Sinopsis Memory Lost Episode 8 - 2

Sinopsis Memory Lost Episode 8 - 2


Setelah mengetahui semuanya dari Xiao Zhuan, Si Bai memasak makanan-makanan kesukaan Jin Xi. Dia tampak sedih mengingat semua kenangannya bersama Jin Xi selama ini.


Keesokan harinya, Jin Xi dan Xiao Zhuan bersama-sama pergi ke stasiun kereta. Saat kereta baru tiba, Si Bai datang. Jin Xi langsung kesal ke Xiao Zhuan, pasti dia yang menyuruh Si Bai datang.

"Bos, dengarkan aku. Kau harus menghadapinya cepat atau lambat. Bicaralah dengannya."

Jin Xi masih canggung menghadapinya. Apa Xiao Zhuan yang memberitahunya? Si Bai mengaku kalau dia sendiri yang menelepon Xiao Zhuan.

"Aku sebenarnya ingin memberitahumu, tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana."

Jin Xi tak enak karena mereka pernah berjanji untuk tinggal di kota ini dan makan bareng tiap ada waktu, tapi sekarang dia malah harus pergi.

Si Bai tak mempermasalahkannya, mereka masih punya banyak kesempatan untuk makan bersama kapan-kapan. Dia mengerti kalau kesempatan seperti ini tak selalu ada. Dia akan selalu mendukung Jin Xi.


Lega, Jin Xi langsung menonjok d**a Si Bai. Dia kira Si Bai bakalan ngomel-ngomel kalau tahu, dia tidak menyangka kalau Si Bai akan sebaik ini. Jin Xi terharu.

Si Bai juga membawakan bekal makan siang untuk Jin Xi. Dia bisa memakannya bersama Xiao Zhuan dalam perjalanan kereta nanti.

Jin Xi sungguh terharu dan langsung memluknya, Si Bai benar-benar teman terbaiknya. Kereta mau berangkat, mereka pun pamit dan berpisah.


Setibanya di kamar asramanya, Xiao Zhuan langsung mengeluh lapar dan Jin Xi menghempaskan dirinya ke kasur. Saat ini mereka seperti kembali jadi anak baru yang memulai segalanya dari awal lagi. Pokoknya mereka tidak boleh sampai kehilangan muka dan mempermalukan reputasi kantor asal mereka.

"Jangan khawatir. Aku, Zhou Xiao Zhuan, akan bertugas sebagai bagian visual."

"Kau? Menurutku kau meninggalkan mukamu di Guan Hu."

"Lihatlah kau. Aku ini sedang berusaha membangkitkan moodmu. Aku cuma bercanda, tahu. Bos, aku yakin dengan kemampuanmu, kau bisa menciptakan duniamu sendiri di sini dan aku akan mengikutimu dan tidak akan pernah meninggalkanmu."

Jin Xi ragu, siapa tahu Xiao Zhuan akan berubah begitu dia bertemu Han Chen nanti. Ayo pergi makan siang.


Di berbagai layar monitor, tampak ada iklan parfum yang dengan dramatisnya mampu meluluhlantakkan orang-orang yang menghirup wanginya.


Di tempat lain, si pria bermasker lagi-lagi mempersiapkan senapannya lalu beraksi menarget korbannya.


Para polisi sedang mengantri untuk makan siang. Jin Xi dan Xiao Zhuan datang terlambat dan antri paling belakang. Han Chen yang ada di barisan depan, melihat Jin Xi dan langsung menyuruhnya maju.

Jin Xi jelas tak enak pada lain karena nyerobot antrian. Tapi polisi di belakangnya Han Chen sama sekali tidak keberatan, dia rela memberikan antriannya pada Jin Xi yang cantik jelita. Jarang-jarang ada polisi divisi investigasi kriminal yang secantik Jin Xi.

Jin Xi memesan makanan dalam jumlah banyak sampai Han Chen heran, bagaimana bisa semua daging itu muat dalam tbuh kecil Jin Xi?

"Aku memang terlahir begitu. Aku bisa makan banyak dan berat bdanku tak pernah naik. Apa kau iri?"


Mereka lalu berjalan ke meja makan, tanpa menyadari Xin Jia yang diam-diam memperhatikan mereka dari belakang tiang dengan wajah kesal.


Jin Xi lalu pergi sebentar untuk membeli minuman. Xiao Zhuan bergabung ke meja mereka tak lama kemudian. Mumpung Jin Xi tak ada, Lao Dao langsung mengoceh tentang kantornya yang dulu yang semuanya pria, memiliki rekan wanita itu menyenangkan.

Cold Face mengaku di kantor lamanya ada beberapa petugas wanita, tapi kebanyakan sudah tidak muda lagi dan tidak cantik. Xiao Zhuan langsung membangga-banggakan Jin Xi yang bukan cuma pintar tapi juga sangat cantik.

"Kalau begitu, pasti banyak pria yang mengejarnya." Komentar Lao Dao.

Komentarnya itu langsung menarik perhatian Han Chen. Xiao Zhuan sudah mau ngomong sesuatu, tapi begitu melihat ekspresi Han Chen, dia langsung mengurungkan niatnya.


Xin Jia memutuskan keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Han Chen untuk memberikan kue bulan titipan Ibunya Han Chen. Dia mau duduk di samping Han Chen, tapi Han Chen cepat tanggap dan langsung menaruh kue itu di bangku sampingnya untuk mencegah Xin Jia duduk di situ.


Dengan canggung dia menyampaikan pesan Ibunya Han Chen lalu pamit pergi. Jin Xi kembali saat itu dan Xin Jia langsung menatapnya dengan penuh kebencian. Jin Xi jelas bingung dengan tatapan intens wanita asing itu.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Jin Xi

"Tidak ada."

Jin Xi pun kembali ke mejanya dengan kebingungan dan Xin Jia berjalan keluar. Lao Dao tanya apakah wanita itu pacarnya Han Chen?


Han Chen menyangkal lalu memberikan kue bulan pemberian Xin Jia tadi pada mereka. Jin Xi penasaran, jika wanita itu bukan pacarnya Han Chen, apa dia penguntit?

"Dia gadis baik. Kalian tidak perlu peduli padanya."

"Tapi, sepertinya dia kecewa."

"Kalau begitu, kau pergi saja untuk menghiburnya."

Jin Xi tak percaya mendengarnya, "Kakak! Kadang aku merasa kau jauh lebih dingin daripada Cold Face. Tidak berperasaan!"

Makan siang mereka tiba-tiba terganggu saat Wen Long datang mengabarkan kalau tim mereka punya kasus pertama. Barusan terjadi pembunuhan penembakan terjadi di Dong Cheng.


Saat mereka tiba di TKP, para wartawan sudah heboh mengerubungi tempat itu. Jin Xi heran kenapa ada banyak sekali wartawan. Petugas berkata itu karena tadinya ada konferensi press sebuah brand parfum di lantai 3. Seharusnya mereka mengambil gambar sang model, tapi malah jadi saksi kejadian ini.

Kasus penembakan ini ternyata bukan pertama kalinya. Kantor Polda menerima dokumen dari Polsek Dong Cheng yang mengatakan bahwa penembakan seperti ini juga terjadi kemarin.


Korban adalah seorang kurir bernama Chen Xi Xian. Umur 23 tahun dan tidak punya pekerjaan tetap dan baru beberapa hari yang lalu dia jadi kurir. Di lengannya, Jin Xi mendapati bekas-bekas penggunakan obat. Mungkin dia penjual obat-obatan terlarang.

Lao Dao merasa kasus ini tidak akan mudah. Di kantor lamanya, dia pernah menangani kasus narkoba dan itu tidak mudah. Jin Xi penasaran, seberapa dalam pelaku membenci korban sampai membunuhnya di hadapan begitu banyak orang.

 

Mereka lalu menonton video kejadian tadi yang direkam salah satu wartawan. Dalam video, terlihat Tuan Chen datang di tengah-tengah acara membawakan paket untuk seseorang bernama Cu Rian.


Sementara Satpam pergi untuk mencari orang yang dimaksudnya, Tuan Chen ikutan menonton acara peluncuran parfum itu.

Perhatian semua wartawan tertuju ke panggung saat sang model utama muncul dan berjalan sepanjang panggung dengan membawa parfum yang keharumannya sukses mempesona semua orang.

Tuan Chen pun mendekat ke panggung untuk ikutan menghirup aroma parfum itu saat tiba-tiba saja dia tertembak dan roboh seketika.


Dari arah tembakannya, Han Chen memperkirakan dilakukan dari kejauhan. Dia lalu tanya apakah di TKP ditemukan peluru? Salah petugas forensik menjawabnya dengan menunjukkan peluru yang ditemukannya.

Cold Face mengenalinya, itu adalah peluru senapan AW-50 - buatan Inggris. Dia menduga kalau si penembak pastilah seorang profesional karena dia menggunakan senapan semacam itu.

Korban pertama kemarin bernama Zheng Cheng Zhi. Seorang pria 42 tahun dan pengangguran. Dari hasil penyelidikan awal, kedua korban tidak saling berhubungan satu sama lain. Tak ada jejak apapun kecuali sama-sama ditemukannya peluru yang sama.


Cold Face menduga mungkin si pelaku menyewa senapan. Di negara mereka ini, senjata api dikontrol dengan sangat ketat. Tidak mudah mendapatkan senapan semacam itu. Kalaupun bisa juga paling cuma pistol.

Dari video juga terlihat kalau korban langsung mati di tempat. Karena itulah, si pelaku pastilah seorang pembunuh profesional atau seorang tentara.

"Kalau dia pembunuh profesional, lalu kenapa dia membunuh seorang kurir?" Heran Xiao Zhuan.


Itu masalahnya. Jika pembunuh profesional ingin membunuh seorang kurir, dia pasti punya banyak cara yang jauh lebih mudah dan tidak ketahuan polisi. Menunggunakan senapan pastinya akan mudah menarik perhatian polisi.

Karena itulah Jin Xi menyimpulkan, "Karena si pelaku tidak takut diinvestigasi polisi... atau dia memang ingin menarik perhatian polisi."

"Maksudmu dia menantang kita?"

"Itu sulit dipastikan sekarang ini."

Satu hal yang pasti, si pembunuh adalah ahli menggunakan senjata dan senapan. Tapi pembunuh profesional seperti dia kan seharusnya membunuh seseorang yang kaya dan berkuasa seperti selebritis atau politisi.


Tapi korbannya malah orang biasa. Kenapa dia ditarget? Lao Dao menduga, mungkin korban mengetahui suatu rahasia dan dibunuh untuk membuatnya tetap diam.

Bukan itu inti masalahnya. Seperti yang dikatakan Jin Xi tadi, kalau memang seperti itu masalahnya, pastinya si pembunuh bisa melakukannya secara diam-diam.

Melakukan pembunuhan secara terbuka seperti ini jelas menunjukkan kalau si pelaku sangat yakin kalau polisi tidak akan bisa menangkapnya.

"Ada kemungkinan lain. Pelakunya mungkin tidak takut ditangkap polisi. Dia mungkin tidak akan mendapat masalah biarpun dia tertangkap."

Kemungkinan itu jauh lebih berbahaya. Seluruh kota ini bisa saja dia anggap sebagai ladang berburu demi memuaskan hasratnya. Dia akan bermain kucing-kucingan dengan polisi dan menunggu polisi menangkapnya.


Jin Xi lalu membayangkan dirinya jadi si pembunuh yang berhenti di tengah-tengah keramaian, memperhatikan setiap orang yang berlalu lalang, memilih targetnya sebelum kemudian bersembunyi dan mulai menembaki korban-korbannya tanpa ampun.


Lao Dao sampai merinding mendengar semua ucapan Jin Xi itu. Xiao Zhuan heran, sebelumnya kan mereka belum pernah berurusan dengan pembunuh semacam ini. Tapi kenapa Jin Xi bisa mengatakan hal seperti itu seolah dia mengenal si pembunuh?

Jin Xi langsung canggung, "Gampang saja. Kau tahu kan kalau aku hebat."


Seorang petugas datang melapor bahwa tak ada seorangpun di gedung ini yang bernama Cu Rian. Jadi nama penerima paket kiriman itu pasti palsu.

Perusahaan tempat kerja Tuan Chen berkata bahwa korban baru bekerja tiga hari dan mereka tidak tahu kalau korban ternyata pemakai.

Mereka juga bilang kalau pacarnya Tuan Chen baru saja meninggal dunia dan dia bekerja untuk menyibukkan dirinya sendiri. Pihak perusahaan merasa kasihan padanya, makanya mereka menerimanya bekerja.

Jin Xi menyimpulkan kalau paket itu pasti sudah dipersiapkan oleh pelaku. Dia lalu datang lebih awal dan menunggu untuk menembak korban. Masalahnya, kenapa dia membunuh Tuan Chen?


Berbeda dengan Jin Xi yang menganalisa pakai ilmu psikologi, Han Chen langsung menyuruh Xiao Zhuan berdiri di tempat korban lalu mulai memperkirakan arah tembakan dengan laser pointer.

Jin Xi langsung nyinyir menyindir cara analisa Han Chen. Kenapa tidak sekalian saja dia memakai alat berteknologi yang lebih tinggi.


Han Chen santai membalas sindirannya, masing-masing anggota tim mereka adalah polisi elit yang memiliki keahlian masing-masing kecuali psikologi kriminal, karena ilmu (psikologi) itu tidak punya standar baku.

Jin Xi jelas kesal. Han Chen cepat-cepat mengalihkan topik dan berkata kalau peluru itu ditembakkan dari gedung sebelah lalu mengajak semua orang pergi ke sana.


Sudah tak ada siapapun di sana saat mereka tiba. Tapi mereka mendapati sebuah pesan dari si pembunuh dan hanya satu huruf: T.

Cold Face dan Lao Dao langsung naik untuk memeriksanya. Jin Xi menduga kalau itu ditinggalkan oleh si pembunuh, maka itu mungkin nama panggilannya atau mungkin dia cuma ingin meninggalkan tanda di TKP.

"Ambigu dan tidak jelas, adalah bagian dari ilmu psikologi kriminal." Sindir Han Chen.

"Maksudmu apa? Apa kau suka bertengkar denganku sekarang?!"

"Ssst! Yang lain sedang melakukan pekerjaan mereka."

"Untuk bergabung dengan Tim Black Shield, setiap orang harus punya keahlian. Termasuk aku, jangan meremehkan kemampuan psikologi kriminalku. Mengerti?"


Cold Face dan Lao Dao memperkirakan dari posisi mana si penembak beraksi dan menemukan selongsong peluru di sana. Pasti di sinilah tempat si penembak beraksi.

Bersambung ke episode 9

Post a Comment

0 Comments