Di dalam rumah, Thit lagi mondar-mandir gelisah. Dia mau menelepon seseorang, tapi Jee masuk kembali saat itu dan langsung merebut ponselnya. Thit tidak boleh menghubungi siapapun saat ini.
Dia itu kan pengacara, seharusnya dia tahu bahwa saat nyawa saksi berada dalam bahaya, mereka harus tetap diam dan tidak mengontak siapapun. Dia bahkan langsung mematikan ponselnya Thit. Thit sontak melotot ke Guru Arie seolah minta penjelasan.
"Jangan tatap aku. Hidupku juga sedang terancam saat ini."
Jee menyuruh Thit istirahat di sini saja malam ini, besok saja mereka berdiskusi lagi dengan Chait tentang apa yang harus mereka selanjutnya. Dia mau pergi dulu sekarang.
"Tunggu! Kau mau ke mana?"
"Kembali ke rumah sakit. Aku harus mengembalikan mobilnya Khun Jane dan aku juga ingin mengecek kondisinya Khun Jade."
"Aku tahu kau mengkhawatirkan Khun Jade, tapi sekarang sudah malam. Bagaimana bisa kau pergi sendirian?"
"Menyetir sendirian sudah biasa bagiku."
"Tapi sekarang bukan saat yang tepat. Mereka melihatmu bersamaku dan mereka bisa saja menunggumu sekarang."
Ekspresinya Guru Arie lucu banget
"Bagus. Jadi aku bisa memancing mereka ke kantor polisi."
"Bagus. Kalau begitu aku juga ikut."
"Hei! Aku kan sudah menyuruhmu untuk tinggal di sini."
"Kalau kau ingin aku tinggal di sini, maka kau juga harus tinggal di sini." Tuntut Thit sambil memegangi tangan Jee.
"Kenapa kau ingin aku tinggal di sini?"
"Karena aku cemas..."
Keduanya sontak canggung mendengarnya, apalagi Guru Arie yang merasa tak enak sendiri karena jadi orang ketiga di antara mereka.
"Aku harus tidur... sekarang sudah hampir tengah malam. Biasanya aku tidur jam 10 biar tbuhku bisa menciptakan hormon. Makanya mukaku tetap kencang seperti ini. Tuh lihat. Begini saja, kau dan Khun Sathit tidur saja di sini."
Dan kalau mereka mengkhawatirkan Jade, gampang saja solusinya, mereka bisa menelepon orang-orang yang berjaga di rumah sakit pakai ponselnya Guru Arie. Ia lalu pergi meninggalkan mereka berdua yang masih bersitatap canggung.
Jee lalu menelepon Dao untuk menanyakan keadaan Jade. Dao berkata kalau Jade selamat sekarang dan sudah dipindahkan ke kamar rawat, jadi Jee tidak usah khawatir.
Dan masalah para penjahat itu, Chait sedang berusaha menangkap mereka. Jee tetap di sana saja dan tidak usah kemari. Nanti dia sendiri yang akan mengantarkan Jane pulang.
Jane yang baru keluar dari kamarnya Jade, sempat mendengar ekor pembicaraan mereka. Dia jadi penasaran apakah Thit dan Jee sudah aman sekarang, dan ke mana Jee membawa Thit? Dao juga tidak tahu karena Jee tidak bilang, tapi mereka baik-baik saja kok.
Berhubung dokter tadi sudah memberi Jade obat dan dia tidak akan bangun sampai besok, jadi Jane pulang dan istirahat saja.
Tapi Jane menolak karena dia masih sangat mencemaskan Jade. Untung saja Ibu mereka sedang liburan bersama teman-temannya. Jika tidak, beliau pasti akan pingsan berulang kali mengetahui putranya dalam keadaan seperti ini.
"Khun Jane, Khun Jade itu orang baik. Dia pasti akan baik-baik saja. Lebih baik kau pulang dan istirahat."
Lagipula Chait sudah mengatur agar Jade dilindungi polisi malam ini. Dao akan menjaga Jade setelah dia mengantarkan Jane pulang.
Jane tak enak seperti ini, dia sendiri saja yang berjaga. Lagipula besok Dao kan masih harus bekerja. Dao tidak masalah, sekolahnya kan dekat dengan rumah sakit ini. Dia masih sempat menjaga Jade sejam sebelum jalanan mulai ramai besok.
Jane akhirnya setuju. Tapi saat teringat kedekatan Thit dan Jee tadi, Jane bertanya blak-blakan, Dao menyukai kakaknya kan? Dao gugup tak tahu bagaimana menjawabnya. Tapi bahkan tidak dijawab pun, Jane tahu betul kalau Dao menyukai kakaknya.
Awalnya dia tidak mau ikut campur dan membiarkan mereka berdua memutuskan sendiri. Tapi hari ini dia menyadari bahwa tidak ada yang pasti dalam hidup ini.
Karena itulah, dia akan menyuruh Jade untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya secepat mungkin. Dan nasehatnya ini juga dia tujukan pada Dao.
"Tidak ada banyak kesempatan dan P'Jade sebentar lagi akan pergi (kembali ke pekerjaannya). Jika ada yang ingin kau katakan pada P'Jade, maka katakanlah padanya segera. Aku ingin P'Jade bersama wanita yang sungguh-sungguh mencintainya."
Jee baru keluar dari kamar mandi dan Guru Arie langsung ngedumel panjang lebar sambil mengambil bantal dan selimut untuk tidur di luar.
Dia sungguh tidak mengerti hutang apa yang dia miliki pada Jee di kehidupan masa lalu mereka hingga dia harus terus menerus membayarnya di kehidupnnya yang sekarang ini.
Jee bahkan merampas rumah dan tempat tidurnya. Dia yang punya rumah, tapi kenapa dia yang harus tidur di luar? Terus apa lagi yang mau Jee rampas darinya?
"Aku ingin merampas hati Guru."
"Kau mau merampas hatiku? Bahkan sekalipun aku mengizinkan, kau tidak akan melakukannya. Karena kau ingin merampas hati orang lain, bukan?"
"Guru ngomong apaan sih?"
"Aku mengatakan yang sebenarnya. Seharusnya kau membiarkan Khun Sathit tidur di atas dan kau tidur di lantai bawah. Jadi waktu tengah malam nanti kalau kau ingin memper**sa Khun Sathit, dia bisa mengunci pintu."
"Eh, Guru! Apa kau sudah gila? Kenapa juga aku ingin memper**sa Khun Sathit?"
"Biar kau bisa merampas hati dan tbuhnya."
"Guru!"
"Hei! Jangan bentak aku. Aku kan cuma menggodamu. Aku mau tidur!" Tapi tunggu dulu. Ada apa dengan pipinya Jee? Kelihatannya merah seperti... "Oh, aku tahu. Kau tersipu malu. Jee tersipu malu nih yeh~~~"
"Oooiii! Guru!" Jee sontak meninjunya dengan sebal. "Pergi tidur sana!"
Tapi begitu Guru Arie keluar, Jee langsung menatap bayangan dirinya di cermin dengan malu-malu.
Thit sendiri tidak bisa tidur dan akhirnya memutuskan kalau dia pasti lapar. Dia langsung ke dapur dan menemukan susu di kulkas. Tapi saat dia hendak memasaknya, dia malah mendapati panci-panci bertumpukan jadi satu.
Dia sukses mengambil pancinya tanpa ribut. Tapi saat dia mau mengambil tutup panci, dia malah tak sengaja menjatuhkan panci lain sampai berbunyi kelontangan keras.
Jee sontak terbangun mendengar suara itu dan langsung cemas mengira ada penyusup. Tapi saat dia turun, dia tak mendapati ada apapun di sana. Suasana gelap dan tenang.
Mengira Thit masih tidur, Jee berkeliling memeriksa rumah itu sepelan mungkin biar dia tidak membangunkan Thit hingga akhirnya dia masuk dapur dan menemukan sumber suara gaduh barusan, si panci yang terjatuh.
Tapi dia tidak curiga kalau panci itu mungkin dijatuhkan orang, soalnya semua peralatan masaknya Guru Arie memang berantakan. Begitu Jee mematikan lampu lagi dan keluar dapur, Thit langsung pura-pura tidur lagi.
Awalnya Jee mau langsung naik, tapi dia penasaran dengan Thit dan akhirnya mendekatinya. Tiba-tiba dia melihat ada nyamuk yang terbang di dekat Thit, Jee langsung mengibaskan tangannya untuk mengusir nyamuk itu.
Tapi nyamuk itu nakal banget dan terus saja terbang di sana. Tapi saat dia hendak menepuk si nyamuk, tiba-tiba saja dia terjatuh tepat menimpa Thit.
Thit langsung terbangun karenanya hingga mereka saling bertatapan dengan canggung. Tapi untunglah suasana lagi gelap, Thit langsung merem lagi sambil pura-pura ngelantur gaje. Hehe.
Malu, Jee cepat-cepat menjauh lalu melarikan diri kembali ke kamarnya tanpa menyadari Thit membuka matanya lagi saat itu sambil nyengir lebar-lebar saking bahagianya. Sesampainya di kamar, Jee langsung bergulingan di kasur dengan hati berbunga-bunga.
Dao masih setia mendampingi Jade. Sepelan mungkin dia menyelimutinya dan menggenggam tangannya. Teringat ucapan Jane semalam, Dao ragu apakah Jade akan menerima perasaannya jika dia menyatakan perasaannya pada Jade.
Saat dia mengusap tangan Jade, tiba-tiba Jade bergerak dalam tidurnya. Bahkan saat dia hendak melepaskan tangannya, Jade tiba-tiba menggenggamnya erat. Dao hampir saja senang, tapi kemudian Jade malah menggumamkan nama Jee dan membuat Dao patah hati.
2 Comments
Heemmm okey lanjuutt min...semangaatt🤩🤩🤩
ReplyDeleteLanjut.....
ReplyDeleteHai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam