Entah karena kaget atau bagaimana, Vana seketika berubah transparan sehingga Ton bisa menembus tbuhnya. Canggung, Ton meminta maaf sepenuh hati. Dia sama sekali tidak ada maksud untuk mengambil keuntungan dari Vana.
"Aku cuma melihat di lakorn saat nang'ek jatuh di atas pra'ek dan mereka berciuman. Tapi kita... jauh lebih maju, kita saling menembus satu sama lain." Canda Ton.
Vana begitu tercengang sampai-sampai dia tidak mendengarkan panggilan Grarok. Saat akhirnya dia sadar, Vana tanya apakah Ton mimpi buruk. Iya, Ton mengaku kalau dia sangat stres karena pekerjaan sampai kebawa mimpi.
"Jika aku pekerjaanku yang ini gagal, aku akan dipecat."
Tepat saat itu juga, Nuch meneleponnya dan sepertinya dia punya kabar baik untuk Ton. Ton pun bergegas pergi dan Vana masih terperangah karena insiden barusan.
Yo masih menangis sedih saat dia sedang spa dengan ibunya. Ibu mengira kalau putrinya menangis karena kesakitan dipijat terlalu keras. Tapi Yo mengaku kalau yang sakit bukan fisiknya, tapi hatinya.
"Aku tidak mengerti apa sebenarnya salahku? Aku cinta, peduli, hanya memiliki P'Ton seorang dalam hatiku. Tapi P'Ton tidak pernah melihat kebaikanku dan dia bahkan berkata kalau aku tidak mengerti apa yang dia katakan, dan bahwa aku ikut campur dalam hidupnya."
Ibu jelas tidak terima putrinya diperlakukan seperti itu. Tapi Yo malah lebih membela Ton dan mengakui kalau dia memang seperti apa yang dikatakan Ton. Ibu jadi bingung sendiri mendengarnya.
"Semakin aku memikirkannya, aku jadi semakin sedih *Hiks*."
Bahkan setelah selesai spa, Yo terus menerus murung. Ibu heboh sendiri takut wajah putrinya jadi jelek kalau terus murung begitu dan mencoba menyemangatinya untuk senyum.
Ayah malah santai dan justru menyemangati Yo untuk menjadi lebih pintar saja, dia tidak perlu jadi cantik.
"Tapi pria tidak akan memandang wanita yang jelek."
"Tapi Ayah rasa, kecantikan tidak akan bisa memenangkan orang seperti Ton. Ngomong-ngomong, Ayah sebenarnya menyukai Ton. Ton itu orang baik dan pekerja keras. Tapi orang baik seperti Ton itu lebih sulit ditemukan daripada mencari jarum di lautan."
Yo setuju banget dengan ucapan Ayah. Ayah menasehati Yo untuk melupakan kesedihannya dulu sekarang dan cobalah memahami Ton. Ayah yakin dengan begitu, hubungan Yo dan Ton akan kembali normal lagi.
"Itu bagian yang sulit."
"Sulit memang, tapi kau tetap harus berusaha kalau kau tidak mau kehilangan orang baik seperti Ton."
Seolah mendapat semangat baru berkat nasehat Ayah itu, Yo akhirnya mulai bisa tersenyum lagi.
Ton menemui Nuch di depan sebuah restoran. Nuch memberikannya sekeranjang buah dan menyuruhnya untuk memberikan itu pada Sia sebagai permintaan maaf.
Apapun kesalahan yang Ton lakukan pada Sia, dia harus memohon maafnya. Siapa tahu Sia akan berhenti marah dan akhirnya Ton bisa menjual karyanya. Ton kan tidak suka koneksi, jadi hanya ini yang bisa Nuch lakukan untuk membantunya.
"Terima kasih, Nuch. Kali ini aku tidak akan gagal."
"Su su! (Semangat!)"
"Su! Aku masuk yah?"
"Kuharap kau berhasil."
Maka Ton pun masuk dan langsung menyodorkan keranjang buah itu ke hadapan Sia dan meminta maaf pada Sia atas kejadian waktu itu. Tapi Sia tetap keras hati dan menolak maafnya, dia bahkan menolak keranjang buah itu dan mengusir Ton dari sana.
Ton bergeming dan ngotot memohon maaf dan meminta Sia untuk memberinya kesempatan mempresentasikan pekerjaannya.
"Aku tidak akan memberimu kesempatan, karena aku tidak menyukaimu. Pergi!"
Tak menyerah begitu saja, Ton terus membuntuti Sia dan merecokinya. Biarpun dia meminta maaf karena sudah membuat Sia marah. Tapi kejadian waktu itu kan salah Sia sendiri, jadi Ton tidak bersalah sepenuhnya.
Wah! Sia tidak terima dituduh salah. Panik, Ton menegaskan bahwa dia hanya bermaksud untuk menjelaskan apa yang terjadi agar Sia mengerti. Karena itulah, berilah dia kesempatan.
"Tidak mau! Berapa kali pun kukatakan, jawabanku tetap tidak! Tidak! Tidak! Tidak! Berhentilah merecokiku."
Tepat saat itu juga, Orn datang. Tapi yang tidak Sia sangka, selingkuhannya itu malah meminta Sia untuk memberikan kesempatan pada Ton.
"Lihatlah tatapan matanya yang penuh tekad. Jangan menyimpan dendam." Bujuk Orn.
Sia mulai luluh berkat bujukan Orn. Memangnya seberapa penting kesempatan ini bagi Ton? Tanya Sia.
"Sangat-sangat penting. Kesempatan saya itu seperti udara. Tanpa udara, maka saya tidak akan bisa hidup. Tapi kesempatan ini akan memberikan makna lebih dalam hidup saya. Sungguh. Saya tak pernah menginginkan kesempatan apapun sebanyak kesempatan ini. Sungguh." Cerocos Ton setulus hati.
Orn meyakinkan Sia bahwa dia tidak akan rugi apapun dengan memberikan kesempatan pada orang lain. Dengan melakukan itu, dia justru bisa mendapatkan pahala. Jadi, berilah Ton kesempatan.
"Baiklah. Ini karena Orn. Berkat Orn-lah kau bisa punya kesempatan kedua. Besok kau bisa melakukan presentasimu, sekretarisku akan menghubungimu. Dan sekarang, kau pergilah!"
Senang, Ton sontak mengucap terima kasih berkali-kali padanya, lalu bergegas pergi meninggalkan mereka. Sia mau pelukan setelah mereka berduaan, tapi Orn sengaja menghindar dengan alasan mau ke toilet.
Alesan. Padahal dia keluar untuk menemui Ton. Ton mengucap terima kasih pada Orn. Kalau bukan karena Orn, Sia pasti takkan memberinya kesempatan ini.
"Selamat yah. Tapi... aku tidak membantumu gratis loh. Sekarang ini, kau berhutang padaku."
"Tentu saja. Apapun yang anda inginkan dariku, katakan saja. Aku akan dengan senang hati melakukannya."
"Kau harus melakukannya. Tapi tidak sekarang." Ujar Orn.
Ucapannya memang terdengar biasa-biasa saja, Ton pun tidak berpikir yang aneh-aneh. Tapi kemudian Orn mulai meraba-raba tbuh Ton yang jelas saja membuat Ton mulai tak nyaman dengan perbuatannya.
"Dan kau harus membayarku sepenuhnya." Ujar Orn penuh arti sebelum akhirnya masuk kembali ke restoran.
Poh sedang menggubah lagu saat dia melihat Ton pulang dan anehnya, Ton mengetuk pintu dulu sebelum masuk. Poh heran, Ton bilang permisi sama siapa? Jangan-jangan... dia menyimpan selingkuhan di sana.
Ton pulang dengan membawakan sesuatu untuk Vana... satu pot bunga yang sangat cantik dan kontan membuat Vana sumringah. Vana suka.
"Aku tahu kau pasti menyukainya. Kupikir jika kau berada di sekitar tanaman dan bunga-bungaan, itu akan membuatmu merasa seperti di rumah. Saat aku dekat dengan alam, aku juga merasa lebih segar kembali. Menurutmu ini bagus?"
Vana mengiyakannya, tapi ucapan Ton barusan membuat Vana jadi sedih teringat hutan yang dia tinggalkan. Ton penasaran, apakah Vana tidak berpikir untuk pulang? Tempat ini kan tidak lebih baik daripada rumahnya Vana.
"Aku selalu memikirkan tempat yang kutinggalkan. Tapi aku tidak bisa kembali."
"Kenapa kau tidak bisa kembali?"
"Kau sungguh ingin tahu?"
"Iya."
Yo akhirnya memutuskan pergi ke apartemennya Ton lagi. Tapi dia masih penasaran dengan ada atau tidaknya hantu perempuan di apartemennya Ton itu, dan apa alasan Ton ngotot tinggal di sini... jangan-jangan... Ton menyembunyikan cewek di sana.
"Hei, kukira kau bilang kalau kau ingin berusaha memahami P'Ton?" Heran Manow.
"Aku berusaha tapi tak pernah bisa melakukannya. Mungkin dengan menjadi dekat dengan P'Ton, akan membuatku lebih bisa memahaminya. Tapi aku ingin dia memahamiku juga."
Dia santai aja bicara tanpa lihat jalan... saat tiba-tiba saja Manow berteriak sambil menunjuk ke depan... ke tempat Mas Ojek lagi duduk di tengah jalan. Kaget, Yo sontak menginjak rem. Untung tidak sampai menabrak Mas Ojek.
Bersambung ke part 5
0 Comments
Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam