Janward membenarkan. Dia melihat sendiri Karakade sama sekali tidak takut pada ular. Khun Ying Jumpa bahkan pernah bilang padanya kalau Karakade itu sangat berani dan suka menangkap ular buat mainan. Buset! Wkwkwk!
"Ma-mainan?" Kade ngeri sendiri mendengarnya. Canggung, dia beralasan kalau itu terjadi sebelum dia kena mantra bulan. Tapi sekarang... dia tidak suka lagi.
Tiba-tiba muncul seorang pelayan membawa sebuah guci. Dia datang untuk mengambil sesuatu. Tongbai lalu membantunya mengambilkan beberapa belut dari gentong dan kontan membuat Kade menjerit ngeri.
"Mereka mau apa dengan ular-ular itu?!"
"Itu belut bukan ular. Tapi... kau kan juga makan ular."
"Makan ular?!!!"
Janward membenarkan. Karakade pernah bilang bahwa orang-orang di kampung halamannya suka makan ular hidup-hidup. Segala macam ular mereka makan. Kade bahkan pernah bilang kalau kulit ular itu rasanya sama seperti kulit ayam.
"Untung aku tidak pingsan." Pfft! Kade kepanasan mendengar semua itu. "Sudahlah. Ini masih belum berakhir. Ayolah, Mae Janward. Akan kuajari kau cara membuat bumbu rujak."
Dia lalu menyuruh Pin dan Yam untuk membawakannya beberapa bahan seperti gula aren, cabe kering, bawang, saus ikan, dll.
Tapi pelayan dapur langsung menyembunyikan semua bahan-bahan itu dan bahkan sebelum duo pelayan bergerak, Salee (si pelayan dapur yang badannya besar) menghalangi mereka dan mengklaim semua bahan itu tidak ada.
Kade jelas tidak percaya. Ini dapur, bagaimana mungkin tidak ada? Salee ngotot kalau dia bilang tidak ada yah tidak ada.
"Kenapa tidak ada? Bagaimana kalau Khun Ying Jumpa ingin memakan... apa namanya, jao ka?"
"Nam Pla Wan."
"Nam Pla Wan, apa yang akan kau lakukan?"
"Aku tidak pernah mendengarnya. Bagaimana bisa 'nam pla' (saus ikan) rasanya manis?" Nyinyir Tongbai.
Gregetan, Kade langsung maju yang kontan membuat kedua pelayan dapur itu mundur ketakutan. Sementara dia memagari kedua pelayan dapur itu, Pin dan Yam mulai bergerak untuk mengambil semua bahan-bahan yang mereka perlukan.
Sementara Kade sibuk memasak bumbu rujak dan mengiris mangga-mangganya, Janward malah sibuk mengukir mangga-mangga itu.
Begitu semuanya sudah jadi, Kade membagi-bagikan semua mangga-mangga itu untuk dinikmati semua orang, termasuk untuk para pelayan dan menyuruh beberapa pelayan untuk membawa beberapa piring ke para tamu.
Dengan bangga dia menyajikan masakannya itu pada Janward. Tapi dia memperingatkan Janward untuk tidak makan kebanyakan biar dia tidak sakit perut. Dia tidak mau disalahkan kalau Janward sampai sakit perut loh.
Janward agak ragu memakan makanan yang baru pertama kali dilihatnya itu. Tapi dia memperhatikan para pelayan tampak sangat amat menikmatinya, termasuk Salee dan Tongbai.
"Apa yang kau bingungkan, Mae Ying Janward? Sikat aja!"
"Aku tidak bisa memahami kata-katamu Mae Ying Karakade. Cara bicaramu sangat aneh. Apa orang-orang dari Muang Songkrae bicara seperti ini? Karena itukah Nang Pin dan Nang Yam memahami bahasamu?"
"Mereka sudah terbiasa. Ayolah, Mae Ying Janward. Begitu kau mulai makan, kau akan sulit berhenti, kor bok (kukasih tahu kau)."
Janward mencobanya dengan agak ragu-ragu. Tapi begitu merasakannya, dia akhirnya ikut mengakui. "Zaep!"
Pfft! Dia salah melafalkan 'zaap' jadi 'zaep' yang artinya menyengat. Kade kontan ngakak mendengarnya.
Semua orang benar-benar menikmati cemilan itu. Bahkan para tamu pun langsung suka. Penasaran melihat semua orang tampak menikmati hidangan itu, Por Date akhirnya ikutan mencicipinya juga dan langsung suka.
Tapi saat dia hendak memasukkan gigitan kedua ke dalam mulutnya, Kade mendadak muncul dan langsung menggodanya. "Enak, kan, Khun P'?"
Wkwkwk! Por Date langsung batal makan dan balik jaim mode on. Kedua wanita itu kembali duduk di sana dan Kade langsung menanyakan pendapat Ayah Por Date.
"Aku tak pernah tahu kalau Muang Songkrae punya saus selezat ini." Puji Ayah.
Khun Lek setuju. "Aku tidak pernah makan mangga seperti ini sebelumnya."
"Sepertinya mulai sekarang, setiap rumah harus menambahkan satu menu lagi." Ujar Khun Ban.
Beberapa pelayan lalu datang membawakan mangga untuk para pelayan pria yang sontak rebutan.
Tapi kemudian Por Date merusak suasana dengan menentang pendapat semua orang. Menurutnya, saus ini rasanya terlalu manis. Sesuatu yang berlebihan tidak baik untuk perut.
"Khun P', apakah kau bermaksud bilang bahwa manis itu racun dan pahit itu obat? Tapi ini cuma makanan pembuka, jadi kau tidak perlu makan banyak-banyak. Khun P', kau menjaga dirimu sendiri dan kesehatanmu dengan sangat baik." Balas Kade.
Ayah setuju dengan pendapat Kade yang jelas saja membuat Por Date tak bisa berkutik lagi. Ayah senang melihat suasana ramai begini, sudah 4-5 hari ini Khun Ying Jumpa pergi, rasanya sepi cuma makan bertiga saja. Ayah akan sangat senang jika Khun Lek, Khun Ban dan Janward bisa makan bersama mereka.
"Selesai makan, mari kita membaca puisi. Bagaimana?" Usul Ayah.
Khun Lek setuju. Bahkan dengan bangga ia memberitahu mereka bahwa putrinya ini cukup ahli membuat puisi.
Malam harinya, para pemusik mengiringi kegiatan para bangsawan yang sedang berleha-leha. Sementara itu, Ayah, Por Date dan Janward tampak sibuk membuat syair puisi.
Tapi kemudian Kade memperhatikan Por Date melirik Janward, dan sepertinya dia agak cemburu melihat itu. Janward yang paling cepat menyelesaikan puisinya lalu mulai membacakannya dengan penuh penghayatan dan sambil melirik Por Date dengan malu-malu.
Por Date kagum dan langsung memuji puisinya. Sekarang giliran Por Date membacakan puisinya. Puisinya jelas ditujukan untuk Janward, apalagi dia membacanya sambil terus menatap Janward.
Para tetua langsung memuji-muji puisi karangan kedua muda-mudi itu dan kehebatan mereka dalam membuat syair. Khun Ban penasaran, apa Kade tidak mau ikutan? Waduh, Kade cuma bisa mesem canggung mendengarnya.
Tapi kemudian Por Date berkata kalau Kade itu tidak mengerti puisi. Entah apakah dia bisa membuat puisi, tapi sepertinya dia tidak bisa. Kade jelas kesal mendengar ejekannya.
"Apa kau tidak mau bertanding, Mae Karakade?" Tanya Meun Reung.
"Bertanding apa?"
"Membuat puisi atau sajak."
"Aku mungkin bisa membuat beberapa 'puisi pintu'." Ujar Kade sambil terkekeh geli yang kontan menular ke Reung walaupun Reung tidak mengerti apa maksud Kade.
Tapi kemudian dia mendapati semua orang sedang menatap mereka. Reung minta maaf, dia terlalu terbawa suasana soalnya. Kade ngomongnya lucu. Por Date sontak melempar tatapan tajam padanya.
Mengacuhkan Por Date, Reung terang-terangan mengaku ke Kade kalau dia suka bicara dengan Kade, Kade membuatnya senang.
"Aku suka orang tertawa." Ujar Kade... yang kontan mendapat tatapan seram dari Por Date. "Lihatlah temanmu itu. Matanya melotot ke kita."
"Dia tidak suka kita berteman." Bisik Reung.
"Diejek seperti ini, apa kau tidak mau mencoba?" Tantang Khun Lek
Kade bingung harus bagaimana. Apalagi kemudian Ayah langsung saja memberinya papan tulis. Terpaksalah dia harus mencoba. Tapi dia benar-benar bingung harus menulis apa, dan akhirnya berinisiatif untuk memakai puisi milik orang lain yang pernah dipelajarinya.
Tapi terlebih dahulu di dalam hatinya, dia meminta maaf pada Yang Mulia Pangeran Bidhya yang menulis puisi Kanok Nakhon karena dia akan menggunakan puisi sang pangeran.
Dia menulis puisi itu dengan cepat sebelum kemudian membacakannya dan kontan membuat Por Date speechless. Semua orang pun terkagum-kagum mendengar puisinya itu.
"Aku tak pernah tahu bahwa keponakanku ternyata bisa membuat puisi seperti itu." Ayah bangga, dan Kade cuma bisa tersenyum canggung mendengarnya.
Por Date jelas-jelas kagum dengan puisinya. Tapi saat Ayah menanyakan pendapatnya, dia sok berkomentar kalau puisinya Kade itu biasa saja, Kade sebal. Tapi Janward memperhatikan tatapan kekaguman Por Date pada Kade, dan itu membuatnya sedih.
3 Comments
Lanjut......Semangat!!!!
ReplyDeleteSemangat lanjuuut ya mba....
ReplyDeleteLanjut
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam