Sinopsis Leh Nangfah Episode 14 - 1

Sinopsis Leh Nangfah Episode 14 - 1


Seenuan segera dilarikan ke rumah sakit. Beauty hanya bisa terdiam sedih dan gemetaran melihat darah di tangannya yang kontan membuatnya teringat masa kecilnya saat ibunya meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Sama seperti sekarang, Beauty kecil dulu hanya bisa menangis tak berdaya.

 

"Jangan bersedih, anakku. Ibu tidak pergi ke manapun. Ibu di sini dan selalu mengawasimu. Lallalit tidak pernah merasa sesedih ini."

"Dia mungkin merasa sangat menyesal."

"Tapi kan bukan dia yang menyebabkan pisau itu melukai wanita itu, Dewi."

"Dialah penyebabnya."


Kalau begitu, apakah nilai kebaikan Beauty akan berkurang? Tanya Lalita cemas. Tapi tidak, warna emas kristalnya justru semakin meningkat. Itu karena Beauty memikirkan orang lain lebih daripada dirinya sendiri.

"Teruskannya, Lallalit. Teruslah belajar untuk melepaskan dirimu dan memikirkan orang lain."


Tak lama kemudian, Beauty melihat seorang anak remaja mendorong kursi roda adiknya. Ternyata mereka adik-adiknya Somcheng, Rang dan A-Ngoon, yang dirawat di rumah sakit yang sama.

Rang langsung marah-marah menuntut siapa pelakunya? Apa perusahaan akan bertanggung jawab? "Kalau ibu mati, akan kubakar pabrik itu!"

A-Ngoon menangis mendengarnya, apa ibu mereka akan mati? Somcheng langsung memeluk adiknya bungsunya itu dan berusaha menenangkannya sembari mengomeli Rang. Beauty tak tahu harus bagaimana dan hanya bisa melihat mereka dengan sedih dari kejauhan.


Di kantor, Pat juga gelisah dan sedih memikirkan kejadian tadi. Tapi saat Kratua dan Piwara datang tak lama kemudian dan tanya apakah Pat mau pergi menjenguk Seenuan, Pat sok angkuh menolak.

Dia lalu meminta Piwara untuk memperlihatkan video kejadian tadi yang direkam Piwara dan meminta Piwara untuk menghapus video itu dan jangan mengatakan apapun.


A-Ngoon semakin cemas karena Seenuan belum keluar juga dari ruang operasi. Berusaha menenangkan adiknya, Rang meyakinkan kalau dokter sekarang sedang menjahit luka ibu mereka.

Tee datang tak lama kemudian dan Rang langsung marah-marah padanya sampai Somcheng harus menegurnya berkali-kali. Tee tak mempermasalahkannya dan meyakinkan mereka kalau perusahaan akan menanggung semua biaya perawatan Seenuan.

Dokter akhirnya keluar tak lama kemudian dan mengabarkan bahwa operasinya berjalan lancar. Seenuan sudah baik-baik saja sekarang. Ketiga saudara itu sontak saling berpelukan saking leganya.


Beauty pun lega. Tapi Tee menatapnya dengan tajam lalu cepat-cepat memalingkan muka darinya. A-Ngoon masih cemas, apa tangan ibunya harus dipotong?

"Jangan menangis. Dokter tidak akan memotong tangan ibumu. Benar kan, dokter?"

Dokter membenarkan. "Tidak perlu dipotong. Tangannya hanya perlu dibelat beberapa lama agar urat daging dan lukanya segera sembuh."


Biarpun sudah bisa lega, tapi Beauty benar-benar menyesal. Dia lalu menjauh dari mereka dan merenung sedih di lorong sepi. Tee datang tak lama kemudian dengan membawakan handuk bersih untuknya.

"Aku sudah menyuruh HRD untuk mengurus apa yang kau minta. Perusahaan akan menanggung semua biaya medisnya, walaupun salah satu alasannya adalah karena dia tidak mengenakan sarung tangan pelindung."


Beauty menegaskan kalau Pat lah penyebabnya. Pat datang mencemoohnya. Dia jadi terpancing emosi hingga tak sengaja salah memotong kainnya. Seenuan memperbaikinya, tapi Pat terus saja cari perkara. Jadilah mereka berdebat sengit.

"Pasti bukan cuma berdebat, kan?"

"Iya. Aku mengucap kata-kata kasar. Pat sangat marah, jadi dia menggebrak meja dan itu membuat Bibi Seenuan ketakutan. Makanya dia..."

"Kalian berdua sama saja."

Beauty benar-benar menyesal. Seandainya saja dia menuruti nasehat Seenuan untuk tidak mendengarkan omongan Pat, Seenuan pasti tidak akan terluka seperti ini.

"Apa benar Pat yang mulai duluan?"

"Jadi kau tidak pernah mempercayai ucapanku, yah? Tentu saja. Kau tidak pernah mempercayai apapun yang kukatakan. Apapun yang kukatakan atau kulakukan, tak ada yang baik di matamu."


Sakit hati, Beauty memalingkan muka darinya dan menyeka noda darah di tubuhnya asal-asalan. Melihat itu, Tee langsung mengambil alih handuknya dan membantu menyekanya. Beauty terpana karena kedekatan mereka.

Sementara Tee sibuk menyeka noda darahnya, Beauty terus menatapnya dengan sendu. Saat Tee akhirnya menyadari tatapan Beauty, ia pun langsung terpana menatap matanya.

Mereka larut dalam momen itu selama beberapa saat sebelum kemudian Tee mengalihkan tatapannya dengan canggung dan menyuruh Beauty pulang. Beauty pasti lelah. Dia akan mengantarkan Beauty pulang.

"Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri."


Beauty beranjak pergi. Tapi Tee menariknya kembali. Tepat saat itu juga, Thana menelepon Tee dan memberitahu kalau mereka semua sudah menunggu Tee di restoran dan menanyakan keadaan Seenuan.

"Operasinya berjalan dengan lancar. Pasien sekarang di ruang rawat."

"Kalau begitu, aku akan mengunjunginya besok. Bagaimana dengan Beauty? Kau harus menjaganya karena dia pasti sangat ketakutan."

"Tentu. Beauty ada bersamaku sekarang. Aku akan mengantarkannya pulang."

Thana lalu memberikan telepon ke istrinya yang meminta Tee untuk cepat datang kemari. Jangan buat Orn menunggu terlalu lama. Tee meminta ibunya untuk menyampaikan permintaan maafnya pada Orn karena masalah ini. Dia janji akan segera ke sana.


Kesal mendengar Tee ada janji dengan Orn, Beauty langsung melepaskan tangannya dan bersikeras mau pulang sendiri. Tee ingin mengantarnya, tapi Beauty ngotot menolak.

"Kau tidak boleh membiarkan Khun Nong Orn menunggu. Cepatlah, pergi. Aku pergi, yah? Dadah! Have fun." Ujar Beauty dengan nada sinis.


Tee tetap berusaha mengejarnya, tapi Beauty langsung masuk ke dalam lift seorang diri. Tepat saat itu juga, matahari mulai terbenam dan Beauty langsung kesakitan. Beauty sontak panik memencet tombol lift biar dia bisa cepat keluar.


Begitu pintu terbuka, dia langsung bergegas ke toilet terdekat dan berubah menjadi burung tepat begitu dia masuk ke salah satu bilik.

Termenung di atas palang pintu, Beauty mengingatkan dirinya sendiri kalau dia cuma seekor burung.

"Jangan mengharapkan siapapun untuk mencintaimu."

Dia lalu terbang keluar. Tapi ternyata di luar sedang hujan deras. Jadilah Beauty hanya bisa berteduh dan menangis di pagar terdekat, tak tahu bagaimana dia bisa pulang dalam cuaca seperti ini.

 

Tee keluar tak lama kemudian dengan cemas. Bagaimana Beauty bisa pulang saat hujan sederas ini. Entah apakah dia bisa menemukan taksi atau tidak. Dia mencoba menelepon Beauty, tapi tentu saja tidak diangkat.

Tee lalu berjalan ke mobilnya tanpa menyadari burung Beauty yang menangis tak jauh darinya. Saat dia hendak masuk mobil, tiba-tiba dia melihat sebuah cahaya aneh yang melayang-layang di hadapannya.

Penasaran, dia pun mengikuti cahaya aneh itu. Cahaya itu lalu menyorot burung Beauty yang basah kuyup dan kedinginan.


"Beauty?" Tee dengan lembut mengambilnya dan meletakkan Beauty ke tangannya. "Bagaimana kau bisa kemari? Kau basah kuyup. Kau pasti kedinginan, yah?"

Tee lalu menyeka Beauty dengan saputangannya, sementara Beauty terus menangis. "Kau sangat cengeng. Kau kedinginan, yah? Kemarilah."

Tee lalu memeluk Beauty dan mengajaknya pulang bersama.


Di surga, Lalita berterima kasih atas kebaikan Dewi. Hari ini Beauty lelah fisik dan mental. Jika bukan karena bantuan Dewi, dia mungkin takkan punya kekuatan untuk terus berjuang.

"Aku hanya bisa membantunya secara fisik, tapi hatinya sangat rapuh dan kesepian. Hanya cinta sejati yang bisa menyembuhkan hatinya."

"Apakah Teepob cinta sejati yang anda maksud?"

"Entah itu takdir dari surga atau kutukan dari neraka, tak ada seorangpun yang tahu."


Tee terjebak macet di tengah jalan. Thana meneleponnya saat itu. Tapi Tee mengaku kalau sepertinya dia tidak akan bisa datang karena di sini sedang macet parah.

Thana jelas tak suka mendengarnya. Orn sudah lama menunggunya, masa Tee mau membatalkannya? Orn pasti akan marah padanya.

"Kalau begitu, aku akan meneleponnya nanti dan meminta maaf padanya."


Thana tak enak hati saat harus memberitahukan hal itu pada Orn. Orn jelas kecewa, tapi dia tetap baik hati seperti biasanya dan tidak mempermasalahkannya.

 

Beauty kedinginan dan ribut bercuitan meminta Tee untuk mematikan AC-nya. Seolah mengerti cuitan Beauty, Tee pun mematikan AC mobilnya.

"Ada apa, Beauty? Kau rewel. Kita sudah hampir sampai rumah. Bertahanlah sedikit lagi. Ada apa? Kau lapar, yah?"

Beauty terus saja cemberut kesal. "Jangan pedulikan aku. Pergi saja ke Nong Orn sana!"

 

Beauty sedang menggigil kedinginan di atas kasurnya Tee saat Seua melihatnya dari luar jendela dan langsung melancarkan rayuan gombal.

"Gadis kecil, kita ketemu lagi. Apa kau kedinginan? Mau kupeyuk?"

"Oi, aku hampir mati kedinginan!"

"Aww, dia membutuhkan kehangatanku."


Tapi kemudian Tee muncul dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk. Beauty sontak melotot kaget lalu cepat-cepat menutup mata sambil protes. "Kenapa kau tidak berpakaian dulu di kamar mandi? Dasar gila!"

Selesai memakai kaosnya, Tee mengambil Beauty dan memperhatikan kalau sekarang Beauty sudah tidak basah kuyup lagi.

Seua kecewa. Telat, deh. Sudah ada orang lain yang memberikan kehangatan untuk burung cantiknya. Kehidupan seekor kucing itu sungguh menyedihkan.

"Kau sudah merasa nyaman, yah?"

"Siapa bilang aku merasa nyaman? Aku kedinginan setengah mati."

Bersambung ke part 2

Post a Comment

0 Comments