. Mo Mo langsung saja mendekapnya erat-erat lalu menggelitikinya dan jadilah mereka bermain-main dengan gembira.


Keesokan paginya, Wei Yi pamit ke lab. Mo Mo buru-buru memberinya teh herbal buatan Ibu dan Wei Yi langsung meminumnya dengan patuh.

"Pahit, yah?"

"Menurutmu?"

Mumpung Ibu sedang tidak melihat, Mo Mo langsung saja menghadiahinya dengan kecupan manis yang pastinya membuat Wei Yi bahagia. "Pulanglah lebih cepat."


Setibanya di lab, Zhou Lei langsung menyinggung Prof Jiang dan Yu Yin yang katanya akan kembali jam 8 nanti malam. Zhou Lei senang, akhirnya empat sekawan bakalan ngumpul lagi.

Wei Yi heran, kenapa dia menyebutnya empat sekawan? Apa ada arti khusus dari angka empat? Zhou Lei juga bingung, kenapa yah orang-orang selalu memakai angka 4: Empat mahakarya, empat wanita cantik, dan juga empat raja.

"Apa kau tahu siap Empat Raja?" Tanya Wei Yi.

"Aku tahu, masa kau tidak tahu?"

Canggung, Wei Yi buru-buru mengalihkan topik ke masalah laporan hasil penelitian di Jerman.


Mo Mo dalam perjalanan ke kampus saat Shan Shan meneleponnya dan mengabarkan kalau dia lagi ada di kantornya Fu Pei sekarang. Dia kemari untuk merayakan hari jadian dengan Fu Pei.

"Hari jadian? Kukira Fu Pei mau..."

"Eh, Si Tu Mo! Diamlah!" Sela Fu Pei tiba-tiba. (Hmm, kayaknya mereka ada rahasia-rahasiaan nih)

Fu Pei buru-buru beralih topik menuntut Mo Mo untuk mentraktir mereka. Dia dan Wei Yi kan baru nikah, traktiran dong.

"Minta aja sama Gu Wei Yi, aku pengangguran."

"Kau belum dapat kerja, yah? Mau kerja paruh waktu? Buatkan poster untukku."

"Kau akan bayar berapa?"

"Kita kan teman lama. Janganlah merusak hubungan kita karena uang."

"Aku mau interview, kau telepon Gu Wei Yi saja, jangan ganggu aku."


Saat mereka pulang malam harinya, Ayah dan Ibu sudah tidak ada. Mereka hanya meninggalkan sebuah pesan dan masakan di dalam panci. Dalam pesannya, Ibu memberitahu kalau ia dan Ayah sudah pulang.

Mereka sengaja tidak bilang-bilang biar tidak merepotkan mereka berdua. Ditambah lagi, Ibu juga ada pekerjaan penting. Makanya mereka harus segera pulang. Jangan lupa untuk mengirim foto pernikahan mereka nanti. Dan juga... Ibu memasakkan udang di panci untuk mereka. Pfft!

Udangnya banyak banget lagi. Wei Yi jadi galau antara mupeng tapi Mo Mo sudah terlanjur mengira kalau dia alergi udang.

"Aneh sekali. Katanya kau alergi udang? Aku tidak bisa menghabiskan semuanya. Tapi kalau tidak dihabiskan, itu namanya mengecewakan mereka. Tapi tidak masalah, serahkan saja padaku!"


Mo Mo langsung semangat mengambil alih semuanya sendiri dan Wei Yi cuma bisa merana membantunya mengupas kulit udang. Parahnya lagi, Mo Mo malah sengaja menyodorkan udang itu di hadapannya sambil berusaha membujuknya untuk makan satu, makan satu doang tidak akan kenapa-kenapa kok. Cobalah.

Wei Yi kontan tergoda dan hampir saja mau melahap udang itu, tapi Mo Mo mendadak berubah pikiran dan menjauhkan udang itu darinya. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Wei Yi, maka dia tidak akan menggendong Wei Yi. Kalau dia sampai masuk rumah sakit, bagaimana dia akan menjelaskan pada ayah dan ibu. Mending jangan makan deh.


"Cuma makan satu, tidak akan alergi kok." Ujar Wei Yi yang sudah pengen banget makan udang itu.

"Hmm, yah. Ibu bilang seseorang makan banyaka sekali udang pada malam tahun baru. Sudah pasti dia nggak alergi." (Pfft! Ternyata Mo Mo sudah tahu)


Wei Yi langsung kesal merebut udang-udang itu dan memakannya. Jadi... Wei Yi sudah jatuh cinta padanya sejak saat di pantai waktu itu? Wei Yi menyangkal dengan gengsi.

"Nggak? Kalau nggak, terus ngapain kau memberikan udangnya padaku?"

"Aku curiga kalau udangnya beracun."

"Kau yang beracun. Kau membencinya karena kau menyukainya."


Fu Pei membawa Shan Shan jalan-jalan di pinggir sungai, tapi Fu Pei tampak gugup banget entah karena apa. Shan Shan sampai heran sendiri melihatnya.

Fu Pei tiba-tiba saja berhenti jalan lalu menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya... sebelum akhirnya dia berlutut sampai membuat Shan Shan kaget, dia ngapain? Ayo, bangun!

"Aku... aku melamarmu. Kita menjalani LDR. Kau memang masih kuliah dan aku baru memulai bisnisku, aku punya prestasi apapun. Tapi kalau kita menikah segalanya akan baik-baik saja. Menurutmu bagaimana?"

"Baiklah." Shan Shan bahagia.

Tapi Fu Pei malah nggak nyambung dan terus saja nyerocos saking gugupnya. Saat akhirnya dia ngeh dengan jawaban Shan Shan barusan, dia sontak jejeritan heboh saking senangnya.


Karena mereka menikah tanpa mengenakan gaun pengantin, maka hari ini Wei Yi dan Mo Mo akan melakukan pemotretan dengan memakai gaun pengantin. Wei Yi sudah siap duluan, tapi Mo Mo masih didandani di dalam dan lama banget. Tapi saat akhirnya dia keluar, Wei Yi kontan terpesona.

"Kenapa? Tersihir oleh kecantikanku?"

"Nggak tuh. Ayo. Kita harus melakukan pemotretan outdoor dulu."


Wei Yi mengulurkan tangannya dan menuntun Mo Mo keluar sambil mengenang kembali segala hal bodoh yang dilakukannya demi Mo Mo. Sejak bertemu dan jatuh cinta pada Mo Mo, rasanya IQ-nya jadi menurun.

Dia yang biasanya selalu tenang, jadi panik setiap kali Mo Mo sakit atau setiap kali dia mengira terjadi sesuatu yang buruk pada Mo Mo. Tapi melihat Mo Mo selalu tersenyum setiap hari, juga membuatnya ikut tersenyum.


Mo Mo senang banget pemotretannya sambil nyetir mobil. Wei Yi sebenarnya khawatir, apalagi Mo Mo mengaku sendiri kalau dia sudah lama tidak menyetir mobil.

"Lupakan saja, belakangan ini IQ-ku benar-benar menurun. Contohnya, walaupun aku tahu ini berbahaya, tapi aku tetap masuk mobil dan membiarkannya menyetir."


Beberapa tahun pun berlalu. Hari itu, Mo Mo sedang memasak di dapur dan merasa agak terganggu dengan rambutnya. Seperti biasanya, dia langsung berteriak memanggil Wei Yi dan menyuruh Wei Yi untuk mengikatkan rambutnya.

Wei Yi melakukan perintahnya dengan patuh lalu kembali ke ruang kerjanya. Mo Mo lalu meninggalkan masakannya untuk masuk kamar.


Tidak ada seorangpun di antara mereka yang mempedulikan putra mereka, Gu Mo Wei, yang suntuk banget ditinggal sendirian di ruang tamu.

Bosan, Mo Wei langsung saja usil menirukan cara mamanya meneriaki papanya. "Gu Wei Yi! Ambilin aku jus jeruk! Aku Si Tu Mo!"

Teriakannya sukses membuat papa dan mamanya langsung keluar kamar sambil senyam-senyum geli melihat tingkah putra mereka itu.

THE END
(Err, nggak ding, masih ada ekstra story, tungguin yah ^^)

Post a Comment

1 Comments

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam