Tee mencari Beauty tapi malah mendapati meja kerjanya kosong dan cuma dapat sambutan senyum manis dari para designer banci di sana. Kratua melapor kalau Beauty tadi bilang mau bekerja dari rumah.
Saat dia menanyakan hasil design mereka, para designer itu sontak serempak menunjukkan gambar-gambar hasil karya mereka. Tee mengingatkan mereka untuk memperlihatkan sample mereka nanti sebelum dipresentasikan pada pelanggan mereka lalu pergi.
"Tampannyaaaa~~~" lolong salah satu designer.
"Hatiku meleleh~~~"
Tapi mereka penasaran, apakah presiden satu dan presiden dua pacaran? Kratua menyangkal, tapi mereka tak percaya. Sikap mereka menunjukkan kalau mereka ada apa-apa. Buktinya mereka selalu saling mencari satu sama lain.
Kratua ngotot tak percaya. "Selalu apaan? Mereka berdua itu selalu bertengkar."
"Tapi mereka sangat cocok satu sama lain."
"Hei, Poy. Balik ke hutan sana. Jangan mengurusi para siamang (para banci menyebut wanita sebagai siamang). Akan kusuruh manager untuk memotong gaji kalian kalau kalian tidak bekerja sekarang!"
Dia memperingatkan mereka untuk mengurusi urusan mereka sendiri. Tapi kemudian, dia sendiri malah pergi untuk ngegosip ke Pat dan memberitahukan semua dugaan para designer barusan.
Pat ngotot tak mau mempercayainya dan menolak mendengarkan apapun lebih lanjut. Dia bahkan mengancam akan memotong gaji atau memecat mereka kalau mereka berani ngomongin masalah ini lagi.
Beauty akhirnya berhasil juga menyelesaikan design-nya. Selesai menggambar, Beauty langsung menikmati kudapan yang sedari tadi belum disentuhnya.
Bibi Jan berkomentar kalau kebiasaan Beauty ini sama persis seperti ibunya dulu. Saat Seenuan dan A-ngoon datang tak lama kemudian untuk membawakan snack juga, Beauty tanya di mana dia bisa mendapatkan kain buatan tangan dan memakai pewarna alami.
Seenuan tak tahu karena pabrik tidak pernah memesan kain seperti itu sebelumnya. Tapi Bibi Jan tahu orang yang membuat kain semacam itu. Masalahnya, orang itu adalah saudaranya yang tinggal jauh di Roy-ed.
Beauty shock mendengarnya. Tapi oke lah, dia akan mengirim Bibi Jan terbang ke sana sekarang juga dan kembali besok pagi. Oke? Tapi Bibi Jan tidak bisa, dia kan sudah tua. Pfft! Galau deh.
Ah, tapi kemudian Seenuan ingat. Mereka bisa membeli kain semacam itu di pusat kerajinan. Beauty sontak semangat menyuruh Farang untuk menyiapkan mobil.
Kratua dan para designer sedang sibuk dengan sample mereka sendiri saat Beauty datang dan memberitahu kalau dia sudah selesai membuat design-nya. Jadi bagaimana mereka akan membuat sample-nya?
Mereka sontak canggung mendengarnya. Kratua beralasan kalau para pembuat sample sudah punya banyak pekerjaan, jadi mereka tidak akan bisa membantunya membuat sample.
Beauty jelas kesal mendengarnya. Dia presiden perusahaan ini tapi tidak ada yang bisa membantunya membuat sample? Pat mendadak muncul dan sok mengomeli mereka untuk menghentikan pekerjaan mereka yang lain dan membantu presiden mereka untuk membuatkan sample-nya.
"Tidak masalah jika kau menginginkan itu." Sinis Pat.
Beauty tak gentar. "Ya, aku menginginkannya!"
Jadilah mereka berdua kontes melotot. Tapi Tee berkata kalau Beauty harus menunggu karena pembuat sample harus bekerja sesuai antrian. Beauty tidak terima. Tee kan tidak memberitahu tentang deadline-nya sebelumnya.
Kedua wanita itu terus saja berdebat sampai Tee yang harus melerai mereka dan mengusulkan agar Beauty mempekerjakan pembuat sample untuk mengerjakan sample-nya setelah jam kerja mereka usai.
"Setelah jam kerja usai? Aku tidak bisa bekerja di malam hari!"
Pat langsung sinis mengira Beauty masih sempat-sempatnya pesta malam. Kesal, Beauty menyuruhnya tutup mulut saja kalau dia tidak tahu apa-apa.
Kalau begitu, Beauty harus menunggu sampai besok. Beauty tidak mau, pokoknya harus selesai hari ini, sekarang juga. Kesal, Tee mengancam tidak akan mengikutsertakan design-nya Beauty jika dia tidak mau mengikuti aturan.
Tapi tiba-tiba Piwara bergegas datang mengabarkan kabar buruk. Para designer sakit dan muntah-muntah. Mereka pun bergegas kembali ke ruang kerja designer dan benar-benar mendapati para pembuat sample muntah-muntah entah karena apa.
"Apa kau sudah memanggil ambulance?" Tanya Tee.
"Sudah. Aku juga sudah memanggil biksu untuk memanjatkan doa."
"Menurutku, lebih baik kau memanggil polisi. Bagaimana bisa kau membuli seseorang sampai menyakiti orang lain seperti ini? Keterlaluan!" Tuduh Beauty.
Pat tidak terima. "Siapa yang sedang kau bicarakan?"
"Tentu saja seseorang yang selama ini membuliku dan tidak ingin aku menjadi presiden. Aku kan sudah bilang, ini tidak akan menghentikanku. Dan kau harus bertanggung jawab!"
Pat tidak terima, bukan dia pelakunya. Mereka hampir saja cakar-cakaran kalau saja Tee tidak segera menghentikan mereka dan menyuruh Beauty untuk menunggunya di kantornya.
Suasana begitu kacau balau hingga tidak ada satupun dari mereka yang menyadari ekspresi mencurigakan Piwara. (Kayaknya dia pelakunya dan Pat beneran tidak tahu apa-apa)
Lalita cemas meminta Dewi untuk membantu Beauty sebelum segalanya tambah runyam. Tapi Dewi tidak bisa, masalah ini bisa selesai dengan damai jika pikiran Beauty bisa tenang. Tapi bagaimana bisa pikiran Beauty tenang jika pikiran Lalita sebagai malaikat pelindungnya juga tidak tenang?
Tak ada bukti sama sekali akan siapa pelakunya karena ada seseorang yang dengan sengaja menutupi kamera CCTV saat kejadian itu terjadi. Beauty dan Tee sontak menatap Pat yang terus bersikeras bahwa bukan dia pelakunya. Dia kan bersama mereka berdua saat kejadian itu.
Beauty tak percaya. Tee dengan cepat menyela mereka sebelum mereka berdebat lagi. Mereka akan menemukan buktinya nanti. Tapi sekarang yang harus mereka lakukan adalah membuat sample sebelum deadline.
Beauty heran, perusahaan sebesar ini tapi pembuat sample-nya sangat sedikit. Lebih anehnya lagi, semua orang malah kena masalah di saat seperti ini. Kalau begini caranya, bagaimana bisa mereka memproduksi barang yang bisa bersaing dengan perusahaan lain?
"Hei! Alasan kita cuma punya sedikit pembuat sample adalah karena kebanyakan dari mereka pindah ke perusahaan saingan kita."
"Ke Jade Garmet yang kabarnya ada hubungannya denganmu."
"Kau yakin orang lain dan bukannya orang dalam yang berpikir untuk berkhianat?"
Tee sontak membentak mereka untuk berhenti bertengkar dan menyuruh Beauty untuk membuat sample-nya sendiri. Dia kan pernah belajar design.
Tentu saja Beauty bisa, tapi dia tidak mau dan bersikeras menyuruh mereka untuk menemukan solusinya. Pat nyinyir, jangan-jangan piagamnya Beauty itu bukan hasil karyanya sendiri?
"Aku melakukannya sendiri. Setiap detilnya!"
"Oh, yah? Kalau begitu, tunjukkan."
"Bagaimana bisa dalam waktu sesempit ini?"
"Sudah kuduga."
Terprovokasi, Beauty akhirnya setuju. Dia akan membuatnya sendiri. Akan dia tunjukkan pada mereka.
Di luar, Kratua juga mondar-mandir panik karena sekarang tidak ada yang membantunya membuat sample. Saat mereka kembali ke kantor, Pat langsung marah-marah menuduh Kratua pelakunya.
Kratua membela diri, sungguh bukan dia pelakunya. Walaupun dia memang tidak ingin Beauty menjadi presiden, tapi dia tidak akan melakukan hal yang akan membuat dirinya sendiri dalam masalah. Sekarang dia harus membuat semua sample-nya sendirian.
"Kalau bukan kau lalu siapa?"
Kratua yakin teman-temannya juga bukan soalnya mereka tadi hampir pingsan saat melihat para pembuat sample muntah-muntah. Kalau begitu cuma satu orang yang paling mencurigakan, jangan-jangan Piwara pelakunya.
Piwara ngotot bukan dia. Kalau begitu, pasti Beauty pelakunya. Dia melakukannya karena dia tidak akan bisa membuat sample tepat waktu. Kesal, Pat bersumpah tidak akan membiarkan Beauty begitu saja.
Sesampainya di rumah, Bibi Jan membuka kain penutup sebuah mesin jahit kuno milik mendiang Ibunya Beauty dan tak pernah lagi digunakan sejak Lalita meninggal dunia, tapi Bibi Jan selalu merawatnya setiap tahun.
Beauty langsung tersenyum teringat saat ibunya dulu membuatkannya baju dengan mesin jahit itu. Tapi dia tak sempat memikirkannya lebih jauh karena saat itu juga, alarmnya berbunyi.
Sudah jam 5 sore dan dia bahkan belum melakukan apapun. Dia berusaha meminta Seenuan untuk membantunya membuat pola, tapi Seenuan mengaku kalau dia hanya tahu cara memotong kain. Dia tidak bisa membuat pola.
"Lalu apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Maaf, nona."
"Aku tidak marah padamu, Bi. Aku cuma takut tidak akan bisa selesai tepat waktu."
"Haruskah saya memanggil Somcheng untuk membantu?"
"Tidak usah. Sudah terlalu telat. Aku masih harus menunggu sampai pagi."
Melihat kebingungan Beauty, Bibi Jan menawarkan bantuannya. Dulu dia sering membantu Ibunya Beauty membuat baju-bajunya Beauty.
Pon juga langsung menawarkan bantuannya, dia lulusan jurusan Home Economic, loh. (Ilmu mengelola keuangan keluarga dan segala macam pekerjaan rumah tangga. Keren, uey! Pembantu juga lulusan universitas)
Beauty langsung sumringah mendengarnya. Kalau begitu, Bibi Jan dan Pon membuat pola. Beauty akan mengecek pekerjaan mereka besok pagi. Dia juga menyuruh Bibi Jan untuk menyuruh Somcheng cuti besok agar bisa membantunya. Dia lalu menjelaskan apa-apa saja yang harus mereka buat.
Pada saat yang bersamaan, Tee sedang makan malam bersama Orn. Tapi dia bahkan tidak konsen dengan makanannya dan melamun. Orn jadi penasaran, apa yang sedang dia pikirkan?
Tee bahkan tidak mendengarkan Orn sampai Orn harus melambaikan tangan di depan mukanya. Apa Tee mencemaskan pekerjaan? Tanya Orn.
"Iya. Aku harus menyerahkan sample untuk pelanggan besok, tapi mereka belum selesai."
"Kau terlihat gugup. Apa ada yang bisa kubantu?"
"Tidak usah. Aku cuma berpikir terlalu berlebihan. Beauty pasti bisa menyelesaikannya tepat waktu."
Orn sontak canggung mendengar Tee ternyata mengkhawatirkan Beauty. Ngomong-ngomong, apa kabar Beauty?
"Dia harus men-design dan mengerjakan sample-nya seorang diri."
"Sungguh? P'Beauty itu hebat. Dia pintar dan cantik. Aku ingin jadi seperti dia."
"Kau tidak perlu iri padanya, Nong Orn. Kau sudah pintar, kok. Kau pintar dalam merangkai bunga-bunga dan memasak."
Orn tersipu malu mendengarnya. Tapi Tee tetap tidak bisa tenang dan terus memikirkan Beauty.
Para anak buahnya Beauty sibuk bekerja sama mengerjakan bajunya Beauty. Mereka tidak sadar kalau nona mereka sebenarnya sedang mengawasi mereka dari jendela, senang dan terharu melihat semua orang yang membantunya.
Kalau begitu, sekarang dia harus pergi untuk menemukan bukti. Setibanya di rumah Pat, dia malah mendapati Pat lagi asyik nonton TV.
"Kau nonton TV setelah membuli seseorang? Apa kau tidak merasa bersalah sama sekali?"
Korn pulang tak lama kemudian dan langsung mengkonfrontasi Pat tentang kejadian tadi siang. Korn curiga kalau Pat lah yang membuat orang-orang itu muntah-muntah.
Pat tidak terima. "Bagaimana kalau aku bilang kalau aku tidak melakukannya? Apa ayah akan mempercayaiku?"
"Bohong!" Cicit Beauty.
Pat jelas bingung, dari mana cicit burung itu berasal? Korn terus menuntut siapa pelakunya. Pat mengklaim tak tahu. Kenapa Korn tidak pernah berpikir kalau keponakan kesayangannya lah yang mungkin melakukannya?
"Kenapa juga aku melakukannya?!"
Korn juga berpikir sama seperti Beauty. Tidak ada alasan bagi Beauty untuk melakukannya. Pat ngotot beralasan kalau Beauty pasti melakukannya gara-gara dia tidak bisa membuat sample-nya.
Beauty itu kan bisanya cuma menghambur-hamburkan uang. Dia lulus juga karena ijazah-nya dia beli. Pat bahkan yakin kalau piagam yang dibangga-banggakan Beauty itu juga pasti dia beli.
"Itu tidak benar. Aku tahu bagaimana melakukannya dan akan kutunjukkan padamu! Cewek kuno!"
Gara-gara cuitannya, Pat jadi menyadari kehadirannya dan langsung berusaha menangkapnya. Beauty sontak terbang menyembunyikan dirinya.
Pat awalnya mengira kalau itu burung peliharaan mereka yang kabur dari kandang, tapi kemudian dia ingat kalau mereka tidak punya burung peliharaan yang warnanya seperti itu. Tapi kenapa burung itu tampak familier?
1 Comments
Lanjut...
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam