Sinopsis The Eternal Love Season 2 Episode 10 - 1

 Sinopsis The Eternal Love Season 2 Episode 10 - 1

Xiao Tan menggandeng tangan Jing Xin ke kamar baru mereka yang lebih luas dan menghadap ke selatan sesuai yang dia minta. Bagaimana, apa Jing Xin suka?

"Suka. Kalau kau suka, aku juga suka."


Xiao Tan lalu menunjukkan baju-baju baru mereka. "Di Dong Yue ini, kau adalah satu-satunya temanku. Milikku adalah milikmu juga. Jangan sungkan-sungkan. Ayo, cobalah."

Senang, Jing Xin langsung saja mengelus salah satu baju yang menurutnya paling bagus. Tapi Xiao Tan malah bilang kalau baju itu adalah bajunya sendiri, bajunya Jing Xin yang sebelah tuh.

"Err, aku tahu. Aku cuma berbahagia untukmu. Yang ini juga bagus kok." Canggung Jing Xin.


Mereka lalu berlenggak-lenggok dengan baju-baju baru mereka ala model pakai sayap besar berbulu dan pernak-pernik lainnya. Jing Xin awalnya canggung, tapi lama kelamaan dia bisa menikmati suasana.


Lian Cheng dan Jing Xuan lewat di depan kamar baru Xiao Tan saat tiba-tiba mereka mendengar suara lantang Jing Xin mengumumkan kedatangan Pangeran ke-8. Kedua pria itu jelas heran padahal mereka bahkan belum masuk.

Bingung, Lian Cheng langsung saja membuka pintu kamar itu dan mendapati Xiao Tan dan Jing Xin ternyata sedang berakting menirukan dirinya saat lagi memarahi Xiao Tan.

Jing Xin yang melihat mereka duluan dan langsung panik membungkuk dan menyapa Pangeran ke-8, tapi Xiao Tan nggak nyambung dan terus saja berakting menirukan gaya marahnya Lian Cheng, tapi dia juga mengakui kalau Lian Cheng itu sebenarnya baik walaupun mukanya sedingin es... sampai saat dia berbalik dan menunjuk jarinya tepat ke muka Lian Cheng. Pfft!


Xiao Tan kontan panik memohon maaf, tidak seharusnya dia membuat lelucon tentangnya, tapi apa yang dia katakan benar-benar tulus dari dalam hatinya. Rasa terima kasihnya terhadap Lian Cheng sama sekali bukan kepalsuan. Sungguh!

Tapi Lian Cheng terus saja menatapnya dengan tajam dan membuat suasana begitu menegangkan. Untung saja Jing Xuan cepat bertindak meminta Xiao Tan membuatkannya teh dengan alasan dia haus.

"Kakak ke-8, berhentilah cemberut. Kau benar-benar akan menakuti mereka. Walaupun Nona Tan Er agak serampangan, tapi menurutku, dia sangat mengenalmu."


Senyum Lian Cheng kontan mengembang mendengarnya. Tapi kemudian terdengar suara Liu Shang yang memanggil Xiao Tan dan seketika itu pula wajah Lian Cheng berubah mengeras. Mau apa Liu Shang kemari?

Tepat saat itu, Xiao Tan kembali untuk menyajikan secangkir teh untuk Lian Cheng. Liu Shang meminta maaf, dia tidak bermaksud menganggu Lian Cheng menikmati teh, dia hanya ingin mengajak Xiao Tan ke villa salju bersamanya.

"Kapan?"

"Sekarang."

Lian Cheng menatapnya tajam tanpa kata, tapi akhirnya dia menerima cangkir teh itu sebagai tanda persetujuan. Senang bisa keluar dari situasi canggung ini, Xiao Tan bergegas keluar mengikuti Liu Shang. Lian Cheng hanya diam, mencengkeram cangkir tehnya dengan penuh amarah.


Sesampainya di villa salju, Liu Shang tiba-tiba membayangkan Xiao Tan yang dulu, ada di sana menyambut kedatangannya dengan hangat. Bayangan yang kontan membuatnya termangu, merindukan Xiao Tan yang dulu tinggal di kediaman ini.

"Tan Er," gumamnya.


"Saya di sini." Sahut Xiao Tan, mengira Liu Shang memanggilnya dan kontan membuat Liu Shang tersadar dari lamunannya.

Dia lalu menyuruh Xiao Tan untuk mengenal tempat ini sesegera mungkin, nantinya hanya mereka berdua yang akan tinggal di sini.

Xiao Tan mengedarkan pandangannya menilai tempat itu dengan kagum, mengira kalau Liu Shang ternyata menyukai dekorasi yang terkesan feminim. Tempat ini lebih cocok jadi tempat tinggalnya istri pangeran ketimbang tempat tinggal seorang penasihat pangeran.

"Aku juga berpikir kalau tempat ini sangat cocok untuk Istri Pangeran ke-8." Ujar Liu Shang.

"Betul, betul. Lebih bagus lagi kalau menanam beberapa mawar di sini."


Dan Liu Shang langsung menjawabnya dengan menunjukkan kebun mawar di hadapan mereka. Apa Xiao Tan menyukainya?

"Bukan cuma suka, aku merasa ini sangat familier."

"Apa kau mengingat sesuatu?" Tanya Liu Shang penuh harap.

Sayangnya tidak. Maksudnya, ini pertama kalinya Xiao Tan melihat pemandangan seperti ini, jadi yang dia maksud bukan mengingat. Tapi dia sering bermimpi memiliki halaman seindah ini yang ditumbuhi mawar-mawar yang indah.

"Takdir tak dapat diprediksi, mungkin tempat ini memang sudah menunggumu."

Tapi Xiao Tan mengira kalau ucapan Liu Shang itu karena Liu Shang takut dia kabur dari sini. Jangan khawatir, dia akan betah tinggal di vila secantik ini.


Dia lalu membuat teh sambil berpikir keheranan tentang Liu Shang dan tempat ini. Soalnya tempat ini biarpun indah, tapi terlalu feminim. Ditambah lagi, sejak Liu Shang bertemu dengan Pangeran ke-8, dia selalu menyelamatkan Pangeran.

Dia bahkan minta pindah ke vila yang lebih cocok untuk istri pangeran ini. Jangan-jangan... Liu Shang itu jeruk makan jeruk? (Pfft!) Mungkin dia tidak cuma ingin menjadi penasihat pangeran, tapi juga ingin jadi pasangan Lian Cheng?

Tapi, Pangeran ke-8 juga mencurigakan. Waktu itu kan Lian Cheng diam-diam melukis Liu Shang di ruang belajarnya. Ckckck! Dua orang ini benar-benar membuatnya ngeri.

Liu Shang hanya diam menatapnya dengan rindu, senang karena Xiao Tan ternyata masih menyukai bunga mawar, sama seperti dulu.

"Kau akan selalu menjadi pemilik vila Salju ini. Tak peduli harus berapa lama, aku akan menunggu sampai kita saling jatuh cinta lagi."

 

Xiao Tan lagi leye-leye saat Jing Xin datang untuk mengingatkannya akan pertemuannya dengan Yi Huai besok. Jangan khawatir, Xiao Tan tidak lupa kok. Bagaimana mungkin dia melupakannya, ini kan masalah hidup dan masa depannya.

Tapi masalahnya, dia sudah terlanjur berjanji pada Lian Cheng untuk mengurus Liu Shang di Vila Salju. Dia juga sudah memakai baju dan tinggal di kamar baru pemberian Lian Cheng, dan juga sudah menerima imbalan uang.

Dia juga sudah berjanji pada Liu Shang kalau dia tidak akan kabur. Besok juga baru hari keduanya bekerja, dia tidak mungkin bisa minta izin pergi secepat itu.


Ah! Begini saja. Jing Xin saja yang pergi menggantikannya. Dia lalu memutuskan untuk menulis pesan untuk Jing Xin kirimkan ke Yi Huai. Tapi berhubung Yi Huai itu pangeran pertama, dia pasti tidak bisa leluasa mengatakan banyak hal.

Kalau begitu, tentang masalah kembali ke dunia modern, lebih baik dia tulis dalam bahasa Inggris saja biar tidak ada seorangpun yang bisa membaca tulisannya. Dengan begitu, Yi Huai juga bisa leluasa menceritakan apa yang dia ketahuai padanya.

Masalahnya, dia tidak pernah belajar bahasa Inggris dengan benar. Pembendaharaan katanya sungguh buruk. Ah, sudahlah. Pokoknya tulis saja.


Jadilah dia menulis suratnya pakai bahasa Inggris patah-patah, campur bahasa Cina dikit-dikit yang penting jadi dan Yi Huai pasti mengerti, kan?

Dia mengawali suratnya dengan sapaan: Dear, Laotie (Sohibku, tersayang). Your status special, I sangat understand. But, Dong Yue is not my home. I miss my home very much. Laotie, don't worry. Saat ini nobody di Dong Yue yang curiga. We can kapanpun let's go, lewat sungai atau sea.


Keesokan harinya, Jing Xin pergi ke kediaman Yi Huai untuk mengantarkan surat itu. Yi Huai kontan antusias membukanya, tapi malah mendapati tulisan tangan Xiao Tan yang acak kadut dengan bahasa aneh yang sama sekali tidak dia mengerti.

"Tulisan Tan Er seperti ular dan naga merangkak. Aku tidak bisa membacanya."

"Pangeran, saat Nona menulisnya, saya ada di sampingnya. Bagaimana kalau saya menerjemahkannya untuk anda?" (Pfft! Pasti jadi kacau deh kalau Jing Xin yang nerjemahin)

"Silahkan."
 

Jadi menurut pemahaman Jing Xin, kalimat pertama maksudnya adalah Xiao Tan merasa tidak nyaman melanjutkan pertemuan dengan Yi Huai mengingat statusnya Yi Huai, dan Xiao Tan merasa bersalah karenanya. Tapi Xiao Tan berjanji akan datang pada pertemuan berikutnya dengan keinginan laotie (besi/kuat).

"Tan Er memang selalu memikirkan orang lain," ujar Yi Huai.

Jing Xin agak kesulitan dengan kalimat kedua. "Ai (cinta) sangat... hao mu (ibu tiri)!"

Hmm... ini maksudnya, semakin dalam cinta mereka, semakin dalam pula kekhawatiran Xiao Tan. Hidup di kediaman Pangeran ke-8, Xiao Tan merasa seperti melayani ibu tirinya di kediaman Qu dulu. Dia tidak bisa makan dan tidur dengan baik. Mendengar itu, Yi Huai kontan menggebrak meja dengan penuh amarah.


Terus kalimat selanjutnya 'laotie, don't worry' yang terdengar seperti 'laotie tunggu aku', itu maksudnya Xiao Tan sekali lagi mengungkapkan cintanya yang mendalam terhadap Yi Huai, hanya mereka berdua yang saling memahami satu sama lain.

Lalu kalimat terakhir, let's go yang terdengar seperti 'lai ci gou', itu artinya mereka pergi ke selokan kapan saja. Atau lebih tepatnya, yang Xiao Tan maksud adalah sungai.

Kediaman Pangeran ke-8 kan banyak orang, Xiao Tan tidak bisa leluasa pergi menemui Yi Huai. Karena itulah, Xiao Tan ingin tempat pertemuan mereka diganti saja ke tepi sungai tempat mereka biasanya bertemu.

Yi Huai senang, surat ini memang benar-benar ditulis oleh Tan Er. "Aku tidak akan mengecewakannya."


Di Vila Salju, Xiao Tan melihat Liu Shang sedang bermain kecapi yang membuatnya terkagum-kagum.  Dia baru menyapa Liu Shang setelah Liu Shang selesai bermain.

Dia menanyakan apa perintah Liu Shang untuknya hari ini, tapi Liu Shang hanya menjawabnya dengan gerakan tangan, mengisyaratkan Xiao Tan untuk mendekat padanya dan duduk di sampingnya.

Xiao Tan agak ragu awalnya, apalagi dia teringat aturan Lian Cheng bahwa dia jaga jarak satu lengan dengan Liu Shang. Dia berniat menggunakan tangannya untuk mengukur jarak mereka, tapi Liu Shang mendadak menariknya hingga dia terduduk sangat dekat dengan Liu Shang.

Gawat! Tak disangka kalau dia bakalan melanggar aturan Pangeran ke-8 secepat ini. Lain kali dia harus lebih berhati-hati.

"Nona, apa kau tahu cara memainkan kecapi?" Tanya Liu Shang.

"Tidak."

"Biarkan aku mengajarimu."


Liu Shang langsung saja menarik tangan Xiao Tan ke atas kecapinya dan mulai mengajari Xiao Tan... sambil memanfaatkan kesempatan untuk merangkl Xiao Tan. Hehe.

Mereka benar-benar menikmati kebersamaan dan kedekatan mereka... sampai saat Xiao Tan salah nada dan akhirnya sadar untuk geser menjauhi Liu Shang.

"Maaf."

"Tidak apa-apa. Buatkan aku teh."

Bersambung ke part 2

Post a Comment

1 Comments

  1. Baca sinopsis episode ini teringat kembali wkt nontonnya, ngakak kalo ingat. Bener2 deh, lucu banget ttg penggunaan kata & salah pemahaman ditambahkan terjemahan Jin Xin lagi.

    ReplyDelete

Hai, terima kasih atas komentarnya, dan maaf kalau komentarnya tidak langsung muncul ya, karena semua komentar akan dimoderasi demi menghindari spam